JAKARTA, GRESNEWS.COM - Memasuki masa sidang kedua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD) berencana mengajukan sejumlah Rancangan Undang-Undang (RUU). Salah satunya terkait dengan revisi Undang-Undang Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (UU MD3) terkait kewenangan DPD dalam pembahasan RUU di DPR.

Pada masa sidang pertama, DPR telah merevisi UU MD3, tetapi terbatas pada pasal untuk menambah posisi pimpinan DPR. Poin lainnya menghapus pasal ganda soal kewenangan hak tanya dan interpelasi DPR. Selebihnya, DPR hanya melibatkan DPD dalam pembahasan di tingkat I. DPR juga menolak untuk memasukkan poin revisi yang diajukan DPD soal kewenangan DPD.  

Ketua DPD Irman Gusman mengatakan DPD memang akan membahas revisi UU MD3 di internalnya. Lalu ia akan berkonsultasi lebih dulu dengan pimpinan DPR. Adapun poin yang akan direvisi semuanya merupakan putusan dari Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 92/PUU-X/2012 tentang pelibatan DPD dalam pembahasan RUU sebanyak 13 pasal.

Dengan demikian diharapkan tidak ada pasal yang akan ditambah selain dari putusan MK. "Itu sudah lebih dari cukup," ujar Irman kepada Gresnews.com, Selasa (6/1).

Menanggapi hal ini, Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Totok Daryanto mengatakan setiap RUU yang akan dibahas DPR pada masa sidang selanjutnya harus masuk lebih dulu ke program legislasi nasional (prolegnas). Sehingga revisi tidak bisa dibahas dan dilakukan seperti revisi UU MD3 sebelumnya.

"Kan kemarin UU MD3 baru direvisi untuk mengakomodir pimpinan alat kelengkapan dewan (AKD) untuk fraksi di Koalisi Indonesia Hebat," ujar Totok kepada Gresnews.com.

Menurutnya, UU MD3 yang baru direvisi harus DPR laksanakan lebih dulu dengan mengisi jabatan-jabatan di AKD. Lalu kalau DPD ingin mengajukan revisi bisa melalui Baleg atau pimpinan dewan.

Nantinya Baleg sebagai perwakilan DPR dan kementerian hukum dan HAM sebagai perwakilan pemerintah akan menyusun prolegnas dan menentukan revisi UU MD3 akan masuk pada tahun ke berapa. Ia mencontohkan bisa saja revisi UU MD3 yang diajukan DPD masuk ke tahun pertama atau kedua.

Totok menambahkan, sebenarnya tanpa merevisi UU MD3, usulan DPD yang berasal dari putusan MK sudah otomatis berlaku. Sehingga pada masa sidang selanjutnya DPD bisa melaksanakan apa yang tercantum pada putusan MK.

Bahkan sebenarnya pada DPR periode 2009-2014 saat Totok menjadi ketua panitia khusus Undang-Undang Pemerintahan Daerah, DPD sudah dilibatkan dalam pembahasan di tingkat I. "Artinya putusan MK telah kita laksanakan," ujar Totok.

Totok menjelaskan pelaksanaan putusan MK bagi DPD sebenarnya sudah tidak ada masalah. Kini yang perlu diperhatikan tinggal bagaimana komitmen pelaksanaannya saja. Kalau mekanisme harus menunggu revisi UU MD3 melalui prolegnas maka akan memakan waktu yang lama hingga setahun.

Sehingga Totok mengusulkan agar antara DPD dan pimpinan DPR dibuat keputusan bersama terkait mekanisme putusan MK sehingga akan lebih efektif. "Putusan bersama lebih cepat, tinggal diputuskan bersama dan diumumkan lewat paripurna," ujarnya.

Sebelumnya, DPR mengakhiri konflik internal dengan merevisi UU MD3 yang berisi penambahan pasal untuk menambahkan posisi pimpinan di setiap AKD. Pada kesempatan itu, DPD mengusulkan agar putusan MK nomor 92/PUU-X/2012 tentang pelibatan DPD dalam pembahasan RUU juga dimasukkan ke dalam draf revisi. Karena sejak awal internal DPR sudah bersepakat untuk membatasi revisi, usulan DPD pun akhirnya ditolak.

BACA JUGA: