JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus mendorong penerapan aturan zonasi 0 sampai 4 mil agar terbebas dari ancaman aktivitas perikanan. Pemerintah telah melakukan pemetaan wilayah laut nasional dengan menyusun Rencana Tata Ruang Laut Nasional (RTRLN).

Pengelolaan yang berkonsep pada pengembangan wilayah kelautan Indonesia secara menyeluruh dan terpadu  ini bentuk amanat Pasal 43 ayat 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang kelautan. Zonasi sektor pesisir merupakan wilayah yang perlu dilindungi dan dilestarikan karena selain menjadi pusat keberlangsungan ekosistem laut, juga untuk mewujudkan pengelolaan laut berkelanjutan.

Kerusakan laut khususnya di pesisir selama ini disebabkan maraknya aktivitas destruktif seperti pengeboman dan potasium hingga pencemaran sampah. Gangguan dan kerusakan pesisir ini menimbulkan kekhawatiran terhadap capaian pengelolaan berbasis sumber daya perikanan berkelanjutan.

Hanya saja, inisiatif mendorong tata kelola laut itu masih menemui beberapa tantangan atau tarik ulur kebijakan pembentukan zonasi di tingkat daerah. Hal ini menggambarkan proses penyelenggaraan tata ruang laut belum terealisasi secara baik.

Ketua Umum Ikatan Sarjana Kelautan Indonesia (ISKINDO) Zulficar Mochtar mengatakan, lambatnya penerapan zonasi berdampak buruk bagi tujuan pengelolaan laut atau area pesisir. Sebab zonasi berperan strategis dalam memberikan kejelasan terkait pengelolaan manfaat ruang-ruang laut.

Menurutnya, rencana pengelolaan pesisir harus berjalan terpadu sesuai pembagian sektor dan peruntukannya baik kegiatan ekonomi, perikanan dan pariwisata. Tanpa adanya aturan yang secara khusus menata itu, ia menilai, akan membuka ruang terhadap tindakan eksploitasi.

"Zonasi diperlukan agar tidak dieksploitasi dan mencegah penggunaan ruang laut secara serampangan. Tata kelola laut juga membuat kejelasan dalam pengelolaannya," kata Zulficar kepada gresnews.com, Jumat (15/1).

Dengan belum adanya kejelasan zonasi, eksploitasi wilayah pesisir yang diperkirakan akan timbul adalah eksplorasi industri, tambang dan aktivitas tidak ramah lingkungan lainnya.

Selain itu tidak adanya kejelasan yang diikuti minimnya pelaksanaan zonasi di tiap Kabupaten atau Propinsi dikhawatirkan memicu konflik antar nelayan dan daerah. Hal ini akan berakibatkan overlaping penggunaan sumber daya laut.

Dengan alasan itu, program zonasi dinilai penting untuk segera dirampungkan dan dilaksanakan. Zulficar mengatakan, dalam upaya menghindari gangguan dan overlaping, diperlukan sinergi antar Daerah,  Provinsi maupun Pusat.

"Jangan terlalu lama. Laju pembangunan dan eksploitasi terlanjur masif tapi zonasi masih dalam ranah perencanaan," kata dia.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan yang diterima gresnews.com, jumlah Provinsi yang memiliki Peraturan Daerah tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) baru mencapai 6 Provinsi yaitu Daerah Istimewa Yogyakarta, Provinsi Jawa timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Maluku Utara dan Kalimantan Barat.

Sementara jumlah Kabupaten/Kota yang telah memiliki Perda RZWP3K sampai saat ini baru 14 Kabupaten diantaranya, Sorong (Papua Barat), Kabupaten Gresik, Bima, Pasaman Barat, Serang, Batang, Kabupaten Pekalongan, Kota Pekalongan, Berau, Banjar, Kendari, Sinjai, Boalang Mongondow Timur dan kota Ternate.

Kendala penyusunan rencana penataan ruang laut dipicu  rendahnya komitmen dari pengambil keputusan yang belum menjadikan program tersebut sebagai prioritas. Faktor lain yaitu, belum tersedianya data sesuai kebutuhan teknis tentang rencana zonasi.

PEMDA MINIM PENGETAHUAN ZONASI - Direktur Tata Ruang Laut, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil KKP, Subandono Diposaptono mengatakan, terdapat sejumlah kesulitan dan tantangan di level pemerintah daerah dalam konteks realisasi program tata ruang laut atau zonasi .

Disebutkan Subando, pemerintah daerah masih minim informasi dan gambaran soal deskripsi data kelautan yang berkaitan dengan oseanografi. Daerah belum mampu menentukan bagaimana penentuan wilayah, kedalaman laut dan juga pemetaan sumber daya hayati maupun non hayati. Selain itu, pihak daerah juga masih minim integrasi data spasial penggunaan ruang laut.

Padahal, syarat oseanografi tersebut mutlak dan sangat penting sebelum melakukan tata ruang laut. Syaratnya, pemerintah daerah wajib merancang konsep manajemen pengelolaan laut dengan dukungan informasi yang akurat.

"Belum semua daerah memiliki konsep dan rencana tata ruang wilayah laut," kata Subandono.


BACA JUGA: