JAKARTA, GRESNEWS.COM - Amnesty International mendesak pemerintah Indonesia agar membentuk satuan kerja untuk melakukan investigasi atas pelanggaran-pelanggaran HAM terhadap para buruh kelapa sawit. Amnesty International mengaku memperoleh laporan adanya eksploitasi ketenagakerjaan di perkebunan-perkebunan milik anak perusahaan dan perusahaan minyak sawit terbesar di dunia Wilmar International di Indonesia.

Pelanggaran-pelanggaran yang sempat didokumentasikan itu, meliputi pemberlakuan jam kerja yang panjang terhadap para perempuan, di bawah ancaman pemotongan upah yang sebenarnya sudah kecil. Juga ada ekploitasi terhadap buruh anak --termuda berusia delapan tahun-- untuk melakukan pekerjaan yang berbahaya dan secara fisik berat. Selain itu para buruh juga menderita sakit akibat penggunaan bahan kimiawi berbahaya di perkebunan-perkebunan. Serta adanya tekanan terhadap buruh untuk bekerja dengan waktu yang panjang untuk mengejar target yang sangat tinggi.

Pihaknya mengaku telah memantau kasus ini sejak 4 bulan yang lalu. Namun hingga saat ini belum ada tindakan yang dilakukan.

"Pemerintah Indonesia harus segera membentuk sebuah satuan kerja untuk menyelidiki pelanggaran-pelanggaran HAM yang diderita oleh para buruh di perkebunan-perkebunan kelapa sawit," ujar Josef Benedict, Deputi Direktur Amnesty International untuk Asia Tenggara dan Pasifik dalam pernyataan persnya kepada gresnews.com.


Diakui Josef sebelumnya pemerintah Indonesia telah mengumumkan akan membentuk satuan kerja untuk menindak lanjuti kasus ini. Namun mereka tak mengumumkan siapa yang memimpin tim ini, bagaimana fungsinya dan apa hasil yang diharapkan dari pembentukan satuan tersebut.

Dikatakan Josef, Kementerian Tenaga Kerja harus mengumumkan secara rinci satuan kerja ini kepada publik. Menurutnya investigasi tak akan memperoleh hasil atas pelanggaran-pelanggaran semacam ini, dari tim yang dibentuk secara tertutup.

"Transparansi dibutuhkan di segala lini, termasuk lebih banyak jumlah pengawas untuk memonitor pelanggaran-pelanggaran Undang-undang Ketenagakerjaan dan memastikan bahwa informasi tentang inspeksi, investigasi, penuntutan, vonis, dan sanksi lainnya tersedia kepada publik." tegasnya.

Amnesty International mengaku telah menerima laporan-laporan yang memperingatkan bahwa Wilmar telah menggunakan taktik-taktik intimidasi kepada para buruh dan anggota serikat buruhnya. Dalam upaya menyangkal temuan-temuan Amnesty International.

"Merdeka dari eksploitasi ketenagakerjaan adalah hak setiap buruh. Pemerintah harus mengambil langkah untuk memastikan tidak ada buruh atau anggota serikat buruh yang di tekan para majikan," desak Josef.

Diakui Josef, keberadaan industri kelapa sawit penting bagi ekonomi Indonesia dan para buruh industri ini. Namun jika para pelaku bisnisnya tak mentaati standar-standar HAM internasional, justru hal itu akan mengganggu reputasi dan ekonomi Indonesia sendiri.

Amnesty International juga telah menyerukan negeri-negeri Uni Eropa agar memastikan perusahaan-perusahaan di negerinya memenuhi standar-standar internasional kegiatan pembelian mereka atas produk sawit.

Menurut Josef terkait dengan pertemuan antara Dewan Negara-negara Penghasil Minyak Kelapa Sawit (Council of Palm Oil Producing Countries) dan partner Uni Eropanya bulan ini, organisasi HAM ini menyerukan kepada Uni Eropa untuk memastikan bahwa minyak sawit yang diimpor tidak berhubungan dengan eksploitasi tenaga kerja.

Ditambahkannya tanggung jawab mengakhiri pelanggaran-pelanggaran ketenagakerjaan ada di pundak setiap pihak yang terlibat dalam perdagangan minyak kelapa sawit, baik produsen maupun perusahaan pembelinya. "Pelanggaran HAM tidak bisa diabaikan hanya karena ada pihak perantara yang terlibat," jelas Josef.


WILMAR AKUI ADA MASALAH KETENAGAKERJAAN - Akhir November lalu menanggapi laporan Amnesty International terkait masalah eksploitasi buruh anak di perkebunan sawitnya Wilmar International Ltd  menyatakan pihaknya mengakui dan menghormati hak-hak semua pekerja.

"Kami mengakui ada masalah ketenagakerjaan di industri kelapa sawit dan masalah ini dapat mempengaruhi setiap perusahaan sawit yang beroperasi di Indonesia," ungkap Wilmar seperti disampaikan kepada media Jerman Deutche Welle.

Namun pihaknya menyatakan untuk menemukan solusi permasalah tersebut dibutuhkan kerja sama seluruh pihak baik pemerintah, perusahaan dan organisasi masyarakat.

Kala itu Amnesty International melaporkan temuannya tentang kasus ekspolitasi buruh anak skala besar di perkebunan sawit Wilmar dan pemasoknya di Kalimantan dan Sumatera, Indonesia.

Diketahui sembilan perusahaan global yang menjual makanan, kosmetik, dan kebutuhan pokok, diantaranya Unilever, Nestlé, Kellogg, dan Procter & Gamble,  AFAMSA, ADM , Colgate-Palmolive, Elevance, dan Reckitt Benckiser selama ini menjadi  perusahaan yang memanfaatkan produk kelapa sawit terutama sawit dari Indonesia. Nestle misalnya   menerima 10 persen pasokannya bahan bakunya berasal dari Wilmar.

Nestle dalam hal ini mengakui pihaknya  bekerja sama dengan Wilmar. Namun pihaknya menegaskan tak pernah mentolerir adanya pelanggaran di bidang ketenagakerjaan di pemasok bahan bakunya. Pihaknya bahkan telah memiliki kesepakatan pemasoknya akan menjaga kualitas dan standar-standar kerja sesuai ketentuan.

Sementara itu Kantor Wilmar di Singapura menurut Josef telah menyatakan bahwa masalah-masalah yang diangkat oleh Amnesty International itu, telah secara aktif didiskusikan oleh pihak manajemennya (Wilmar Plantation Operations Management). Wilmar juga mengaku terus melakukan invesitigasi atas laporan-laporan yang diungkap Amnesty Internasional.

BACA JUGA: