-
DPR: Partai Lolos Verifikasi tak Perlu Verifikasi Ulang
Selasa, 29/08/2017 08:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Komisi II DPR meminta agar partai yang sudah lolos verifikasi tak perlu lagi mengikuti proses verifikasi. Anggota Komisi II DPR RI Sirmadji mengatakan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) jangan melampaui undang-undang dalam membuat Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) tentang pendaftaran, verifikasi dan penetapan partai politik peserta pemilihan umum Anggota DPR dan DPRD.
Dalam PKPU itu mengatur agar semua partai politik melakukan verifikasi ulang, baik yang sudah terverifikasi maupun partai baru. Sementara di UU Pemilu dikatakan, partai politik yang sudah lolos verifikasi tak perlu verifikasi ulang.
Karena itu, kata Sirmadji, pihaknya tidak menyetujui peraturan KPU tersebut. "Norma yang mengatur verifikasi kan sudah tegas, KPU harus mentaati. Partai politik yang sudah lolos verifikasi tidak perlu diverifikasi ulang, jangan disamakan dengan partai politik baru. Peraturan ini kan sudah tegas ada dalam UU," ujar Sirmadji di sela-sela RDP Komisi II dengan KPU dan Bawaslu di Gedung Nusantara II DPR, Senayan, Jakarta, Senin (28/8) seperti dikutip dpr.go.id.
Lebih lanjut politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menjelaskan KPU membuat aturan memverifikasi semua parpol, salah satunya agar tidak ada kepengurusan yang ganda. "Masalah kegandaan pengurus sudah diatur di Pasal 173 Ayat (2). Lagi pula kalau ada kegandaan pengurus KPU tinggal ke DPP untuk meminta klarifikasi," jelasnya.
Hal senada disampaikan anggota Komisi II Rufinus Hotmaulana Hutauruk mengatakan KPU jangan membuat peraturan yang multi tafsir atau bertentangan dengan perturan lebih tinggi. "Buat apa partai politik yang sudah lolos verifikasi harus diverifikasi ulang. Di UU juga sudah jelas parpol yang sudah terverifikasi tahun lalu tidak perlu. bukan verifikasi mungkin lebih tepat mendaftar saja," jelasnya. (mag)Ini Dia Tahapan Verifikasi Parpol Peserta Pemilu 2019
Sabtu, 26/08/2017 07:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Tahapan pendaftaran dan verifikasi partai politik peserta Pemilu 2019 akan dimulai pada Oktober 2017. Anggota Komisi II DPR RI Hetifah Sjaifudian menjelaskan bahwa ketentuan verifikasi parpol peserta Pemilu termasuk yang menjadi sorotan. Hal ini dikarenakan adanya pihak-pihak yang ingin menguji materi ketentuan pasal yang mengatur verifikasi parpol baru peserta Pemilu.
"Soal ketentuan verifikasi parpol baru dalam UU No. 7 tahun 2017 tentang Pemilu memang ada beberapa pihak yang keberatan dan akan mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi. Kita serahkan proses ini di MK," kata Hetifah, seperti dikutip dpr.go.id, Jumat (25/8).
Seperti diketahui, ketentuan tentang verifikasi Parpol baru peserta Pemilu 2019 diatur dalam Pasal 173 Ayat (1) dan (2) UU No. 7 tahun 2017 tentang Pemilu. Adapun Parpol yang telah lolos verifikasi (dalam hal ini parpol yang ikut Pemilu sebelumnya) tidak perlu diverifikasi ulang dan ditetapkan sebagai parpol peserta Pemilu, sebagaimana diatur pada Pasal 173 Ayat (3).
Politisi Partai Golkar ini menjelaskan bahwa jika ada pihak yang menguji materi tidak akan menganggu tahapan Pemilu. Menurutnya semua tahapan Pemilu tetap berjalan.
"Tahapan Pemilu tetap berjalan. Termasuk soal pendaftaran dan verifikasi parpol baru. Ini tadi kita rapat membahas PKPU tentang jadwal. Untuk pendaftaran dimulai 3-16 Oktober 2017. Setelah itu KPU akan melakukan penelitian administratif pada 17 Oktober hingga 15 November 2017," jelas Hetifah.
Hetifah menambahkan bahwa KPU akan mengumumkan parpol peserta Pemilu serentak 2019 pada Februari 2018. Draf PKPU tentang tahapan Pemilu serentak masih dibahas oleh KPU dan Komisi II. Kemungkinan adanya perubahan masih terbuka.
"Dalam draf PKPU tentang verifikasi, KPU menjadwalkan verifikasi parpol dilakukan pada Desember 2017 hingga Februari 2018. Setelah itu penetapan parpol peserta pada 17 Februari 2018," jelas Hetifah. (mag)Penghitungan Suara Beda Hari Rentan Kecurangan
Jum'at, 25/08/2017 08:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Wakil Ketua Komisi II DPR Lukman Edy menegaskan, rekapitulasi hasil penghitungan suara dalam Pemilihan Umum (Pemilu) rawan kecurangan jika dilakukan pada hari yang berbeda dengan hari pencoblosan. Karena itu dia menegaskan, rekapitulasi ppenghitungan harus dilakukan di hari yang sama.
"Rekapitulasi berganti hari menurut saya rawan kecurangan. Oleh karena itu saya berharap rekapitulasi harus dilakukan hari itu juga, meskipun harus sampai malam. Hal itu untuk menghindari kecurangan-kecurangan saat rekapitulasi" kata Lukman Edy, dalam rapat dengar pendapat Komisi II dengan Bawaslu dan KPU, di ruang rapat Komisi II, Gedung Nusantara DPR, Senayan Jakarta, Kamis (24/8).
Pada kesempatan itu, Lukman juga menyetujui permintaan KPU untuk menambah bilik suara, hal tersebut untuk menghemat durasi waktu saat pemungutan dan penghitungan suara. "Meskipun untuk itu dana yang harus dikeluarkan juga bertambah," katanya.Menanggapi permintaan itu, Ketua KPU Arief Budiman mengatakan, dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 413 sudah ditetapkan durasi rekapitulasi pemilu, dimana sampai tiitk kabupaten selama 20 hari setelah pemilu, provinsi 25 hari dan 30 hari di tingkat nasional. "Mungkinkah rekapitulasi dilakukan satu hari? Saya rasa tidak mungkin, terlebih tanpa bantuan mesin. Terlebih lagi di kota-kota besar, DKI Jakarta saja satu kecamatan ada yang memiliki 400 TPS," katanya.
Terkait kekhawatiran terjadi kecurangan, Arief menepis kekhawatiran itu. "Apakah kotak suara itu aman? Ya aman, posisi kotaknya ditutup, dibuka satu per satu untuk mencatat hasil BAPnya atau B1 nya, bukan surat suaranya. Ini kan rekapitulasi, bukan penghitungan suara," jelas Arief. (mag)
KPU Diminta Segera Laksanakan Tahapan Pemilu
Rabu, 23/08/2017 08:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum (UU Pemilu) telah disahkan. Wakil Ketua Komisi II Riza Patria mengharapkan KPU dan Bawaslu bisa segera melaksanakan tahapan-tahapan peraturan pemilu tersebut.
"Harapan kami ini bisa segera selesai sehingga KPU dan Bawaslu bisa melaksanakan tahapan-tahapan pemilu 2019," ujar Riza, di ruang rapat Komisi II, Gedung Nusantara DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (22/8), seperti dikutip dpr.go.id.
Riza mengatakan, semua persoalan itu segera dirampungkan dalam beberapa hari ke depan sehingga aturan itu bisa menjadi pegangan untuk pelaksanaan pilkada 2018 dan pemilu 2019. Politikus Partai Gerindra itu yakin, KPU dan Bawaslu sudah sangat mengerti dan memahami serta berpengalaman dalam pelaksanaan pilkada dan pemilu.
Selain itu, kata dia, ada kurang lebih 20 item yang penting dan menjadi isu strategis. Termasuk kampanye, sosialisasi dan pelatihan saksi. "Tapi, kami yakini KPU Bawaslu tidak akan menghadapi masalah dan bisa dituangkan dalam peraturan KPU sehingga bisa dipahami oleh peserta pemilu,” paparnya.Sementara itu, Rapat pembahasan Peraturan KPU (PKPU) antara DPR dan KPU berjalan alot. DPR dan KPU pun kembali terlibat debat. Debat kali ini terkait dengan form C7 pemilih untuk Pemilukada.
Ada dua opsi terkait form C7 yang muncul dalam rapat. Form C7 sendiri merupakan daftar hadir pemilih. Form C7 ditujukan agar tak ada penyalahgunaan undangan pemilih (form C6).
"Ada usulan pertama (DPR ingin) tulis tangan plus tanda tangan. KPU mengusulkan cocokin nomor urut aja. Cuma kan sama sama-sama," ujar anggota Komisi II DPR Achmad Baidowi ."Mencocokkan orang di DPT (daftar pemilih tetap) 37, di sini (C7) mau nulis 37 itu juga problem. Menghapal jadi problem, menulis nama juga sama. Memakam waktu, sama-sama memakan waktu," imbuh pria yang akrab disapa Awiek itu.
Menurut Awiek, usulan DPR agar form C7 diisi dengan nama dan tanda tangan pemilih punya alasan kuat. Awiek mengatakan seringkali form C7 tak sesuai dengan daftar undangan pemilih. "Kita ingin antisipasi supaya daftar hadir sesuai yang hadir. Misal Gibran, Gibran yang hadir," tutur Awiek.
"Temuan kita di lapangan, contoh di tempat saya, TPS saya. Saya lihat seseorang warga sekitar tapi tak punya hak pilih. Dia menggunakan C6, undangan kakaknya, lolos. Petugas KPPS tak tahu namanya, hanya kenal muka, orang sekitar," sambung Awiek.
Meski demikian, Awiek mengatakan dalam PKPU tentang C7, ada usulan dari KPU untuk menggunakan KTP agar daftar hadir di form C7 sesuai undangan. Alasannya sama-sama baik, untuk menghindari penyalahgunaan hak pilih. "Tadi ada usulan di PKPU menunjukkan KTP atau tanda pengenal lain supaya seperti temuan yang saya temukan tak terjadi di Pilkada," pungkas Awiek.
Lebih lanjut, Awiek menyebut aturan form C1 atau rekapitulasi penghitungan suara di tingkat TPS serta form C6 sudah disepakati. "C7 yang belum clear," sebutnya. (dtc/mag)
Partai Lama Tidak Perlu Verifikasi, PSI Gugat UU Pemilu ke MK
Senin, 21/08/2017 17:00 WIB
JAKARTA, GRESNEWS.COM - Tidak ada verifikasi terhadap partai politik yang pernah ikut pemilu, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) ajukan judicial review UU Nomor 7/2017 tentang Pemilu.
Ketum PSI Grace Natalie mengatakan ada dua hal yang mereka gugat, yaitu soal verifikasi parpol peserta Pemilu dan keterwakilan perempuan di parpol.
"(Yang digugat) Pasal 173, tentang verifikasi parpol dan keterwakilan perempuan," ujarnya di Kantor KPU, Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Senin (21/8).
Grace mengatakan sesuai putusan MK, seharusnya semua parpol peserta Pemilu dilakukan verifikasi sebelum ditetapkan menjadi peserta Pemilu. Hal itu harus berlaku terhadap parpol baru maupun parpol yang telah ikut Pemilu. Alasannya, ada perubahan demografi seperti perpindahan penduduk dan penambahan provinsi serta kabupaten karena otonomi daerah.
"Semua partai harusnya diverifikasi sebelum menjadi peserta pemilu. Dasar logikanya jelas, ada perpindahan demografis penduduk. Kemudian, dibanding Pemilu lalu ada pertambahan provinsi menjadi 34. Kabupaten juga tambah 19. disini ada dinamika baru," tuturnya.
Selain susunan anggota dan kepengurusan partai, juga menjadi salah satu pertimbangan mengapa verifikasi parpol perlu dilakukan. Sebab, bukan tidak mungkin dalam 5 tahun ada pengurus partai yang pindah ke partai lain. Internal sebuah partai juga harus dilihat oleh KPU apakah ada dualisme kepengurusan atau konflik internal.
"Dinamika internal parpol juga berubah, ada partai punya problem di dalam. Untuk itu harus diverifikasi. Jadi peserta pemilu benar-benar siap, ada kantor, pengurus dan internal juga siap," tegasnya.
Grace juga melihat proses, verifikasi KPU terhadap semua parpol tidak akan membebani anggaran. Hal disampaikannya setelah sempat mediasi dengan komisioner KPU Hasyim Asy´ari. Ini membantah anggapan DPR yang menilai verifikasi dilakukan pada partai baru dengan alasan untuk penghematan anggaran.
Menurutnya dalam UU Pemilu tahun 2017 yang baru disahkan, verifikasi parpol diatur pada Pasal 173 ayat (3). Disebutkan, parpol yang telah lulus verifikasi dengan syarat sebagaimana yang dimaksud pada Ayat (2) tidak diverifikasi ulang dan ditetapkan sebagai partai politik peserta pemilu.
Adapun syarat dalam Ayat (2) di antaranya berstatus badan hukum sesuai dengan Undang-Undang tentang Parpol, memiliki kepengurusan di seluruh provinsi, memiliki kepengurusan di 75 persen jumlah kabupaten/kota di provinsi yang bersangkutan, dan memiliki kepengurusan di 50 persen jumlah kecamatan di kabupaten/kota yang bersangkutan. Selain itu juga ada sejumlah syarat lainnya. (dtc/rm)Parpol Peserta Pemilu 2019 Wajib Daftar ke KPU
Minggu, 20/08/2017 11:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Komisi Pemilihan Umum (KPU) mewajibkan seluruh partai politik peserta Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 untuk mendaftar ke KPU. Ketua KPU Arief Budiman mengatakan, bagi parpol lama yang telah lolos verifikasi, KPU akan memeriksa ada tidaknya perubahan di tubuh partai tersebut.
Sementara, bagi parpol baru, kata Arief, KPU akan memeriksa kelengkapan administrasi sekaligus fakta eksistensi parpol tersebut di masyarakat. "Menurut undang-undang, partai yang pernah diverifikasi dan dinyatakan lolos itu tidak diverifikasi. Tapi pasal berikutnya, setiap peserta Pemilu harus daftar ke KPU. Sampai saat ini memutuskan untuk semua partai wajib daftar ke KPU," ujar Arief di sela kegiatan simulasi nasional pemungutan dan penghitungan suara di Kelurahan Sindang Sono, Sindang Jaya, Kabupaten Tangerang, Banten, Sabtu (19/8).
Di tubuh parpol lama, Arief mencontohkan, perubahan mungkin terjadi dari sisi kepengurusan dan alamat kantor. "Itu harus di-update," imbuh dia.
Sementara itu, parpol baru harus benar-benar diperiksa secara administrasi dan faktual di lapangan, karena belum pernah memiliki rekam jejak di KPU. "Kalau partai baru kita akan cek administrasi sekaligus faktual karena kan belum pernah (diverifikasi)," sambung Arief.
KPU juga mewajibkan semua parpol baik lama maupun baru, melaporkan kepengurusannya di provinsi atau kabupaten/kota hasil pemekaran wilayah. Contohnya Kalimantan Utara.
"Perintah undang-undang, partai harus punya kepengurusan di 100 persen provinsi, maka yang provinsi terakhir itu harus diverifikasi juga. Maka partai lama maupun partai baru untuk wilayah baru, yang belum pernah diverifikasi, dia harus ikut diverifikasi secara administrasi dan faktual," terang Arief. (dtc/mag)
PKB Ingatkan Golkar Soal Prediksi Kemenangan Jokowi di 2019
Minggu, 20/08/2017 08:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar mengatakan, prediksi Golkar yang menyebutka peluang Joko Widodo menang dengan suara lebih dari 65% di Pilpres 2019, terlalu dini. Dia menegaskan, Pilpres 2019 masih terlalu jauh.
"Ya itu yang memang diharapkan, tetapi jangan tergesa-gesa ngomongin Pilpres lah. Nanti banyak penumpang gelap," ujar Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar kepada wartawan di Kota Tua Jakarta, Tamansari, Jakarta Barat, Sabtu (19/8).
Cak Imin, menegaskan, sejak awal awal, PKB mendukung Jokowi dan bukan penumpang gelap. Namun, Cak Imin belum menentukan apakah PKB akan mendukung Jokowi atau tidak. Dia tidak mau mengganggu kerja presiden dengan deklari calon presiden. "Belum waktunya (deklarasi dukungan), jangan ganggu konsentrasi presiden," ucap Cak Imin.
Sebelumnya Sekjen Golkar Idrus Marham optimistis Jokowi memenangi Pilpres dengan perolehan suara di atas 65 persen. Selain itu, Golkar semakin mantap mengusung Jokowi dalam Pilpres 2019.
"Jokowi untuk maju dalam pilpres harus ada nilai tambahnya, Golkar masuk ada nilai tambahnya. Apa nilai tambahnya? Bahwa Jokowi pada Pemilu 2019 kemenangan Jokowi di atas 65 persen. Itu komitmen Partai Golkar. Maka dari itu, kita harus konsisten, kita harus fokus," ujar Sekjen Golkar Idrus Marham di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (18/8).
Idrus juga mendapatkan mandat dari Ketua Harian DPP Golkar Nurdin Halid. Dia dimandatkan supaya Golkar konsisten mendukung Jokowi sebagai capres 2019. "Saya sebagai Sekjen Partai Golkar dan kemarin juga ditugaskan dengan Nurdin Halid, maka kita fokus pada koalisi mendukung Jokowi sebagai capres 2019," tutur Idrus.
Idrus juga menanggapi soal isu dirinya masuk jajaran menteri kabinet. Ia menepis isu tersebut dan menegaskan Golkar tetap berkomitmen mendukung pemerintahan Jokowi-JK.
"Itu kan namanya isu, kok percaya? Kalau saya, Partai Golkar memberikan tugas kepada saya bagaimana agar kerja politik-politik Partai Golkar, kerja organisasi-organisasi Partai Golkar dalam rangka untuk mendukung program-program Jokowi-JK untuk mencapai prestasi, produktivitas kerja untuk satu rakyat, dan tentu nanti ada implikasinya dengan kebijakan partai untuk mendukung pencapresan Jokowi pada tahun 2019," tutur Idrus. (dtc/mag)
KPU Mulai Gelar Simulasi Pileg/Pilpres 2019
Sabtu, 19/08/2017 13:00 WIB
JAKARTA, GRESNEWS.COM - Komisi Pemilihan Umum (KPU) mulai melakukan sejumlah ´Simulasi Nasional Pemungutan dan Penghitungan Suara´. Kegiatan itu diadakan dalam rangka evaluasi sekaligus persiapan menghadapi Pemilu serentak yang akan diselenggarana tahun 2019.
Salah satu lokasi simulasi itu digelar di lapangan sepakbola Kelurahan Sindang Sono, Kecamatan Sindang Jaya, Kabupaten Tangerang, Banten. Masyarakat juga antusias mengikuti simulasi yang diadakan sejak pukul 08.00 wib, dengan mengikuti prosedur pemungutan suara layaknya Pemilu sungguhan.
Komisioner KPU Ilham Saputra mengatakan pihaknya sebenarnya ingin mencari apa saja yang perlu dilakukan perbaikan dalam proses pemungutan dan penghitungan suara.
Menurutnya, hal yang perlu diperhatikan KPU sebagai bahan kajian menyusun Peraturan KPU (PKPU) seperti pengiriman logistik dan proses pemungutan suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS). Dalam Pemilu serentak 2019, KPU akan menyediakan 5 bilik suara.
"Masyarakat siap tidak sih dalam memilih 5 calon? Sebelumnya kan 4 yang mereka pilih. Kita ingin tahu berapa lama mereka di TPS sehingga kita bisa mengantisipasi kira-kira dari jam 7 (pagi) sampai jam 1 (siang) paling proper berapa orang per-TPS," ujar Ilham, Sabtu (19/8).
Ilham mengatakan perhitungan waktu itu penting agar pihaknya bisa melakukan pengaturan dalam PKPU. Serta perapa jumlah peserta per-TPS yang tepat untuk Pileg, Pilpres 2019.
Selain sebagai bahan evaluasi dan kajian KPU tentang pelaksaan pemungutan suara. Simulasi ini sekaligus untuk mensosialisasikan kotak suara transparan untuk Pemilu 2019. Serta untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat bagaimana cara memilih di pileg, pilpres yang dilaksanakan 2019. (dtc/rm)Demokrat Kritik Jokowi Terkait PT 20 Persen
Sabtu, 29/07/2017 10:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Partai Demokrat ikut melontarkan kritik kepada Presiden Joko Widodo terkait penetapan ambang batas pencalonan presiden oleh parpol peserta pemilu atau Presidential Threshold (PT). Sekretaris Fraksi PD Didik Mukriyanto mengatakan pernyataan Jokowi bahwa PT penting untuk menyederhanakan persoalan, tidak rasional.
"Sungguh menggelikan apa yang disampaikan Pak Jokowi terkait penetapan presidential threshold dalam UU Penyelenggaraan Pemilu. Menyederhanakan persoalan yang berbeda normanya dengan logika dan nalar yang sangat subjektif dan tidak rasional," ujar Didik Mukriyanto dalam keterangannya, Jumat (28/7).
Menurut Didik penetapan presidential threshold dalam Pemilu 2014 dan Pemilu 2019 sangat berbeda dalam hal norma, logika, dan implikasi struktur politik yang jadi landasan. Hasil Pileg 2014 yang lalu sudah tidak punya legitimasi untuk menetapkan aturan presidential threshold di Pemilu serentak 2019.
"Dengan melandaskan Pilpres 2019 kepada hasil Pileg 2014, memberikan makna bahwa siklus kepemimpinan nasional yang selama ini dalam ketatanegaraan dan konstitusi kita selama 5 tahun akan bisa begeser kepada siklus 10 tahun. Tentu kalau ini yang terjadi maka akan melanggar konstitusi kita," ujar Didik.
Demokrat memahami betul pembahasan UU Pemilu sepenuhnya ada di DPR dan Pemerintah. Namun, Didik mengatakan pasal ambang batas capres sebesar 20-25 persen merupakan ´pesanan´ Jokowi.
"Publik harus mengetahui bahwa RUU Penyelenggaraan Pemilu adalah inisiatif pemerintah. Dan dalam pembahasan, pemerintah lah yang sejak awal kukuh menginginkan presidential threshold 20-25%," sebut Didik.
PD tegas menolak ambang batas pengajuan capres 20 persen. Sebagai partai penyeimbang, Demokrat akan menjalankan tugas check and balances pelaksanaan dan kinerja pemerintah. Pengawasan ini agar pemerintahan tetap berjalan dalam koridor yang tepat.
"Dalam konteks pengelolaan negara yang berbasis good and clean governance agar tetap berjalan pada trek yang benar serta tidak melanggar konstitusi. Sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara, tidak perlu kebakaran jenggot dengan subjektivitasnya," cetus Didik.
Terakhir, Demokrat punya pesan untuk Jokowi dalam menjalankan pemerintahan. "Sebagai Presiden, sudah seharusnya Jokowi bisa memberikan pembelajaran dan legacy yang baik, cerdas, dan punya nilai edukatif apabila ingin menjadi negarawan," sindir Didik. (dtc/mag)
Diplomasi Nasi Goreng Demokrat-Gerindra
Jum'at, 28/07/2017 12:00 WIBMaka, meski diplomasi nasi goreng dilancarkan di kediaman SBY, di Cikeas, Jawa Barat, namun suasana kaku, ragu dan malu-malu, tetap tak bisa tercairkan. Hal itu tampak dari hasil pertemuan yang cenderung datar-datar saja dan normatif ala SBY seperti biasa.
Dana Pemilu Rp10 Triliun Diambil dari Anggaran Dana Mendesak
Rabu, 26/07/2017 13:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Pemerintah akan mengalokasikan dana sebesar Rp10 triliun dari pos anggaran dana mendesak untuk pendanaan Pemilihan Umum 2019. Jumlah dana anggaran mendesak itu sendiri menurut pihak Kementerian Keuangan total mencapai Rp25,5 triliun.
Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan Askolani menyebutkan, selain untuk pemilu, dana tersebut akan dialokasikan ke beberapa lembaga. "Salah satunya TNI, Polisi," kata Asokali di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (25/7).
Selain itu, ada juga dana yang dianggarkan untuk anggaran tambahan Asian Games sebesar Rp1,5 triliun, serta anggaran pertemuan IMF. Namun, Askolani memastikan, dana untuk pemilu, Asian Games, dan pertemuan IMF tidak lagi masuk ke dalam anggaran dana mendesak. "Asian games lain, dia mendesak juga tapi dari alokasi yang lain, dia dari awal sudah disiapkan," kata dia.
Sedangkan untuk pemilu, Askolani menyebutkan sudah terpisah lantaran Direktorat Jenderal Anggaran telah mendapat rincian perhitungan anggaran dari KPU dan Bawaslu. "Kemarin rencananya mendesak, tapi rupanya sudah ada alokasi rinciannya dari KPU dan Bawaslu, sehingga kita pindahkan ke KPU dan Bawaslu," tambah dia.
Sedangkan untuk pertemuan IMF, Askolani memastikan dianggarkan kurang lebih Rp1 triliun untuk 2018, dana tersebut berasal dari Bendahara Umum Negara (BUN) yang dialokasikan ke pagu anggaran Kementerian Keuangan. "Itu lewat BUN, nanti dimasukan ke Pagunya Kemenkeu, kalau enggak salah 2018, sekarang ini sudah ada sedikit kita pindahkan dari BUN ke Kemenkeu untuk persiapan itu tapi masih awal, yang agak gede di 2018," jelas dia.
Khusus untuk anggaran pertemuan IMF pada 2018, selain dari APBN sumber dananya juga berasal dari Bank Indonesia. Hanya saja dia tidak mengetahui berapa dana yang disediakan oleh bank sentral Indonesia. "Dari APBN dan dari BI, kalau BI kan gak masuk APBN, tapi nanti di 2018, sekarang sudah ada tapi persiapan awal, yang agak banyak tadi di 2018. Dari 2 itu saja," tutupnya. (dtc/mag).
KIPP: UU Pemilu Bentuk Arogansi Pemerintah
Selasa, 25/07/2017 09:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia menilai, pengesahan UU Pemilu yang memuat aturan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold--PT) 20% adalah bentuk arogansi pemerintah. "Lebih arogan lagi karena Presiden Joko Widodo malah mengatakan pihak yang merasa tidak puas dengan Undang-undang Pemilu yang disahkan dipersilakan melakukan langkah hukum," kata Plt Sekretaris Jenderal KIPP Indonesia Kaka Suminta, kepada gresnews.com, Selasa (25/7).
Dalam hal ini, kata dia, DPR juga bertindak arogan. Pasalnya, pembahasan RUU Pemilu antara DPR dan Pemerintah merupakan pembahasan yang bertele-tele dan tak mengindahkan kepentingan yang lebih besar selain kepentingan politik pembuat undang-undang. "Sehingga baik isi maupun agendanya menjadi tidak memenuhi kepentingan pemilu dan demokrasi di Indonesia," tegas Kaka.
Dia menilai, pengesahan UU Pemilu juga menjadi sia-sia. Alasannya, dari sisi waktu pengesahan UU tersebut telah kadaluarsa. Akibatya, beberapa agenda penting, seperti rekrutmen penyelenggara pemilu dan verifikasi parpol peserta pemilu tidak dilaksanakan melalui UU Pemilu yang baru. "Proses itu dilaksanakan dengan menggunakan UU lama, yang sudah tidak sesuai dengan kebutuhan dan kondisi politik saat ini," ujar Kaka.
Kemudian, dari sisi konten UU, banyak pasal yang krusial dan penting tetapi tidak dibahas dengan seksama, seperti soal peran serta masyarakat dalam pemilu, soal politik uang, soal sosial media yang sebenarnya sudah dirasakan menjadi permasalahan serius dalam pemilu. "Hal-hal penting tak dibahas dengan baik, dan tak memberikan alternatif perbaikan dalam pemilu dan demokrasi di Indonesia," tegas Kaka.
Dia mengatakan, apa yang disebut isu krusial oleh para pembuat undang-undang seperti soal daerah pemilihan, penambahan kursi DPR dan Presiden Threshold tak lain merupakan tarik-menarik kepentingan politik parpol dalam pelaksanaan pemilu, yang tak terkait langsung dengan kepentingan umum. "Namun pembahasan hal-hal itu memakan waktu dan energi yang sangat besar, dan memboroskan sumberdaya," terang Kaka.
Kaka menilai, disahkannya Presiden Threshold merupakan pasal yang paling bermasalah. "Karena jelas-jelas bertentangan dengan keputusan MK nomor 14 tahun 2013, sehingga bukan hanya inkonstitusional tetapi juga sebenarnya tak layak dibahas oleh DPR dan Pemerintah sejak awal," ujarnya.
Memperhatikan hal-hal tersebut di atas, maka KIPP Indonesia menilai, pembahasan RUU Pemilu merupakan pemborosan waktu dan sumberdaya, dengan hasil yang sangat mengecewakan. "Kita, perlu mengevaluasi batasan kewenangan pembuat undang-undang," kata Kaka.KIPP, kata Kaka, menilai UU Pemilu yang terbentuk merupakan UU yang kadaluarsa, karena tak bisa digunakan untuk pelaksanakan tahapan-tahapan pemilu yang sudah dan sedang berlangsung. "Pemerintah dan DPR perlu diminta pertangguangjawabannya terkait potensi buruk pelaksanaan dan kesinambungan demokrasi melalui apa yang mereka lakukan sebagai pembuat undang-undang," ujar Kaka.
Pembentukan UU pemilu dan pernyataan pemerintah merupakan arogansi kekuasaan dan potensial mengganggu masa depan demokrasi di Indonesia. Karena itu, kata Kaka, KIPP Indonesia, meminta kepada semua pihak yang peduli dengan demokrasi dan masa depan Indonesia untuk memikirkan agenda dan langkah untuk menyelematkan demokrasi Indonesia.
"UU Pemilu, kami nilai kadaluarsa dan berisi pasal-pasal yang tak sejalan dengan konstitusi, serta kesan arogansi pembuat undang-undang, yang potensial mengganggu pemilu dan kesinambungan dan poertumbuhan demokrasi di Indonesia," pungkasnya. (mag)
PKS-Gerindra Peercaya Diri Bisa Usung Capres
Senin, 24/07/2017 11:00 WIBJAKARTA, GRESNEWS.COM - Pasca pengesahan UU Pemilu yang mematok angka Presidential Threshold sebesar 20% kursi DPR, Jokowi diyakini bakal mulus menjadi capres di 2019. Pasalnya dengan dukungan dari Golkar, NasDem dan PPP, total perolehan kursi ketiga partai tersebut di DPR mencapai 29,46%.
Meski begitu, Gerindra dan PKS yang selama ini menjadi oposisi pemerintah tetap percaya diri bisa mengusung capres sendiri yaitu Prabowo Subianto lewat koalisi dua partai itu. Wakil Ketua Umum Gerindra Fadli Zon mengatakan, Prabowo juga sudah mengantongi tiket ke Pilpres 2019 dengan menggandeng PKS.
Perolehan kursi Gerindra di DPR sebesar 13,04% dan PKS 7,14%. Gabungan kedua partai itu menghasilkan 20,18% kursi dukungan untuk Prabowo. "Jadi kan syaratnya 20 persen dukungan kursi dan 25 persen suara. Gerindra dengan PKS cukup (Capreskan Prabowo)," kata Fadli Zon, Minggu (23/7).
Soal kemungkinan koalisi Gerindra dengan PKS, Fadli belum memberikan kepastian. Namun sejak Pilpres 2014 lalu hingga sekarang Gerindra dan PKS sudah terjalin dalam sejumlah kerjasama. Misalnya di Pilkada DKI. "Ini kan masih lama. Mungkin tahun depan (ada kepastian). Insya Allah Pak Prabowo siap maju Pilpres 2019," kata Fadli.
Sementara itu, peneliti dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes melihat peluang Gerindra dengan PKS berkoalisi di Pilpres 2019 cukup kuat. "Peluangnya (koalisi) 75 persen," kata Arya.
Meski Prabowo sudah mendapat cukup dukungan, Gerindra dan PKS harus berusaha menggaet PAN atau Demokrat. "Atau mungkin Gerindra dan PKS harus bisa menggaet dua-duanya (PAN dan Demokrat)," kata Arya. (dtc/mag)
PAN Membela Diri Saat Penentuan RUU Pemilu
Minggu, 23/07/2017 06:16 WIBPartai Amanat Nasional (PAN) telah memilih walk out (WO) saat paripurna penetapan RUU Pemilu pada Kamis (20/7) lalu namun enggan disebut tak seirama dengan kubu parpol pendukung pemerintah. Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan menjelaskan PAN hanya menginginkan pergantian dari sainte lague ke kuota hare.
"Bukan lain-lain. Saint lague diganti kuota hare, nah saya juga melalui pansus bertemu teman-teman partai koalisi pendukung pemerintah, itu kita minta. Satu saja," kata Zulkifli Hasan seusai menghadiri Harlah PKB ke 19 di Komplek DPR, Jakarta, Sabtu (22/7/2017).
Kuota Hare merupakan salah satu teknik penghitungan suara yang paling sering digunakan di Indonesia. Terdapat dua tahapan yang perlu dilalui untuk mengkonversi suara menjadi kursi melalui teknik penghitungan Kuota Hare. Pertama, menentukan harga satu kursi dalam satu daerah pemilihan dengan menggunakan rumus V (vote) per S (seat).
Kedua, menghitung jumlah perolehan kursi masing-masing partai politik dalam satu daerah pemilihan dengan cara jumlah perolehan suara partai di satu dapil dibagi dengan hasil hitung harga satu kursi.
Sedangkan, metode sainte lague murni menerapkan bilangan pembagi suara berangka ganjil seperti, 1, 3, 5, 7, 9, dan seterusnya. Metode sainte lague ini dalam melakukan penghitungan suara ini bersifat proporsional yaitu tidak ada pembedaan dan tidak memihak apakah itu partai kecil ataupun partai besar.
Zulkifli menjelaskan jika tetap memakai konversi suara sainte lague itu akan menyudutkan posisi PAN di parlemen. Untuk itu dia mendukung usul para kader PAN untuk mengganti dari saint lague ke kuota hare.
"Ini kan soal partai. Ini bukan soal lain-lain tapi ini soal hidup matinya partai. Kalau mendukung sainte lague saya bisa dimarahi kader. Abis nanti suaranya," kata Zulkifli.
Zulklifi menegaskan apa yang dilakukan PAN pada paripurna lalu bukan walk out melainkan abstain. Karena jika menyetujui metode konversi suara sainte lague itu akan membunuh partai PAN.
"Karena kita memang kalau sainte lague itu PAN ya bunuh diri. itu aja ya maklum. Oleh karena itu kami abstain, tolong diluruskan," ucap Zulklifi. (dtc/mfb)Pengesahan RUU Pemilu Sisakan Bara dalam Sekam
Jum'at, 21/07/2017 09:00 WIBTjahjo memastikan pelaksanaan Pemilu tetap berjalan. Meskipun nantinya UU Pemilu di-JR (judicial review).