JAKARTA, GRESNEWS.COM - Wacana pemberian gelar pahlawan nasional kepada mantan Presiden Soeharto kembali menjadi polemik. Mencuatnya usulan pemberian gelar kepada presiden kedua Indonesia itu memunculkan reaksi para penentangnya. Sejumlah pihak menilai pemberian gelar itu berlawanan dengan perjuangan reformasi. Mereka juga menganggap Soeharto selama 32 tahun memimpin memiliki banyak masalah, seperti pelanggaran HAM berat dan dugaan korupsi selama dia menjabat.

Ketua Setara Institute Hendardi mengatakan wacana pemberian gelar pahlawan kepada almarhum Soeharto mengemuka setelah Munaslub Golkar. Sebagai partai bentukan Soeharto, Golkar tentu mempunyai tanggung jawab moral untuk terus memperjuangkan penghargaan bagi Soeharto.

"Apalagi kepemimpinan Golkar hingga saat ini belum pernah dipegang oleh tokoh yang benar-benar berjarak dengan penguasa Orde Baru," kata Hendardi kepada gresnews.com, Jumat (20/5).

Menurut Hendardi, pemberian gelar pahlawan kepada seseorang mengandung makna etis bahwa seseorang memiliki peran signifikan, berintegritas, dan tidak cacat moral dalam penyelenggaraan pemerintahan atau pembangunan bangsa. Sementara Soeharto, menurutnya, selain tersangkut banyak praktik korupsi di masa lalu, juga diduga melakukan kejahatan politik dan pelanggaran HAM berat.

"Bahkan secara eksplisit Tap MPR Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, menyebut secara jelas perintah pengusutan atas kejahatan korupsi Soeharto," jelasnya.

Hendardi menambahkan, yang perlu diingat bahwa Soeharto sama sekali tidak pernah dimintai pertanggungjawaban hukum. Jadi, usulan itu bukan hanya bertentangan dengan Tap MPR tetapi juga melawan akal sehat publik dan etik. Usulan gelar bagi Soeharto bukan hanya ditujukan untuk memberikan penghargaan.

"Tetapi secara implisit bertujuan memulihkan nama baik, membersihkan dari seluruh dugaan kejahatan, dan menjadi landasan ekspansi politik para loyalis Soeharto untuk mengokohkan kekuasaan baru," tegas Hendardi.

Bukan hanya berimplikasi pada aspek hukum, melainkan juga memiliki makna luas dalam praktik politik. Sebaiknya Jokowi abaikan usulan-usulan tidak produktif itu.

"Akan lebih produktif jika Jokowi justru memulihkan hak-hak korban pelanggaran HAM berat masa lalu akibat kebijakan politik Soeharto," ujarnya.

Anggota Komisi III DPR Masinton Pasaribu juga menegaskan, pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto terganjal Ketetapan MPR Nomor 11 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

Politisi PDI Perjuangan ini mengungkapkan, Tap MPR tersebut lahir karena kondisi yang mendorong penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dari praktik korupsi, kolusi dan nepotisme yang dilakukan rezim Order Baru Soeharto selama 30 tahun lebih.

"Kalau orang bermasalah masak diberikan gelar pahlawan? Ketika itu MPR menyatakan Soeharto harus diadili," kata Masinton di Gedung DPR, Jumat (20/5).

Seperti diketahui, Pasal 4 Tap MPR Nomor XI/ MPR/1998 menjelaskan, upaya pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme harus dilakukan dengan tegas terhadap siapapun. Baik pejabat negara, mantan pejabat, keluarga, kroninya atau pun pihak swasta serta konglomerat, diantaranya Soeharto, dengan tetap memperhatikan prinsip praduga tak bersalah, dan hak-hak asasi manusia.

Selain itu pemberian gelar juga diperuntukkan bagi tokoh, dengan syarat tidak pernah dipidanakan penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, karena melakukan tindakan hukum atau tindak pidana yang diancam hukuman penjara paling cepat hukuman lima tahun penjara.

Hingga kini, pemberian gelar pahlawan terhadap Soeharto dianggap berlebihan dan melukai hati nurani rakyat Indonesia, karena Soeharto telah banyak melakukan pelanggaran HAM berat kepada masyarakat Indonesia.

Sementara itu Sekretaris Fraksi PAN Yandri Susanto mengaku sebenarnya PAN tidak keberatan dengan pemberian gelar tersebut. Namun, menurutnya, jika pemberian itu dipaksakan akan menjadi tidak sehat, sebab sejauh ini masih ada pro dan kontra atas usul pemberian gelar itu.

"Di tengah masyarakat masih banyak pro dan kontra. Kita tidak mau semua yang ada di Republik ini, menyangkut perhatian rakyat, diputuskan secara tergesa-gesa. Kita cermati, kaji, lihat positif negatif," ujar Yandri kepada wartawan, Jumat (20/5).

PUTUSAN MUNASLUB GOLKAR - Sebelumnya Ketua Umum Golkar terpilih Setya Novanto berjanji akan mengupayakan pemberian gelar pahlawan nasional kepada mantan presiden. Apalagi keputusan Munaslub Golkar di Bali beberapa waktu lalu memutuskan untuk mengupayakan pemberian gelar pahlawan kepada mantan Presiden Soeharto. Diketahui Soeharto merupakan penguasa Ode Baru selama 32 tahun dan merupakan figur senior Golkar.

Menurut Novanto, pihaknya akan menghimpun kerjasama dengan fraksi-fraksi lainnya untuk mewujudkan pemberian gelar kepada presiden Soeharto dan presiden-presiden lainnya.

"Siapa pun presidennya harus mendapat tempat yang baik, karena tentu mereka sudah berbuat terbaik untuk rakyat," kata Novanto, di DPR, Kamis (19/5).

BACA JUGA: