PENGGUNAAN media sosial seperti akun Twitter untuk sarana mengampanyekan suatu brand atau kepentingan tertentu agaknya sudah menjadi rutinitas bagi peselancar di dunia maya. Metode ini dinilai efektif untuk menjangkau lebih banyak pihak, terutama jika akun jejaring sosial yang digunakan memiliki pengikut (follower) dalam jumlah besar.

Tak salah jika akun jejaring sosial ini pun menjadi incaran banyak pihak untuk memuluskan aksi promosinya. Praktik jual beli akun Twitter pun menjadi perkara yang lumrah.

Pemilik akun @ndorokakung, Wicaksono, mengungkapkan bahwa praktik jual beli akun Twitter sebenarnya tidak diperbolehkan berdasarkan term and condition (syarat dan ketentuan) yang dimiliki situs jejaring sosial tersebut. "Kalau ketahuan si pemilik akun bisa terkena suspensi karena Twitter melarang praktik jual beli akun," ucap pemilik 63.540 follower itu, saat berbincang dengan gresnews.com, Kamis (10/5) malam.

Pendapat berbeda disampaikan pengamat hukum teknologi informasi, Anggara Suwahju, yang menilai bahwa tidak ada pelarangan melakukan praktik jual beli akun Twitter di Indonesia. Kendati demikian, pemilik akun @anggarasuwahju ini menyebut, idealnya setiap akun yang melakukan transaksi jual beli sebaiknya menginformasikan kepada para follower-nya. Ini terkait dengan etika penggunaan media sosial.

"Supaya follower-nya nggak kecewa, seperti enggak pernah follow tapi tiba-tiba follow. Menurut saya itu lebih ke soal etika ya," ungkap Anggara.

Sulit dilacak
Wicaksono mengakui, upaya mengungkap praktik jual beli akun twitter sangat sulit. Soalnya, proses jual beli dilakukan di bawah tangan antarpelaku. Terkait beredarnya rumor ada akun Twitter yang diperjualbelikan dengan harga fantastis, ia pun tidak berani membenarkan.

"Karena informasinya tidak terkonfirmasi. Nanti dikira menyesatkan karena bisa dianggap meniup-niup seperti sebuah lukisan. Karena bisa saja ternyata harganya tidak setinggi itu," ujar Pemimpin Redaksi Plasamsn.com itu.

Seperti diketahui, heboh soal adanya jual beli Twitter menghinggapi Denny JA. Dedengkot Lingkaran Survei Indonesia (LSI) itu dikabarkan membeli akun @soalCinta yang dibanderol seharga Rp500 juta. Belakangan akun itu berubah menjadi @DennyJA_World.

Kepentingan politik
Anggara mengatakan media sosial Twitter memang bisa digunakan oleh siapa saja dan untuk kepentingan apapun. Namun, ia mengingatkan, jangan sampai hal itu digunakan untuk menyampaikan kampanye yang bersifat negatif yang berpotensi menabrak hukum. "Mengkritik lawan politik boleh. Tapi jangan digunakan untuk menyerang, misalnya, terkait hal-hal yang bersifat SARA. Menyerang soal agama, ras, suku dan macam-macam."

Kerugian memang bisa terjadi di tengah masyarakat jika Twitter dijadikan alat kampanye hitam. Yang dirugikan adalah lawan politik dan masyarakat yang mendapatkan informasi sesat.

Dengan demikian, Wicaksono mengharapkan, agar masyarakat harus pandai-pandai menyikapi informasi yang beredar di Twitter. "Informasi yang tersebar di Twitter itu akurasinya masih fifty-fifty. Misalnya saja hari ini beredar foto sayap pesawat Sukhoi Superjet 100. Padahal itu foto dari Pakistan," ungkap Wicaksono.

Menurut Anggara, Twitter merupakan media alternatif yang bisa digunakan oleh siapa saja. Penyebarluasan informasi juga lebih mudah ketimbang media mainstream.

"Tidak semua orang bisa masuk media mainstream. Mereka (tokoh politik) butuh penyebarluasan informasi dengan berbagai cara. Mereka bisa menyampaikan rencana kampanye, apa yang akan diperbuat dan lain-lain," ungkap Anggara.

Kisah Obama
Dilanjutkan Wicaksono, berkampanye melalui Twitter pertama kali dipopulerkan oleh Presiden Amerika Serikat Barrack Obama saat menjadi calon presiden pada 2008. Namun, ia belum melihat ada contoh sukses di Indonesia, bahwa calon kepala daerah atau calon legislatif meraih suara banyak karena Twitter.

"Presedennya di Indonesia belum ada. Mengukur efektivitasnya belum jelas, meskipun pengguna Twitter di Indonesia sebanyak 19 juta orang yang berarti sama dengan 20 persen pengguna internet," kata Wicaksono.

Kendati begitu, Wicaksono menilai, tidak ada salahnya jika Twitter dijadikan media berkampanye karena tahap demokrasi di Indonesia terus berkembang. "Tidak berbahaya karena ini kan exercise democracy. Ini kan salah satu bagian dari itu. Pendidikan orang untuk berekspresi," ungkap Wicaksono.

BACA JUGA: