JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kubu Prabowo Subianto-Hatta Rajasa yang tergabung dalam koalisi merah putih sudah gagal dan kalah dalam sengketa di Mahkamah Konstitusi (MK). Namun mereka tak tinggal diam dan terus berupaya menjegal presiden terpilih Joko Widodo.

Buktinya koalisi merah-putih masih berniaat melanjutkan gugatan sengketa pemilu ke Mahkamah Agung (MA) dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN). Meski putusan MK sudah final dan tidak memungkinkan terdapatnya perubahan dengan pengajuan gugatan ke MA maupun PTUN, mereka terus berupaya mengusung Prabowo menjadi presiden.  

Bahkan beberapa pihak memprediksi adanya usaha penggagalan pemerintahan Jokowi agar tidak mencapai lima tahun. Misalnya Heri Budianto, Pakar Komunikasi Politik beberapa waktu lalu dalam diskusi di warung daun  memprediksi pemerintahan Jokowi-Jk bisa tidak rampung selama lima tahun. Lantaran berbagai macam hambatan politik seperti kemungkinan lolosnya UU MD3 yang berdampak langsung pada PDI-P sebagai pemenang di pemilu kemarin.

Benarkah Jokowi dapat terguling sebelum masa jabatannya habis?  Menilik perkembangan politik terakhir sepertinya sulit. "Jokowi sudah lama memberi sinyal bahwa PAN dan Demokrat bergeser ke mereka. Tidak menutup kemungkinan PPP juga akan merapat," ucap Emrus Sihombing kepada Gresnews.com, Minggu, (24/8).

Jika hal ini terjadi, tentu galangan kekuatan koalisi Merah-Putih tidak akan sebesar dulu. Apalagi, jika ditambah gejolak internal Golkar akan terselesaikan dengan Munas yang dimenangkan oleh kubu pro Jusuf Kalla.

Emrus mengatakan, tidak ada partai di Indonesia yang memiliki ideologi oposisi, terkecuali PDI-P. Partai ini telah terbukti memilih menjadi oposisi dibanding bergabung pada pemerintahan SBY dulu.

"Kemungkinan untuk menjatuhkan Jokowi kecil, koalisi permanen tidak sejalan dengan fenomena politik Indonesia. Malah, jika Jokowi tetap menjalankan janjinya, saya kira dia bisa jalan dua periode," ungkapnya.

Hal senada dikatakan Pengamat Politik Arbi Sanit, baginya walaupun terlihat mudah, penurunan presiden tidak segampang yang dipikirkan. "Harus melewati serangkaian jalan, mulai dari pengajuan hak angket DPR, lalu ke MK. Baru jika MK memutuskan dilakukan pemberhentian, jangka waktunya lama," ucapnya kepada Gresnews.com, Minggu, (24/8).

Terbukti, pada masa pemerintahan SBY dulu yang bahkan sudah ada pendapat atas sebuah kasus yang menyatakan bersalah, namun tetap saja tidak dapat membawa wacana penurunannya ke MK. Ia menilai, kesepakatan yang dibuat tim koalisi merah-putih hanya omong kosong belaka.

Karena tidak ada partai politik yang mau berkorban kekuasaan. "Prinsip mereka kan negara dan rakyat boleh rugi, tapi kita jangan," ujarnya.

BACA JUGA: