JAKARTA, GRESNEWS.COM - Meski dinyatakan menang dalam sengketa pengelolaan Bandara Halim Perdanakusuma oleh Mahkamah Agung, Lion Group tidak bisa mengambil keseluruhan pengelolaan Bandara Halim Perdanakusuma. Sebab obyek yang disengketakan dalam perjanjian hanya seluas 21 hektar (ha) yang meliputi kawasan terminal dan parkiran.

Penegasan itu disampaikan mantan Panglima TNI AU yang juga pernah menjabat Kepala Staf Angkatan Udara Djoko Suyanto menanggapi sengketa perebutan Bandara Halim Perdanakusuma antara PT Angkasa Pura II (Persero) dan Lion Group.

Djoko menceritakan awalnya setelah selesai perjanjian antara Induk Koperasi TNI Angkatan Udara (Inkopau) dengan Angkasa Pura II tentang pengelolaan terminal dan kebandarudaraan penerbangan sipil pada tahun 2003, pengelolaan secara keseluruhan bandara Halim dikembalikan kepada TNI AU.

Namun karena UU Penerbangan sipil dan keberadaan bandara enclave sipil (bandara sipil yang berada di pangkalan TNI AU) maka Angkasa Pura II masih tetap mengelola dan mengatur lalu lintas udara di bandara Halim. Kemudian pada tahun 2005, setelah serah terima jabatan dengan Kepala Staf Angkatan Udara Chappy Hakim, Inkopau melakukan perjanjian kerjasama dengan PT Wings Abadi pada tanggal 24 Februari 2005. Perjanjian tersebut hanya menyangkut renovasi, pembangunan terminal dan area parkir seluas 21 ha.

Menurut Djoko, kerjasama itu perlu dilakukan karena pada saat itu pengaturan terminal kedatangan, keberangkatan, boarding menuju pesawat, kemudian apron (parkir pesawat) maupun kendaraan belum dikelola secara baik. Padahal tuntutan untuk pelayanan kebandaraan harus semakin baik, sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan penerbangan Indonesia.

"Dalam rangka itu sebenarnya. Sepemahaman saya Inkopau atau pimpinan TNI AU ingin bandara Halim sebagai bandara enclave sipil yang mau tidak mau harus meningkatkan pelayanannya kepada penumpang," kata Djoko, Jakarta, Jumat (18/3).

Kemudian, terkait dengan putusan Mahkamah Agung yang mengabulkan tuntutan PT Angkasa Transportindo Selaras (ATS)--dimana sebagian sahamnya dimiliki Lion Group-- karena ada pasal yang menyebutkan bahwa lima tahun setelah ditandatangani kerjasama tersebut, maka proyek pembangunan bandara harus segera dimulai. Kendati demikian proyek pembangunan tidak begitu saja dilaksanakan, mengingat ada Angkasa Pura II sebagai pengelola bandara dengan beberapa aset masih berada di bandara Halim.

Menurut Djoko, gugatan Angkasa Pura II ke Mahkamah Agung yang mempermasalahkan keabsahan rencana kerjasama antara Inkopau dengan PT Wings Air itu, ternyata jika dilihat dari sudut pandang hukum perjanjian tersebut dinyatakan sah. Namun Angkasa Pura II masih tetap berperan dalam hal pengelolaan kebandaraan dan pengaturan lalu lintas penerbangan di bandara Halim.

"Tentunya masyarakat menginginkan adanya suatu terminal yang representatif, yang memberikan kemudahan dan kenyamanan dalam pelayanan," kata Djoko.

Menurut dia, jika saja pada saat itu Angkasa Pura II menjadi pihak yang mengajukan kerjasama dengan TNI AU, tentunya TNI AU akan lebih memilih Angkasa Pura II sebagai rekan kerja. Alasannya TNI AU saat itu mencari rekan kerjasama, karena TNI AU tidak memiliki anggaran yang cukup untuk keperluan membangun terminal yang sesuai tuntutan publik. Di satu sisi fokus utama pembelanjaan TNI AU hanya untuk alutsista saja.

Djoko menegaskan bahwa perjanjian kerjasama tersebut bukanlah mengambil alih keberadaan pangkalan TNI AU di bandara Halim. Sebab kerjasama tersebut tidak bisa mengambil alih fungsi-fungsi kebandaraan seperti Angkasa Pura II, Imigrasi, Air Nav dan Aviations Security yang ada di bandara Halim.

"Prioritas utama tentu tidak ada perubahan dan tidak boleh berubah, yaitu keberadaan dan kepemilikan bandara Halim tetap di TNI AU," kata Djoko.

TIGA SYARAT ANGKASA PURA II - Sementara itu sebelumnya Direktur Utama PT Angkasa Pura II (Persero) Budi Karya Sumadi mengatakan pihaknya akan mengajukan tiga poin persyaratan kepada Lion Group sebagai pemenang kasasi di Mahkamah Agung. Pertama, pengelolaan bandara Halim masih tetap di bawah otoritas Angkasa Pura II. Kedua, investasi yang sudah ditanamkan oleh Angkasa Pura II harus dikembalikan yaitu sebesar Rp200 miliar. Ketiga, slot penerbangan yang dimiliki oleh Citilink harus tetap ada.

Budi juga mengaku Angkasa Pura II (Persero) ingin menjadi pemegang saham mayoritas di bandara Halim, sebab selama ini seluruh pemeliharaan dan pengelolaan bandara Halim ditanggung oleh Angkasa Pura II. Dia juga menegaskan bahwa Lion Group hanya menguasai 21 ha di bandara Halim.

"Ada pemikiran kita ingin menjadi pemegang saham mayoritas di bandara Halim. Tapi ini kita sedang bicarakan dengan Lion," kata Budi kepada gresnews.com di Kementerian BUMN.

AWAL SENGKETA - Seperti diketahui Mahkamah Agung (MA) memutuskan menolak gugatan yang diajukan PT Angkasa Pura II atas sengketa pengelolaan Bandara Halim Perdanakusuma dengan PT Angkasa Transportindo Selaras (ATS). Putusan tersebut memerintahkan Induk Koperasi TNI Angkatan Udara (Inkopau) dan PT Angkasa Pura II (Persero) untuk segera mengosongkan semua aset di bandara yang disengketakan.

Sengketa itu muncul saat Inkopau membuat perjanjian dengan ATS Nomor Sperjan/10-09/03/01/Inkopau Nomor 003/JT-WON/PKS/II/2005 tentang Pengelolaan Bandara Halim Perdanakusuma pada 24 Februari 2005. Dimana dalam klausul perjanjian itu, Inkopau akan menyerahkan pengelolaan Bandara Halim Perdanakusuma kepada ATS setelah kerjasama dengan PT Angkasa Pura II berakhir. Namun sejak kerjasama Angkasan Pura dan Inkopau berakhir pada 2005, Inkopau tak kunjung menyerahkannya kepada PT ATS.

Hingga ATS pun mengajukan gugatan perdata kepada Inkopau dan Angkasa Pura II ke Pengadilan Negeri Jakarta Timur pada 2010. Dalam permohonannya ATS meminta siapapun untuk mengosongkan aset di Bandara Halim. Putusan ini dikabulkan sebagian oleh PN Jakarta Timur pada 2 Mei 2011.

Angkasa Pura II pun merasa dirugikan lalu mengajukan banding. Namun banding tersebut kandas. Lalu Angkasa Pura II mengajukan kasasi di MA. Namun MA menolak kasasi Angkasa Pura II.

PT ATS merupakan perusahaan bentukan atas kerjasama antara Lion Group dengan Inkopau. Lion Group memiliki 80 persen saham di ATS dan Inkopau memiliki saham 20 persen.

Menanggapi putusan ini  Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) kala itu Dahlan Iskan menyerahkan keputusan tersebut kepada TNI AU karena pemilik Bandara Halim Perdanakusuma adalah TNI AU. Hanya saja Angkasa Pura II selama ini sudah terlanjur berinvestasi untuk pengembangan Bandara Halim Perdanakusuma, sehingga meski pengelolaan dipindahkan ke PT ATS, pihak Angkasa Pura Harus mengurus perjanjiannya dengan TNI AU terkait pengambilalihan hak-hak Angkasa Pura.

Disisi lain Angkasa Pura II adalah pihak yang berwenang untuk mengelola Bandara Halim sesuai dengan surat persetujuan bersama antara Kepala Staf TNI AU dengan Dirjen Perhubungan Udara pada 5 Juni 1997. Dalam kesepakatan tersebut, pengelolaan bandara sipil diserahkan ke Angkasa Pura II. Demikian juga dengan Surat Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 23 Tahun 2003 tentang pengoperasian Bandara Soekarno Hatta dan Bandara Halim Perdanakusuma.

BACA JUGA: