JAKARTA, GRESNEWS.COM - Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Bulog) mengeluhkan tidak adanya dukungan pemerintah dalam pengadaan beras untuk rakyat miskin (Raskin) terutama terkait jaminan kredit kepada perbankan. "Setiap pengadaan program Raskin perusahaan terpaksa mengeluarkan anggaran kas internal. Sebab pemerintah pusat tidak ada yang berani memberikan jaminan kredit kepada perbankan untuk pengadaan dalam negeri," kata Direktur Utama Perum Bulog Sutarto Alimoeso di Kantor Bulog, Jakarta, Senin (20/1).

Padahal, menurut Sutarto, pihaknya dituntut harus bisa berdiri sendiri dan dapat menjadi stabilitator harga. Sutarto mengungkapkan selama ini untuk pengadaan raskin pihaknya memerlukan kredit dari perbankan. Itu pun, menurut dia, masih ada saja pejabat daerah seperti bupati dan gubernur yang meminta agar uang raskin tidak melalui Bulog tetapi langsung ke pemerintah daerah.

Tentu saja permintaan dari pejabat daerah itu tidak dipenuhi perusahaan karena dana pengadaan raskin hingga penyaluran ke warga, berasal dari kredit bank. "Ya, saya ceritakan kalau uang yang kita belikan padi dari petani untuk raskin berasal dari kredit perbankan. Ya, sudah mereka (pejabat daerah) langsung bilang tidak jadi," kata dia.

Sutarto mengungkapkan perusahaan juga tidak diberikan jaminan oleh pemerintah dalam bentuk pemberian margin fee untuk keberlangsungan usaha. Padahal perusahaan seperti Pertamina dan perusahaan pupuk BUMN diberikan margin fee oleh pemerintah.

Hal itulah yang menyebabkan perusahaan tidak bisa membangun gedung baru, padahal gedung Bulog yang ada saat ini merupakan bangunan tahun 80-an. Di satu sisi, Sutarto mengungkapkan Bulog juga harus melakukan stabilisasi harga sampai tingkat konsumen, maka dari itu Bulog harus mampu membeli sebanyak-banyaknya beras dari produsen. "Harus ada exit policy. Pengadaan dalam negeri menjadi ukuran. Kalau pengadaan negara tidak tercapai, stok dalam negeri juga tidak tercapai maka negara harus impor," kata Sutarto.

Sementara itu, Ketua Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Darmin Nasution mengungkapkan bukan hanya raskin yang tidak dilindungi pemerintah bahkan komoditi seperti subsidi pupuk. Menurut Darmin, pemerintah hanya memberikan perlindungan dalam bentuk subsidi kepada pupuk urea sedangkan pupuk NPK yang tergolong cocok untuk perkebunan dan pertanian tidak disubsidi.

Alhasil, Darmin mengatakan,  produksi beras di Indonesia masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan Jepang, Vietnam dan Thailand. Terbukti dengan hasil produksi beras di Pulau Jawa yang produksinya tidak lebih dari 50 kuintal per hektare sedangkan di ketiga negara tersebut sudah mencapai 80 kuintal.

Menurut Darmin, subsidi komoditi hampir sama dengan program raskin karena keduanya merupakan program pemerintah untuk menyejahterakan rakyat dan untuk mengentaskan kemiskinan. Untuk itu baik subsidi komoditi dan raskin harus tepat sasaran sehingga orang miskin mampu mengakses baik raskin maupun subsidi pupuk.

BACA JUGA: