JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pamor Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo di mata publik kian mencorong. Sampai-sampai Dewan Pembina Partai Demokrat melarang para kadernya untuk mengkritik apapun yang berkaitan dengan pria asal Solo yang kerap dipanggil Jokowi itu.

Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat Ahmad Mubarak mengatakan Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono menginstruksikan kepada para pengurus ataupun kadernya untuk tidak lagi mengeluarkan pernyataan yang terkait dengan Jokowi. Mubarak mengatakan instruksi itu disampaikan oleh SBY secara langsung kepada dirinya.

"Saya pernah ditegur Pak SBY karena mengkritisi Jokowi. Katanya, ´Jangan Pak Mubarak kritik, yang nyerang itu ribuan," kata Mubarak kepada Gresnews.com pada Kamis (31/10).

Mubarak menambahkan terkait dengan isu pencalonan Gubernur DKI itu sebagai Presiden, menurutnya, Jokowi harus menyelesaikan dulu tugasnya sebagai gubernur. "Jokowi, menurut saya, dia tidak bersedia. Menurut saya, dia harus jadi gubernur dulu (untuk pembuktian). Kalau jadi gubernur sudah, baru 2019 dia bisa (jadi). Sementara kalau dia sudah tergoda ini maka bisa gagal, dan menjadi gubernur pun gagal," imbuhnya.

Sementara itu, pengamat komunikasi politik Universitas Paramadina Agustinus Eka Wenats Wuryanta mengatakan sikap Partai Demokrat itu merupakan strategi pencitraan, karena berbagai persoalan yang mendera Partai berlambang merci itu selama ini, membuat tingkat kepercayaan publik menurun.

"Partai Demokrat itu sedang memperbaiki citra di depan publik, maka dia harus meminimalisir kemungkinan cacat yg paling kecil. Apapun yang dibuat ya untuk menaikkan citra politik Demokrat yang sedang awut-awutan," katanya kepada Gresnews.com pada Jumat (1/11).

Menurut Eka, ada strategi manajemen konflik yang sedang dilakukan oleh Partai Demokrat. Strategi itu salah satu upayanya adalah perbaikan citra untuk lebih berhati-hati bersikap. Sedangkan terkait relawan yang sengaja dibuat untuk mendukung Jokowi, Eka mengatakan dalam ilmu komunikasi politik memang ada istilah relawan sosial dan mendukung seorang publik figur.

"Istilahnya itu buzzer kalau dalam media sosial. Ada relawan-relawan seperti itu, tapi biasanya juga ada yang mendanai dari setiap aksi mereka," kata Eka.

Eka menambahkan buzzer itu digunakan sebagai sebuah komunikasi non-verbal guna menunjukkan legitimasi sosial dari seseorang. Biasanya buzzer itu dibuat berlapis hingga ke tingkat akar rumput.

"Jika kamu diserang gak usah bereaksi, cukup buzzer-buzzer ini yang bereaksi," ujarnya.

Dengan adanya reaksi dari buzzer itu, maka tujuan politik yang menunjukkan bahwa seseorang itu populer sudah tercapai. Menurutnya, buzzer itu bukan hanya digunakan oleh Jokowi, akan tetapi oleh semua figur publik,  terutama para tokoh yang ingin maju sebagai presiden.

Sebelumnya Wakil Ketua Partai Demokrat, Nurhayati Ali Assegaf, mengkritik kinerja satu tahun Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo (Jokowi). Menurutnya, warga Ibu Kota masih dihadapkan pada segudang masalah, termasuk kerapnya dilanda kebakaran.

Nurhayati, orang dekat Ani Yudhoyono ini, juga mengkritik, di masa Jokowi lebih banyak terjadi peristiwa kebakaran. Belum lagi persoalan banjir dan kemacetan yang belum juga bisa diatasi oleh Jokowi.

Mubarak ketika itu juga ikut-ikutan mengkritik Jokowi. Ia menyebut kritik itu menyehatkan dan membangun hingga akhirnya ia ditegur oleh SBY.

(Mungky Sahid/ GN-04)

BACA JUGA: