JAKARTA, GRESNEWS.COM - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said harus melaporkan fasilitas private jet yang diberikan Petral kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebab, fasilitas jet pribadi ini berpotensi sebagai gratifikasi dan jika tak dilaporkan maka KPK berhak menyelidiki.

Anggota Komisi III Arsul Sani menyatakan gratifikasi bukanlah sesuatu yang dilarang. Hanya saja harus dikelompokkan berdasarkan tujuannya. "Yang jelas, apapun yang didapat harus dilaporkan ke KPK, begitupun yang didapat Menteri ESDM," katanya di Gedung Nusantara II, Senayan, Kamis (28/5).

Saat dilaporkan ke KPK maka kemungkinan terkait gratifikasi pun akan gugur, dan KPK yang menentukan hadiah tersebut harus kembali ke negara atau dapat diambil oleh empunya. Ia pun menceritakan saat mendapat hadiah pulpen mahal dan dilaporkan ke KPK, ternyata oleh KPK pulpen tersebut tak masuk kategori gratifikasi dan dikembalikan kepemilikannya.

"Kewajiban Sudirman  melaporkan, KPK yang putuskan. Kami tak boleh melanggar hukum," katanya.

Ia tak mau terlalu dini menuduh akomodasi berupa jet pribadi tersebut merupakan gratifikasi dari Petral. Sebab, diketahui Petral juga merupakan anak perusahaan Pertamina yang notabene Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Menurutnya yang terpenting saat ini melaporkan kepada KPK segala fasilitas yang didapatkan oleh Menteri ESDM.

"Menurut UU Tindak Pidana, jika lebih dari 30 hari tak dilaporkan maka baru dapat dikatakan melaanggar hukum," katanya.

Anggota Komisi VII Mohammad Suryo Alamy menegaskan sebagai pejabat negara, Menteri ESDM perlu menjaga etika dan dapat memisahkan fasilitas tersebut merupakan haknya atau bukan. "Dalam rapat-rapat memang biasanya lazim ada pelayanan tapi harus dilihat juga asas kepantasannya," katanya kepada Gresnews.com di Nusantara II, Senayan, Kamis (28/5).

KPK sebagai komisi antirasuah pun telah memiliki standar fasilitas yang dikatagorikan gratifikasi sehingga penggolongan jet pribadi ini dapat diserahkan langsung pada KPK. Berdasarkan Pasal 12B Ayat (1) UU 31/1999 juncto UU 20/ 2001 yang dimaksud dengan "gratifikasi" adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjawalan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.

Gratifikasi, sambungan dalam penjelasan pasal itu, baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik. Komisi VII yang menjadi mitra Kementrian ESDM pun menyatakan akan memanggil Sudirman dan menintaa klarifikasi terhadap hal ini.

"Saya yakin minggu depan akan ditanya, tak hanya tentang ini tapi juga masalah mafia migas, dan kerusuhan pernyataannya ke Mantan Presiden SBY," katanya.

Sebelumnya pemerhati kebijakan energi nasional Yusri Usman dalam diskusi Indonesia Lawyers Club kemarin malam dengan tema "SBY Vs Sudirman Said: Apa Dosa Petral?", lantang mengungkap ´gratifikasi´ yang diterima Menteri ESDM Sudirman Said dari Petral.

Sudirman Said, menurut Yusri, naik jet pribadi dibiayai Petral. Kejadiannya beberapa hari sebelum Sudirman bersama Menteri BUMN Rini Sumarno dan petinggi Pertamina mengumumkan pembubaran Petral.

Pada tanggal 8 Mei 2015, Sudirman terbang ke Singapura untuk bertemu petinggi Petral. Dia tidak datang sendirian tapi bersama Faisal Basri selaku Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi, Direktur SDM Pertamina Dwi Wahyu Daryoto, dan Dirut Integrated Supply Chain (ISC) Daniel Purba.

Beberapa jam sebelum bertemu petinggi Petral, di hari berikutnya, Sudirman kembali ke Tanah Air. Jadi hanya Faisal Basri, Dwi Wahyu dan Daniel Purba yang bertemu petinggi Petral. Pertemuan sendiri digelar di kantor Pertamina Energy Services Pte Ltd (PES), yang juga anak perusahaan Pertamina.

"Ternyata Sudirman Said tidak ke Petral, malah naik private jet ke Medan. Dan itu (biayanya) ditagihkan ke Petral. Naik Private jet tanggal 9 Maret mengejar acara di Lhoksemawe. Itu fakta," katanya sambil mengangkat-ngangkat dokumen.

Pesawat pribadi yang digunakan Sudirman Said adalah pesawat khusus Gulfstream G-550, dicarter dari Singapura-Medan-Singapura. Dan biaya carter sebesar 35.750 dolar AS (dengan kurs Rp 13.200 menjadi setara Rp 471.900.000) ditagihkan ke Petral Singapura.

Sebelum pertemuan dengan petinggi Petral digelar, Sudirman Said terbang ke Medan untuk mendampingi Presiden Jokowi blusukan ke Lhoksemawe, Aceh. Jet carteran diparkir di Bandara Kualanamu. Setelah acara di Lhoksemawe selesai, Sudirman pun kembali ke Singapura dengan menggunakan jet tersebut.

Yusri mengaku memperoleh kopian dari Pelita Air Service kepada PES SIngapura dengan nota pengantar nomor: NP/GPRS/PA/2015 tertanggal 8 April 2015. Yusri merasa aneh dengan ´kenikmatan´ yang diterima Sudirman Said itu. Di saat pemerintah giat mengkampanyekan efisiensi sehingga mafia harus ´dihajar´, tapi Sudirman malah memanfaatkan Petral untuk menyewakannya jet pribadi.

BACA JUGA: