JAKARTA, GRESNEWS.COM – Salah satu terobosan yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pilkada Langsung adalah akuntabilitas penggunaan dana kampanye. Akuntabilitas tersebut diimplementasikan dalam bentuk pelaporan penggunaan dana kampanye oleh partai.

Sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari sejumlah partai seperti Partai  Demokrat dan Partai Golkar menilai akuntabilitas menjadi hal penting dalam pilkada. Bahkan calon kepala daerah yang tidak melaporkan dana kampanye harus diberikan sanksi administratif, hingga sanksi gagal mencalonkan diri.

Wakil Ketua Komisi II Fraksi Demokrat Khatibul Umam Wiranu mengatakan partai politik yang membiayai dana kampanye dari calon kepala daerah. Partai yang bersangkutan berkewajiban melaporkan penggunaan dananya pada Komisi Pemilihan Umum (KPU).  "Tujuannya agar adil. Untuk mengetahui total kampanye tiap partai," ujar Khatibul pada Gresnews.com, Minggu (4/1).

Ia menjelaskan mereka yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah biasanya berasal dari kalangan yang cukup mampu secara finansial. Sehingga mereka bisa dengan mudah mengeluarkan dana yang tidak dibatasi. Padahal idealnya kepala daerah harusnya dipilih bukan berdasarkan faktor finansial tapi kualitas dirinya.

Khatibul menjelaskan untuk sosialisasi calon kepala daerah memang difasilitasi oleh penyelenggara pemilu seperti baliho dan spanduk. Tapi sosialisasi tersebut tetap dikelola partai politik. Menurutnya, selain ada laporan penggunaan dana, harus ada juga aturan yang memberikan batasan terhadap pengeluaran dana kampanye yang disepakati partai politik.

Lebih lanjut, ia menilai setiap partai politik yang tidak melaporkan penggunaan dana kampanyenya memang seharusnya diberi sanksi. Adapun tahapan pelaporan dana kampanye yang ideal terdiri dari 3 tahap.

Tahapan pelaporan dana kampanye terdiri dari laporan awal, pertengahan kampanye dan paska pilkada. Tiap tahapan tersebut, partai politik harus menyampaikan laporannya. Jika ada partai yang tidak melaporkan, maka idealnya ada aturan yang membuat partai bersangkutan mendapatkan sanksi dari administratif hingga tidak diperbolehkan mengikuti pilkada.

Namun menurutnya, yang menjadi masalah hingga kini Badan Pengawas Pemilu belum memiliki keberanian untuk memberikan sanksi yang tegas pada partai politik. Sehingga pelaksanaan pilkada maupun pemilu ke depan diperlukan ketegasan dari penyelenggara pemilu untuk menghukum atau memberikan sanksi pada partai politik yang tidak akuntabel.

Seementara Ketua Komisi II Fraksi Golkar Rambe Kamaruzzaman mengatakan sepakat perlu ada sanksi yang diberikan terhadap partai politik yang tidak melaporkan penggunaan dana kampanyenya pada KPU.
 "Yang tidak laporkan (dana kampanye) pecat saja dari pencalonan kepala daerah," ujar Rambe pada Gresnews.com, Minggu (4/1).

Rambe melanjutkan Golkar siap menjadi partai yang bisa menunjukkan akuntabilitas partainya dalam pelaksanaan pilkada nanti dengan melaporkan penggunaan dana kampanye. Untuk itu diperlukan juga penguatan panitia pengawas pemilu agar kewenangannya ditambah untuk bisa memperingatkan partai atau memberikan sanksi pada partai yang tidak akuntabel.

Sebelumnya, di akhir masa pemerintahan, Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan Perppu pilkada yang mencabut Undang-Undang Nomor 22 tentang Pilkada melalui DPRD. Perppu tersebut berisi mandat untuk melaksanakan pilkada langsung dengan sejumlah perbaikan. Salah satunya soal akuntabilitas penggunaan dana kampanye. Hingga kini DPR belum membahas Perppu Pilkada Langsung untuk ditolak atau diterima. Sehingga isi Perppu Pilkada Langsung masih menjadi perdebatan sejumlah pihak.
 

BACA JUGA: