-
ASEAN Tak Berfungsi, Nasib Rohingya Perlu Peran Indonesia
Sabtu, 23/12/2017 17:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Indonesia dinilai perlu mengambil peran dalam upaya menuntaskan praktik genosida terhadap warga Rohingnya. Sebab selama ini organisasi terbesar dikawasan Asia ASEAN tidak berperan untuk mengambil langkah-langkah utuk menyelamatkan warga Rohingnya kekerasan etnis ditanah kelahirannya. Pernyataan tersebut disampaikan Pelaksana Tugas Ketua DPR RI Fadli Zon, setelah mengunjungi kamp pengungsian Rohingya di Bangladesh.
Menurut Fadli diperlukan kekuatan politik (political will) untuk menyelesaikan kejahatan kemanusiaan terhadap etnis Rohingya di Myanmar. Untuk itu, dibutuhkan peran negara-negara Asean termasuk Indonesia sebagai negara pemimpin di kawasan.
"Salah satu yang ditunggu adalah peran Indonesia. Indonesia sebagai negara muslim terbesar di dunia dan juga leader di Asean, saya kira harus betul-betul serius menanggapi persoalan ini," kata Fadli di Senayan, Jumat (22/12).
Sepulangnya dari kamp pengungsian Rohingya di Bangladesh, Fadli menerima kunjungan Duta Besar Bangladesh untuk Indonesia Major General Asmar Kabir dan Indonesian Humanitarian Alliance di Gedung DPR RI, Senayan, Jumat (22/12).
Fadli yang sempat menerima kunjungan Duta Besar Bangladesh untuk Indonesia Major General Asmar Kabir dan Indonesian Humanitarian Alliance di Gedung DPR RI menyatakan menyayangkan ASEAN yang belum berfungsi dengan baik dalam menangani kasus Rohingya. "Bahkan, Asean dinilai cenderung menutup mata karena adanya sistem konsensus," ujarnya, seperti dikutip dpr.go.id.
Menurutnya, Indonesia sebagai pemimpin di Asean harus mampu memainkan perannya dalam melakukan diplomasi terkait penyelesaian konflik Rohingya secara permanen.
Ia berharap pemerintah bisa terus mengupayakan suatu usaha diplomatik di wilayah Asia Tenggara. Sebab diketahui sampai sejauh ini Asean tidak berfungsi dengan baik, di dalam menangani persoalan Rohingya. "Sangat disayangkan, karena ini terjadi di depan mata kita," tandas Fadli.
Politisi asal F-Gerindra ini mengingatkan, MoU antara Bangladesh dengan Myanmar untuk pengembalian pengungsi Rohingya (repatriasi) bisa dilaksanakan dan diawasi dari lembaga-lembaga independen untuk menjamin pemerintah Myanmar memberikan keamanan etnis Rohingya.
Menurut Fadli persoalan itu telah menjadi masalah dunia karena Bangladesh menerima lebih dari 1 juta pengungsi dan masih akan terus bertambah. Ironinya, 500.000 diantaranya adalah anak-anak dan 30.000 anak sudah menjadi yatim piatu, sehingga ini menjadi masalah bermasalah,.
Apalagi menurut dia para pengungsi yang berada di Kutupalong, Cox’s Bazar, Bangladesh membutuhkan perhatian khusus karena maraknya pengungsi yang terjangkit wabah penyakit (epidemi). Pengungsian Cox’s Bazar yang mencapai luas 3.000 hektare dan menjadi tempat pengungsi terluas di dunia. Dari pantauan di lokasi ada beberapa organisasi kemanusiaan Indonesia yang sudah turut aktif berperan memberikan bantuan mulai dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Indonesian Humanitarian Alliance (IHA) dan Aksi Cepat Tanggap Indonesia (ACT). (rm)Fadli Zon: Perlu Political Will Tuntaskan Kejahatan Kemanusiaan
Sabtu, 23/12/2017 07:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Pelaksana Tugas Ketua DPR RI Fadli Zon mengatakan, perlu sebuah political will atau keinginan politik yang kuat untuk menyelesaikan kejahatan kemanusiaan terhadap etnis Rohingya di Myanmar. Karena itu, dibutuhkan peran negara-negara Asean.
Fadli mendotong Indonesia sebagai negara pemimpin di kawasan, untuk menanggapi serius persoalan ini. "Salah satu yang ditunggu adalah peran Indonesia. Indonesia sebagai negara muslim terbesar di dunia dan juga leader di Asean, saya kira harus betul-betul serius menanggapi persoalan ini," ujar Fadli, di Jakarta, Jumat (22/12), seperti dikutip dpr.go.id.
Fadli sebelumnya melakukan kunjungan kerja ke kamp pengungsian Rohingya di Bangladesh. Kemudian, Fadli menerima kunjungan Duta Besar Bangladesh untuk Indonesia Major General Asmar Kabir dan Indonesian Humanitarian Alliance di Gedung DPR RI, Senayan, Jumat (22/12).
Dia menyayangkan, ASEAN belum berfungsi dengan baik dalam menangani kasus Rohingya. Bahkan, Asean dinilai cenderung menutup mata karena adanya sistem konsensus.
Menurutnya, Indonesia sebagai pemimpin di Asean harus mampu memainkan perannya dalam melakukan diplomasi terkait penyelesaian konflik Rohingya secara permanen.
"Kita harap pemerintah bisa terus mengupayakan suatu usaha diplomatik di wilayah Asia Tenggara. Kita tahu bahwa sampai sejauh ini Asean tidak berfungsi dengan baik, di dalam menangani persoalan Rohingya. Sangat disayangkan, karena ini terjadi di depan mata kita," papar Fadli.
Fadli mengingatkan, MoU antara Bangladesh dengan Myanmar untuk pengembalian pengungsi Rohingya (repatriasi) bisa dilaksanakan dan diawasi dari lembaga-lembaga independen untuk menjamin pemerintah Myanmar memberikan keamanan etnis Rohingya.
"Ini sudah menjadi suatu masalah dunia karena Bangladesh menerima lebih dari 1 juta pengungsi dan masih akan terus bertambah. Ironinya, 500.000 diantaranya adalah anak-anak dan 30.000 anak sudah menjadi yatim piatu, sehingga ini menjadi masalah bermasalah," kata Politisi dari F-Gerindra ini.
Dia menuturkan, saat ini para pengungsi yang berada di Kutupalong, Cox’s Bazar, Bangladesh membutuhkan perhatian khusus karena maraknya pengungsi terjangkit wabah penyakit (epidemi).
Diketahui, lokasi pengungsian Cox’s Bazar mencapai 3.000 hektare dan menjadi tempat pengungsi terluas di dunia.
Dari pantauan di lokasi ada beberapa organisasi kemanusiaan Indonesia yang sudah turut aktif berperan memberikan bantuan mulai dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Indonesian Humanitarian Alliance (IHA) dan Aksi Cepat Tanggap Indonesia (ACT). (mag)TB Hasanuddin: Laporan Amnesty International Terkait Nasib Rohingya Akan Ditindaklanjuti
Jum'at, 24/11/2017 09:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Perlakuan diskriminatif pemerintah Myanmar terhadap etnis Rohingya masih terus terjadi. Salah satunya, sulitnya untuk mendapatkan hak pendidikan dan kesehatan bagi etnis Rohingya. Demikian laporan Amnesty International yang disampaikan peneliti, Elise Tillet saat berjumpa dengan Wakil Ketua Komisi I DPR-RI TB Hasanuddin di ruang tamu Komisi I DPR, Kamis (23/11).
TB Hasanuddin mengatakan, Komisi I DPR akan menindaklanjuti laporan Amnesty Internasional tersebut dengan memanggil Menteri Luar Negeri Retno Lestari Priansari Marsudi untuk mencari solusi bersama dalam mengatasi masalah kemanusiaan yang dialami etnis Rohingya di Myanmar. "Kita akan evaluasi langkah-langkah yang sudah dilakukan Kementerian Luar Negeri dalam mengatasi persoalan yang dialami etnis Rohingya. Kalau upaya yang sudah dilakukan belum ada hasil yang maksimal, maka kita rumuskan lagi solusi untuk mengatasi hal itu," kata TB Hasanuddin.
Apalagi, sambung TB Hasanuddin, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi pernah melakukan pertemuan dan menyerahkan usulan Formula 4+1 untuk Rakhine State kepada konsulat negara Myanmar dalam misi diplomasi di Nay Pyi Taw, Myanmar, Senin (4/9) lalu. "Jadi, kita harus tahu sejauh mana progres dari usulan yang pernah disampaikan Menteri Luar Negeri RI kepada otorita Myanmar dalam mengatasi persoalan etnis Rohingya," tutur TB Hasanuddin.
TB Hasanuddin menambahkan, jika pemerintah Myanmar ternyata tidak konkret dalam menjalankan usulan pemerintah Indonesia, Komisi I DPR akan melakukan pertemuan dengan parlemen di Myanmar untuk membahas masalah kemanusiaan yang dialami etnis Rohingya. "Kalau perlu, nanti Komisi I DPR melakukan pertemuan dengan parlemen Myanmar," tukas TB Hasanuddin.
Sebagai informasi, utusan dari Amnesty International, yakni, Elise Tillet dan Haeril Halim, Kamis (23/11) melaporkan perkembangan terakhir nasib etnis Rohingya di Myanmar kepada Komisi I DPR yang diwakili TB Hasanuddin. Dalam laporannya, Amnesty International menyebut bahwa pemerintah Myanmar masih membatasi etnis Rohingya untuk bepergian, mendatangi rumah sakit dan mendapatkan pendidikan. Tindakan pemerintah Myanmar digolongkan sebagai tindakan apartheid.
Akses pendidikan terhadap etnis Rohingya dibatasi sejak tahun 2012, dimana anak-anak Rohingya tidak diizinkan masuk sekolah negeri campuran di banyak wilayah Rakhine. Ada sekitar 1,1 juta orang Rohingya yang tinggal di Negara Bagian Rakhine. Mereka tidak diakui kewarganegaraannya dan dianggap sebagai imigran ilegal dari Bangladesh, meski sudah hidup beberapa generasi di Myanmar.
Diskriminasi meluas sebelum terjadinya kekerasan yang menyebabkan 600.000 warga Rohingya lari ke Bangladesh. Terkait dengan itu, pemerintah Indonesia melalui Menteri Luar Negeri Retno Marsudi pernah mengusulan Formula 4+1 untuk Rakhine State kepada konsulat negara Myanmar dalam misi diplomasi di Nay Pyi Taw, Myanmar.
Adapun Formula 4+1 yang diusulkan untuk Rakhine State tediri dari empat elemen, yaitu mengembalikan stabilitas dan keamanan, menahan diri secara maksimal dan tidak menggunakan kekerasan, perlindungan kepada semua orang yang berada di Rakhine State tanpa memandang suku dan agama, dan pentingnya segera dibuka akses untuk bantuan keamanan.
Retno juga menyampaikan kepedulian dan komitmen tinggi lembaga swadaya masyarakat kemanusiaan Indonesia terhadap Myanmar. Dia mengatakan, baru saja meluncurkan Aliansi Kemanusiaan Indonesia untuk Myanmar (AKIM) pada tanggal 31 Agustus 2017.
AKIM terdiri dari 11 organisasi kemanusiaan, yang memprioritaskan bantuannya pada empat hal, yaitu pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan relief. Adapun komitmen bantuan yang diberikan oleh aliansi adalah sebesar 2 juta dollar AS. (mag)Respons Desakan RI, Myanmar Akan Segera Repatriasi Pengungsi Rohingya
Selasa, 14/11/2017 14:45 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Merespon pernyataan Presiden Joko Widodo yang mendesak segera diselesaikannya konflik Rakhine State pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-31 ASEAN, di Manila, Filipina, pemimpin atau State Conseulor Myanmar Ang San Suu Kyi menyatakan akan segera melakukan repatriasi terhadap pengungsi Rakhine yang kini tersebar di sejumlah negara.
"Ada tiga poin yang disampaikan Suu Kyi, termasuk diantaranya mengenai kesiapan Myanmar melaksanakan repatriasi pengungsi Rakhine segera setelah MoU dengan pemerintah Bangladesh ditandatangani," ujar Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi dalam keterangan pers di Hotel Diamond, Manila, Filipina, Selasa (14/11) pagi.
Menurut Menlu Retno, Presiden Jokowi adalah pemimpin ASEAN pertama yang menyampaikan isu soal penyelesaian Rakhine State, baik pada saat KTT ASEAN maupun saat bertemu dengan Sekjen Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guitteres, kemarin.
Presiden Jokowi, saat itu menekankan agar negara-negara ASEAN bergerak lebih cepat dan maju dalam menyelesaikan masalah Rakhine State. Sebab, jika berlarut-larut masalah ini berpotensi menimbulkan masalah radikalisasi dan perdagangan manusia.
Menlu Retno mengemukakan, dalam forum leaders meeting ASEAN, State Counselor Myanmar Ang San Suu Kyi akhirnya memberikan 3 (tiga) penekanan menanggapi pernyataan Presiden Jokowi dan para pemimpin ASEAN lainnya.
Menurut Suu Kyi implementasi inisiatif mantan Sekjen PBB Kofi Anan sudah mulai dijalankan oleh Komite Khusus yang diketuai oleh Menteri Sosial Myanmar.
Terkait masalah humanitarian acces, Suu Kyi menyampaikan apresiasi kepada negara-negara anggota ASEAN yang sudah memberikan bantuan dan juga kepada AHA Center.
Suu Kyi mengatakan, dalam beberapa minggu ke depan akan ada call lagi untuk bantuan, terutama bantuan yang sifatnya lebih jangka menengah dan panjang.
"Jadi, kita akan tunggu permintaan Myanmar, kebutuhan apa untuk membangun Rakhine,” ujar Menlu, seperti dikutip setkab.go.id.
Sedang ketiga, mengenai orang-orang yang akan kembali ke Myanmar, Suu Kyi mengatakan, mengenai pentingnya segera diselesaikan MoU repatriasi dengan Bangladesh.
Pemerintah Myanmar juga berjanji dalam waktu 3 minggu setelah MoU ditandatangani, kesepakatan itu akan segera diimplementasikan.
Menlu Retno Marsudi menyatakan bahwa Indonesia akan mencoba untuk berkomunikasi terus, baik dengan Bangladesh dan pihak-pihak yang lain, agar draf MoU ini bisa segera diselesaikan.
Disebutkan Menlu bahwa draft MoU itu saat ini sudah berada di Bangladesh, dan menurut dia, pihaknya sudah berbicara dengan menteri negara di Bangladesh yang mengurus masalah ini. (rm)Indonesia - Laos Sepakat Bantu Atasi Persoalan Rohingya
Kamis, 12/10/2017 16:00 WIB
JAKARTA, GRESNEWS.COM - Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Perdana Menteri (PM) Laos Thongloun Sisoulith menyepakati akan bersama-sama membantu penyelesaian permasalahan Rohingya di Rakhine State, Myanmar.
"Dalam pertemuan tadi kita telah membahas isu ASEAN dan kawasan, dan kita telah sepakat membantu penyelesaian permasalahan di Rakhine State, Myanmar. Saya yakin pertemuan ini akan makin mempererat hubungan kedua negara," kata Jokowi usai melakukan pertemuan bilateral.
Menurut Presiden Jokowi isu soal ASEAN menjadi perhatian bersama Indonesia dan Laos. termasuk isu soal konflik di Rakhine State, Myanmar, yakni terkait permasalahan etnis Rohingya. Menurut Jokowi isu tersebut akan dicarikan solusi dan jalan keluarnya.
Dalam pertemuan yang digelar di Istana Bogor, Jawa Barat, Kamis (12/10) pagi itu presiden menyatakan apresiasinya kepada kunjungan Perdana Menteri Laos. "Saya senang dapat menerima Yang Mulia di sini. Tahun 2017, kita peringati 60 tahun hubungan bilateral Indonesia-Laos," kata Jokowi di hadapan Sisoulith.
Selain itu Jokowi juga mengapresiasi berbagai kegiatan yang diselenggarakan Laos dan Indonesia. Dia merasa, selama kurun 60 tahun hubungan bilateral ini, Indonesia dan Laos terus menjunjung prinsip saling percaya dan saling menghormati.
Dalam pertemuan itu hadir sejumlah menteri dan pimpinan lembaga negara RI dalam diantaranya Menteri Luar Negeri Retno Lestari Priansari Marsudi; Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita; Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto; Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi M Nasir; Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy; serta Kepala Badan Narkotika Nasional Komjen Budi Waseso. (dtc/rm)Saran JK buat Pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi
Kamis, 21/09/2017 18:00 WIBPemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi berkilah bahwa mayoritas warga muslim tetap tinggal di Rakhine dan tidak mengungsi keluar Myanmar. Menurut Wapres RI Jusuf Kalla, yang terbaik adalah bila Suu Kyi terbuka atas apa yang terjadi di Rakhine State.
"Justru itu yang terbaik, karena selama ini yang diterima tidak banyak negara. Kalau dia mengundang negara berarti media ikut melihat sendiri kejadian itu," kata JK di sela-sela kegiatannya di sidang umum PBB, New York, Rabu (20/9).
Menurutnya, dengan masuknya asing ke Myanmar maka dapat melihat secara langsung soal kebutuhan bantuan kemanusiaan yang dibutuhkan dan juga membantu pihak PBB yang dipimpin oleh Kofi Annan.
"Apa yang dikatakan Aung San Suu Kyi adalah kemajuan positif untuk keterbukaan. Karena dengan keterbukaan, orang mengetahui apa yang sedang terjadi," ucapnya.
Dia menambahkan, isu Rohingya menjadi perhatian negara-negara PBB dan sempat disinggung pada pidato pembukaan Sekjen PBB Antonio Guterres, termasuk juga perhatian dari negara-negara Asia Tenggara dan negara OKI.
"Sekarang ini masih banyak berbicara soal mengutuk, resolusi dan sebagainya. Indonesia ingin mengatakan kita ingin implementasikan apa yang kita inginkan untuk memberikan bantuan, termasuk berbicara dengan mereka," terangnya.
"Dengan apa yang dikatakan Aung San Suu Kyi kemungkinan lebih baik," sambungnya. (dtc/mfb)Kiprah Indonesia Bantu Rohingya di Kancah Internasional
Rabu, 20/09/2017 18:00 WIBWakil Presiden Jusuf Kalla (JK) memimpin delegasi Indonesia dalam pertemuan negara-negara Organisasi Kerjasama Islam (OKI) yang khusus membahas Rohingnya di sidang tahunan PBB. Indonesia mengajak negara-negara OKI untuk memberikan bantuan logistik bagi pengungsi Rohingnya.
JK mengatakan semua negara yang hadir sepakat untuk membuat komunike (pernyataan bersama) agar Myamnar menghentikan kekerasan. "Tapi saya bilang tidak hanya komunike. Kita bersama-sama membantu masyarakat itu sendiri dulu dengan logistik, dengan bantuan. Itu yang dibicarakan," kata JK di sela-sela kegiatannya di New York, Amerika Serikat, Selasa (19/9).
Menurut JK, hanya Indonesia yang diperbolehkan oleh Myanmar masuk ke wilayahnya untuk memberikan bantuan, meski saat ini pihak Myanmar lebih memperketat masuknya pihak asing ke daerahnya. "Pada akhirnya kita bantu lewat Bangladesh," katanya.
Pada pertemuan itu, lanjut JK, lebih menghasilkan sebuah kesepakatan politik karena dunia internasional tidak dapat langsung mengintervensi masalah dalam negeri suatu negara.
"Hanya tekanan internasional termasuk UN dibutuhkan. Karena UN sendiri berdasarkan tim pencari fakta di bawah Kofi Annan dan negara lain termasuk OKI untuk memikirkan pressure politik sehingga dapat lebih terbuka," jelasnya.
Dalam pertemuan dengan anggota OKI, Indonesia mengusulkan formula 4+1. "Pertemuan OKI di Markas PBB penekanan pada formula 4+1 dan ajakan untuk bantu Myanmar yang sebelumnya telah disampaikan RI," kata juru bicara Wapres JK, Husain Abdullah.
Indonesia telah mengirimkan bantuan kemanusiaan bagi para pengungsi Rakhine yang berada di perbatasan Banglades dan Myanmar. Menurut Husain, Formula 4+1 berisi soal upaya menjaga stabilitas keamanan di Rakhine State.
"Pada pertemuan OKI di markas PBB, Wapres Jusuf Kalla berkesempatan menyampaikan poin poin penting tersebut," terangnya.
Berikut isi formula 4+1 yang ditawarkan oleh pemerintah Indonesia:
1. Mengembalikan stabilitas dan keamanan
2. Menahan diri secara maksimal dan tidak menggunakan kekerasan.
3. Perlindungan kepada semua orang yang berada di Rakhine State, tanpa memandang suku dan agama.
4 Pentingnya segera dibuka akses untuk bantuan kemanusiaan. (dtc/mfb)Delegasi Parlemen RI Gagal Usulkan Resolusi untuk Myanmar
Selasa, 19/09/2017 17:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Delegasi Parlemen Indonesia menyerukan adanya intervensi untuk perlindungan hak anak dan perempuan di tengah kondisi konflik kemanusiaan Rohingya dalam sidang Komisi Perempuan ASEAN Inter-Parliamentary Assembly (AIPA) (Women of AIPA) di Manila, Filipina.
Ketua BKSAP (Badan kerjasama antar Parlemen) sekaligus Ketua Tim delegasi DPR RI dalam sidang Komisi Perempuan AIPA (Women of AIPA), Nurhayati Ali Assegaf menyampaikan perlunya langkah tersebut karena anak dan wanita adalah korban yang paling rentan dalam konflik bersenjata di Rohingya.
"Kami menyerukan agar Pemerintah Myanmar segera mengambil langkah-langkah perlindungan anak dan perempuan terutama dari kekerasan berbasis gender seperti perkosaan dan penyiksaan seksual lainnya," ujar Nurhayati dalam sidang Women of AIPA, Manila, Filipina, seperti dikuti dpr.go.id.
Menurut Politisi dari Fraksi Partai Demokrat ini, awal pelaksanaan Sidang Umum AIPA tahun ini bertepatan dengan Hari Demokrasi Internasional. Sehingga sangat tepat apabila dalam sidang tersebut kita mendorong Myanmar untuk menghentikan diskriminasi, kekerasan dan penindasan yang tidak sejalan dengan prinsip-prinsip demokrasi.
Sidang Umum Ke-38 AIPA kali ini akhirnya meniadakan pertemuan Komisi Politik karena tidak berhasil mencapai konsensus agenda yang akan dibahas. Selain usulan resolusi mengenai Rohingya, delegasi DPR RI juga mengusulkan resolusi mengenai penanganan sampah plastik di laut, penguatan kapasitas AIPA serta resolusi mengenai pertumbuhan inklusif dan berbasis ekonomi untuk penguatan Masyarakat Ekonomi ASEAN. Ketiga resolusi tersebut disetujui untuk dibahas di Komisi Sosial, Komisi Ekonomi dan Komisi Organisasi.
Sementara itu Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon yang juga Ketua delegasi parlemen Indonesia dalam Sidang Umum ke-38 AIPA menyampaikan agar parlemen negara-negara ASEAN memberikan sikap atas tragedi kemanusiaan yang menimpa etnis Rohingya di Myanmar.
Namun usulan resolusi tersebut sempat mendapat penolakan keras dari Myanmar. Sehingga mengakibatkan Sidang harus di-skors untuk memberikan waktu bagi tuan rumah memfasilitasi negosiasi antara Indonesia dan Myanmar.
"Kami sebenarnya sangat terbuka kepada Myanmar untuk mengkoreksi dan memperbaiki draf resolusi itu, jika mereka keberatan dengan redaksi awal yang kami bawa. Jika mereka keberatan dengan nada kecaman terhadap aksi kekerasan atas etnis Rohingya, kami telah mengusulkan untuk memperlunak resolusi tersebut menjadi resolusi atas krisis kemanusiaan di Myanmar," tutur Fadli Zon usai pertemuan pertemuan Komite Eksekutif AIPA, Manila, Filipina, Senin (18/9).
Hanya saja Myanmar menolak. Myanmar menyebut tak ada krisis kemanusiaan di Myanmar. Delegasi Indonesia yang terdiri dari Nurhayati Ali Assegaf, Juliari P. Batubara, S.B. Wiryanti Sukamdani, H. Firmandez, Andi Achmad Dara, Sartono Hutomo, Lucky Hakim, Abdul Kadir Karding, Mahfudz Abdurrahman, dan Achmad Farial sempat mencoba nmenawarkan jalan tengah dengan rancangan resolusi yang dimodifikasi menjadi isu humanitarianism di Asia Tenggara.
Tetapi delegasi Myanmar tetap menolak. Bahkan usulan Presiden AIPA, Pantaleon D. Alvarez agar delegasi parlemen Myanmar membuat draft resolusi sendiri atas isu Rohingya pun tidak mendapat persetujuan dari pihak Myanmar.
Seperti diketahui bahwa isu Kemanusiaan Rohingya ini membuat pertemuan Komite Eksekutif AIPA berbeda pendapat selama bertahun-tahun. Kali ini AIPA harus menggelar pertemuan Komite Eksekutif hingga dua kali karena deadlock dan tidak mencapai konsensus terhadap usulan Indonesia tentang isu Rohingya. (rm)Sikap Parlemen Indonesia di AIPA Ada Pemusnahan Etnis Rohingya
Sabtu, 16/09/2017 19:30 WIBPimpinan delegasi Indonesia di ASEAN Inter-Parliamentary Assembly (AIPA) ke-38, Fadli Zon, secara terbuka menyinggung tragedi kemanusiaan di Myanmar. Di depan delegasi Myanmar dan Presiden AIPA Pantaleon D Alvarez, Fadli menyatakan sikap politis yang diusung delegasi Indonesia.
Ia menyebut persekusi etnis Rohingya di Myanmar mempengaruhi negara tetangga dan membawa pada kemunduran. "Ketika sepertiga populasi Rohingya harus melarikan diri dari negaranya sendiri karena ketidakadilan dan kekerasan, tidak ada istilah yang lebih tepat menyebut ini selain pemusnahan etnis dan pelanggaran berat terhadap HAM," tegas Fadli di Hotel Shangri-La Makati, Manila, Filipina, Sabtu (16/9).
"Kami mendesak semua pihak untuk menghormati peraturan perundangan, menjalankan tindakan menahan diri secara maksimal, dan menghentikan kekerasan yang sedang berlangsung terhadap Rohingya di Negara Bagian Rakhine," imbuh Wakil Ketua DPR RI itu.
Dalam agenda pernyataan sikap ini pula, Myanmar langsung menjawab kritik dan desakan Indonesia. Konsisten dengan jawaban sebelumnya, ketua delegasi Myanmar T Khun Myatt menyampaikan masalah ini sedang ditangani internal negara mereka.
"Mohon menunggu dan jangan terburu-buru dalam menilai kondisi di negara kami. Sudah ada kebijakan yang diambil pimpinan Myanmar," balas T Khun Myatt dalam pernyataan sikap parlemen Myanmar.
Saat acara ini berlangsung, Ketua Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) Nurhayati Ali Assegaf juga aktif melakukan lobi pada delegasi negara ASEAN lainnya, termasuk Myanmar.
"Saya sendiri sudah menemui (delegasi) Myanmar, saya lobi juga. Saya minta supaya mereka baca draf yang baru. Mereka harus buka, karena kita Indonesia kan mau membantu. Selama ini kan Indonesia yang membantu mereka. Jadi nanti kita minta di executive committee mereka membaca dan bersedia untuk membuka diri," ucap Nurhayati di tengah acara.
Dia menambahkan soal apresiasi untuk Indonesia dari hampir seluruh negara yang hadir. Bukan hanya dari ASEAN, tapi juga dari negara observer yang hadir, seperti Jerman dan Uni Eropa.
Sekitar pukul 6 petang waktu setempat, pembahasan resolusi agenda politik akan kembali dibuka. Di dalamnya akan kembali digodok delapan usulan resolusi yang akan dibahas dalam AIPA. Termasuk rancangan ´Resolusi Memperkuat Upaya Parlemen Mengatasi Isu Kemanusiaan di ASEAN´ yang diusulkan Indonesia dengan Malaysia.
(dtc/mfb)Harapan Pengungsi Rohingya pada Pemerintah Indonesia
Sabtu, 16/09/2017 18:40 WIBBeberapa pengungsi Rohingya yang bermukim di Indonesia hadir dalam aksi 169 tadi. Salah satu dari mereka bercerita tentang kondisi di Rakhine State, Myanmar.
"Sekitar 1.000 anak menderita. Mereka butuh bantuan air bersih dan lain-lain," kata salah seorang pengungsi Rohingya bernama Karimullah di Bundaran Patung Kuda, Jakarta Pusat, Sabtu (16/9).
Karimullah berhasil kabur dari Rakhine State 7 tahun lalu. Dia lari ke Indonesia bersama sejumlah saudara senasibnya.
Pada waktu itu, ada sekitar 4.000 pengungsi menuju Bangladesh. Banyak wanita dan anak-anak yang hidup menderita. Ia menyebut dulu warga Rohingya ada 7 juta di Myanmar, sekarang tinggal 7.000.
Karimullah lantas menyebut ada upaya penghilangan etnis oleh pemerintah Myanmar. Dia kemudian memohon bantuan kepada Indonesia.
"Mereka selalu minta tolong, kami minta Pemerintah Indonesia bantu di sana. Mereka nggak minta apa-apa, mereka hanya minta keselamatan nyawa. Yang penting selamatkan nyawa," ungkapnya.
Sementara itu Ketum Partai Gerindra Prabowo Subianto disela aksi bela Rohingya berkali-kali menyatakan Indonesia harus kuat di dalam dulu sebelum membantu yang membutuhkan. Pernyataan ini disampaikan Prabowo terkait pengungsi Rohingya.
Dia juga menilai bantuan yang dikirimkan Indonesia untuk pengungsi Rohingya sebagai bentuk dari pencitraan. Pernyataannya itu disetujui oleh Amien Rais.
"Percaya sama saya, kalau kita kuat, kaum Rohingya kita bantu. Kalaupun kita sekarang kirim bantuan, menurut saya, itu pencitraan. Kirim bantuan pun tak sampai kadang-kadang," kata Prabowo.
"Jadi Saudara-saudara, di sini saya harus kasih tahu supaya tidak emosional. Kita harus tunjukkan Islam yang tenang, Islam yang melindungi semuanya," imbuhnya. (dtc/mfb)
Denda Persib Soal Rohingya PSSI Dinilai tak Punya Solidaritas Kemanusiaan
Sabtu, 16/09/2017 07:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Anggota komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah mengatakan, keputusan PSSI mendenda Persib Bandung atas aksi koreografi bobotohnya dalam mendukung Rohingya menunjukkan PSSI tak punya rasa solidaritas kemanusiaan. Sanksi itu, kata Ledia, patut dipertanyakan.
"Saya perlu mengingatkan PSSI, apa sih inti sebenarnya dari event olahraga? Untuk menjunjung tinggi sportivitas dan solidaritas bukan? Maka, aksi bobotoh terkait pembuatan koreografi Save Rohingya adalah bukti bahwa bobotoh punya solidaritas kemanusiaan. Solidaritas pada sebuah aksi kekerasan yang melanggar hak asasi manusia," ujarnya seperti dikutip dpr.go.id, Jumat (15/9).
Anggota legislatif dapil Kota Bandung dan Kota Cimahi ini meminta PSSI jangan gegabah dalam menjatuhkan sanksi. "Gegabah sekali kalau aksi solidaritas pada kemanusiaan dianggap salah. Kesalahan itu justru saya lihat ada pada gampangnya PSSI mengkaitkan aksi koreografi ini sebagai tindakan politis bahkan SARA," tambahnya.
Krisis Rohingya, papar politisi PKS ini, sudah menjadi isu internasional. Berbagai negara sudah menunjukkan kecaman resmi, bahkan badan dunia PBB juga secara tegas melihat kasus Rohingya sebagai pembantaian etnis, yang lingkupnya adalah kejahatan atas kemanusiaan.
Dengan demikian, kata Ledia, tidak selayaknya PSSI kemudian membelokkan solidaritas kemanusiaan yang dilakukan bobotoh laksana aksi politik dan SARA. "Sila kedua Pancasila ´Kemanusiaan yang Adil dan Beradab´ telah menegaskan kebeperihakan kita akan perlunya menegakkan keadilan kemanusiaan. Kalau PSSI menganggap aksi solidaritas kemanusiaan sebagai kesalahan, apa ini bukan berarti PSSI tengah mencederai nilai-nilai Pancasila?" tanya Ledia.
"Keberpihakan, solidaritas pada kemanusiaan, pada penegakan kemanusiaan yang adil dan beradab bukan kesalahan. Saya harap PSSI segera merevisi keputusannya mendenda Persib. Tidak usah malu. Justru kalau PSSI bersikeras dengan keputusannya akan membuat orang bertanya: sebenarnya PSSI mau menunjukkan keberpihakan pada apa dengan mengganggap aksi koreografi "Save Rohingya" sebagai kesalahan?" tegasnya. (mag)Resolusi Krisis Rohingya akan Dibawa ke AIPA
Rabu, 13/09/2017 08:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR akan membawa resolusi terkait krisis kemanusiaan Rohingya di wilayah Rakhine, Myanmar ke Sidang Asean Inter-Parliamentary Assembly (AIPA). Sidang AIPA tersebut akan diselenggarakan pada 15-19 September 2017 di Filipina.
Ketua BKSAP Nurhayati Ali Assegaf mengatakan, kejahatan kemanusiaan di Myanmar sudah harus dihentikan. "Karena itu, dalam resolusi yang akan diusung, DPR meminta AIPA membentuk tim ad hoc dari anggota parlemen negara Asean," kata Nurhayati usai menerima perwakilan UNHCR Indonesia Thomas Vargas di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (12/9), seperti dikutip dpr.go.id.
Nurhayati menegaskan, tim inilah yang akan proaktif mendesak pemerintah Myanmar menghentikan kekerasan kemanusiaan terhadap etnis Rohingya di Rakhine. "Jadi itu resolusi yang kita perjuangkan nanti dan akan dipimpin langsung Watua DPR Fadli Zon," papar Nurhayati.
Selain itu, melalui diplomasi parlemen, Nurhayati yang juga selaku Presiden International Humanitarian Law mendorong semua parlemen negara yang tergabung dalam IPU untuk ikut membantu menyelesaikan bencana kemanusiaan atau ethnics cleansing Rohingya. Indonesia, kata Nurhayati, khawatir khawatir jika konflik ini tidak dicegah maka bisa menjadi konflik regional."Jangan dianggap konflik ini, hanya konflik Myanmar. Karena itu, meskipun mereka jauh dan tidak terlibat langsung, tetapi parlemen semua negara harus ikut membantu bagaimana menyelesaikan ini. Ikut membantu pemikiran, memberikan bantuan dan membantu pencegahan terulangnya kembali kejahatan terjahap kemanusiaan," tegas Nurhayati.
Nurhayati menambahkan dalam waktu dekat BKSAP DPR bersama UNHCR akan berkunjung ke Bangladesh untuk melihat langsung kondisi di tempat pengungsian. "Insya Allah, kami akan ke Bangladesh mengunjungi para pengungsi. Karena kita tahu bahwa PBB sudah mengeluarkan pernyataan bahwa apa yang terjadi di Myanmar adalah ethnic cleansing, artinya ini tidak bisa dibiarkan," katanya. (mag)TPF PBB untuk Rohingya Minta Myanmar Buka Akses
Sabtu, 09/09/2017 09:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Dewan HAM Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) telah membentuk Tim Pencari Fakta (TPF) untuk mengusut pelanggaran HAM atas krisis kemanusiaan yang dialami etnis Rohingya di Rakhine, Myanmar. Diangkat sebagai Ketua TPF PBB untuk Myanmar adalah Marzuki Darusman.
Marzuki menegaskan, TPF ini akan turun langsung untuk mencari fakta terkait pelanggaran HAM ke warga Rohingya. Karena itu, Marzuki Darusman berharap Pemerintah Myanmar membuka akses agar timnya bisa mengumpulkan data tentang dugaan pelanggaran HAM terhadap etnis Rohingya di Rakhine State.
Pasalnya hingga saat ini pihak TPF belum bisa memasuki wilayah Myanmar. "Tim masih dalam proses mengupayakan untuk sampai di wilayah Myanmar, kami meminta pengertian Myanmar untuk membuka akses dengan harapan dalam 10 hari kita sudah dapat gambaran sementara mengenai keadaan di sana," kata Marzuki saat menghadiri pengajian bulanan di gedung PP Muhammadiyah, Jl Menteng Raya No 62, Jakarta Pusat, Jumat (8/9).
Marzuki menjelaskan, tugas TPF tak hanya akan meneliti di wilayah Rakhine tempat terjadinya konflik Rohingya. Tapi juga di wilayah sekitar Myanmar yang terkena dampak kejadian ini.
Hingga kini, dia berharap Pemerintah Myanmar dapat memberikan akses bagi TPF untuk bekerja. Marzuki menilai permasalahan Rohingya bukan lagi menjadi masalah domestik, melainkan internasional.
"Dalam 1-2 tahun terakhir ini, masalah yang terjadi sudah melimpah di luar Myanmar dan sekitarnya. Maka masalah ini tidak bisa dipandang lagi sebagai masalah domestik, tapi internasional. Yang sekarang inilah memerlukan kerja sama dari semua pihak," paparnya.
Menurutnya, TPF diberi mandat hingga Maret 2018. Selanjutnya TPF memberikan rekomendasi serta kesimpulan kepada Dewan HAM yang akan dilanjutkan oleh PBB.
"Itu harus menjadi kesimpulan, nggak bisa menjadi pangkal analisa. Karena itu, tim belum bisa menyimpulkan sesuatu yang kita peroleh adalah himpunan informasi selama 15 tahun dan sudah lama PBB menangani permasalahan ini sehingga pembentukan TPF ini sebetulnya terjadi pada ujung yang sekarang ini bukan sesuatu yang baru," tuturnya.
Pengajian bulanan PP Muhammadiyah mengambil tema kebijakan politik dan bantuan kemanusiaan bagi Rohingya. Turut hadir dalam acara itu Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid.
Marzuki memastikan TPF akan mengumpulkan fakta-fakta yang menguatkan dugaan pelanggaran HAM ke etnis Rohingya. TPF akan menyoroti akuntabilitas lembaga yang bertanggung jawab terhadap kejadian tersebut.
Marzuki mengatakan TPF akan mulai bekerja dengan memetakan ruang lingkup wilayah yang akan diteliti, yakni Myanmar dan Rakhine. Tak hanya itu, TPF juga akan melihat pola kejadian kejahatan HAM tersebut berdasarkan fakta di lapangan.
"Fakta yang dikumpulkan dari lapangan dan kebijakan pemerintah. Tim wajib melaporkan tidak saja fakta per kejadian peristiwa. Tetapi juga pola kejadian dan pola pemikiran. oleh karena itu, dibutuhkan jangka waktu 5 tahun belakang dimulai sejak 2010," terang Marzuki.
Marzuki mengatakan TPF sudah mulai bekerja sejak pekan lalu. TPF mengumpulkan berbagai sumber informasi mengenai gambaran Rakhine mulai dari laporan Mantan Sekjen PBB, lembaga PBB yang berlokasi langsung di Myammar hingga laporan sejumlah lembaga HAM internasional. Pihaknya juga akan mengirimkan peneliti dalam dua minggu ini.
"Tim ini bekerja mulai bekerja dari mantan sekjen PBB, yang diminta oleh pemerintah Myanmar untuk melakukan penilaian umum mengenai keadaan dan nasehat. Laporan ini telah keluar bulan Agustus dan September, menjabarkan saat ini Myanmar mengalami krisis pembangunan, krisis HAM, dan krisis keamanan," kata Marzuki. (dtc/mag)
Aksi Bela Rohingya di Kedubes Myanmar Diwarnai Kericuhan
Rabu, 06/09/2017 18:10 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Aksi unjuk rasa solidaritas untuk krisis Rohingya yang digelar didepan Kedutaan Besar Myanmar di Jalan Agus Salim, Menteng diwarnai kericuhan. Massa sempat membakar bendera Myanmar dan berusaha menerabas pagar berduri yang dipasang di depan Kedubes.
Kericuhan berawal ketika sejumlah pengunjuk rasa berteriak-teriak memprovokasi massa lainnya, sekitar pukul 16.40 WIB.
"Maju, serang Myanmar," ujar pria tersebut memprovokasi massa, Rabu (6/9).
Sejumlah massa yang tengah berorasi di lokasi pun sempat terprovokasi. Sejumlah orang mencoba menerobos kawat berduri. Massa juga tampak melemparkan benda ke arah petugas kepolisian yang tengah berjaga dan mengamankan aksi.
Melihat eskalasi aksi massa yang meningkat petugas keamanan sigap membentuk blokade dan memasang tameng pengaman, lalu menyemprotkan air dengan water cannon kearah massa yang mulai merangsek mendekati gerbang kedutaan, sehingga terjadi kericuhan.
Kericuhan baru bisa reda sekitar lima menit kemudian. Polisi masih bersiaga di lokasi dengan membuat blokade. Sejumlah anggota Laskar Pembela Islam ikut menenangkan massa. Massa juga sempat melantunkan selawat untuk membuat situasi kembali tenang. Tampak Kapolres Jakarta Pusat Kombes Suyudi Ario Setyo berusaha menenangkan massa di lokasi. (dtc/rm)Setelah Myanmar, Menlu ke Bangladesh Bahas Masalah Rohingya
Rabu, 06/09/2017 08:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Menteri Luar Negeri Retno Marsudi meneruskan safari internasionalnya untuk penyelesaian masalah Rohingya dengan melakukan kunjungan ke Bangladesh. Selasa (5/9) Retno bertolak dari Myanmar menuju Dhaka.
Retno langsung menuju Bangladesh setelah bertemu Panglima Angkatan Bersenjata Myanmar Jenderal U Min Aung Hlaing dan menyampaikan proposal penyelesaian konflik di Rakhine State kepada State Counsellor Daw Aung San Suu Kyi, di Nay Pyi Taw, Myanmar.
Akun twitter resmi Kemlu RI @Portal_Kemlu_RI, mengunggah video saat Menlu Retno Marsudi didampingi Dubes RI di Myanmar Ito Sumardi meninggalkan ruang VIP Bandara Internasional Yangon menuju ke pesawat yang akan membawanya ke Dhaka. Menurut akun twitter resmu Kemlu RI itu, selama di Dhaka, Retno Marsudi yang mendapatkan tugas khusus dari Presiden Joko Widodo itu dijadwalkan akan bertemu dengan Perdana Menteri (PM) Bangladesh Sheikh Hasina dan Menlu Abul Hassan Mahmood Ali, M.
Diperkirakan, pembicaraan antara Retno Marsudi dengan Menlu dan PM Bangladesh akan menyinggung nasib warga Rohingya yang menjadi korban kekerasan di Rakhine State, Myanmar. Sebelumnya Retno telah menerima telepon dari Menlu Iran Mohammad Javad Zarif, yang juga membahas mengenai situasi di wilayah konflik Rakhine State, Myanmar.
Dalam kesempatan itu, Javad Zarif menyampaikan keprihatinannya atas perkembangan situasi di Rakhine State. Sementara pada Senin (4/9) malam, Retno Marsudi telah bertemu dengan Duta Besar negara-negara ASEAN dan beberapa negara sahabat lainnya, di Yangon, guna membahas memanasnya situasi di Rakhine State.
Sebagaimana diketahui saat bertemu dengan State Counsellor Daw Aung San Suu Kyi, di Kantor Kepresidenan Myanmar, Nay Pyi Taw, Myanmar, Senin (4/9) kemarin, Menlu Retno Marsudi menyampaikan usulan Indonesia yang disebut Formula 4+1 untuk Rakhine State.
Empat elemen ini terdiri dari: (i) mengembalikan stabilitas dan keamanan; (ii) menahan diri secara maksimal dan tidak menggunakan kekerasan; (iii) perlindungan kepada semua orang yang berada di Rakhine State, tanpa memandang suku dan agama; dan (iv) pentingnya segera dibuka akses untuk bantuan kemanusiaan.
"Empat elemen pertama merupakan elemen utama yang harus segera dilakukan agar krisis kemanusian dan keamanan tidak semakin memburuk," jelas Retno. Sedangkan satu elemen lainnya adalah pentingnya agar rekomendasi Laporan Komisi Penasehat untuk Rakhine State yang dipimpin oleh Kofi Annan dapat segera diimplementasikan. (mag)