JAKARTA, GRESNEWS.COM - DPR mempertanyakan keputusan pemerintah yang menjadikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) fluktuatif mengikuti pasar. Sebab, kebijakan menyerahkan harga BBM mengikuti harga pasar dinilai melanggar konstitusi.

Sebab putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada 15 Desember Tahun 2004 telah membatalkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 Pasal 28 ayat 2 tentang Minyak dan gas Bumi (Migas). UU Migas tersebut menyerahkan proses pembentukan harga eceran BBM dalam negeri sepenuhnya kepada mekanisme persaingan pasar.

"Keputusan MK jelas, pengelolaan harga BBM tak boleh mengikuti pasar karena kita tidak menganut pasar bebas untuk BBM," kata Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah di Kompleks Parlemen, Senayan, Senin  (5/1).

Putusan MK dianggap sebagai larangan penentuan harga BBM berdasarkan mekanisme harga pasar. Pembatalan ini didasari pertentangan pasal 28 ayat 2 UU Migas dengan UUD 1945 Pasal 33 yang intinya mengamanatkan cabang Sumber Daya Alam yang penting dikuasai negara untuk kepentingan rakyat.

Ia berharap ketentuan harga BBM dapat ditentukan melalui pembahasan bersama oleh pemerintah dan DPR. Pembahasan ini dapat dilakukan pada tiap masa persidangan pembahasan APBN dan APBNP.

Fahri meminta pemerintah untuk berhati-hati bermain dengan logika harga pasar. Sebab salah-salah dampaknya malah akan berbalik arah menjatuhkan pemerintahan.

"Mereka dapat dituduh melanggar konstitusi dan menyeret pemerintah ke dalam serangan politik yang merepotkan," katanya.

Sebelumnya Menteri ESDM, Sudirman Said mengumungkan perubahan harga BBM per 1 Januari kemarin dengan mengikuti harga pasar. "Bukan berarti pemerintah lepas tangan, pemerintah hanya atur cara harga BBM Umum," ujarnya.

Untuk minyak tanah pemerintah tetap menjual Rp2.500 per liter di seluruh Indonesia dan solar Rp7.250 per liter di seluruh Indonesia. BBM Premium (RON 88) khusus penugasan dihargai Rp7.600 per liter di luar Jawa, Madura dan Bali. Sedangkan untuk jenis BBM Umum Premium (RON 88) non subsidi, pemerintah juga memberikan harga Rp7.600 untuk di Jawa, Madura dan Bali.

BACA JUGA: