JAKARTA, GRESNEWS.COM - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menegaskan, pemerintah tak akan menyerahkan data kependudukan kepada pihak lain. Hal itu dikatakan Tjahjo terkait munculnya pro-kontra atas kerjasama antara Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri dengan sejumlah pihak.

Tjahjo mengatakan, dalam kerjasama itu, pemerintah tidak dalam posisi memberikan data kependudukan. "Pemerintah hanya pemberian akses saja pada pihak lain yang menjalin kerjasama," ujar Tjahjo, di Jakarta, Senin (6/11).

Apabila ada pihak yang berpendapat bahwa kerjasama pemanfaatan data kependudukan menyalahi undang-undang, Mendagri menduga, besar kemungkinan, dalam bayangan pihak tersebut data kependudukan akan diserahkan kepada pihak lain. Mendagri menegaskan, bahwa dalam kerjasama itu, pihaknya tidak memberikan data.

Menurutnya, lewat kerjasama itu, pihak lain yang menjalin kerjasama hanya sebatas diberi akses ketika mereka butuh, misalnya untuk memvalidasi data consumernya. "Jadi, tak benar, jika kemudian dikatakan dengan kerjasama itu, pihak lain bisa  memiliki data kependudukan secara keseluruhan," kata Tjahjo.

Menurut Mendagri, yang berjalan sekarang adalah memberikan hak akses untuk bisa memvalidasi data costumer agar terhindar dari pemalsuan. Sama sekali tidak ada pihak lain yang diberikan hak misalnya memindahkan atau mengcopy data penduduk. "Ini sejalan dengan amanat Pasal 79 ayat (1) sampai dengan  (4) UU Nomor 24 tahun 2013," pungkas Tjahjo.

Sementara itu, terkait kewajiba registrasi kartu telepon seluler prabayar, sebelumnya, Komisioner Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Bidang Kebijakan Publik Taufik Hasan menegaskan, tidak akan ada kebocoran data pengguna jasa telekomunikasi, karena data setiap pelanggan telah dilindungi undang-undang. "Kemungkinan tidak ada kebocoran. Karena apa? Konsekuensinya berat, bisnis mereka (operator seluler) triliunan," kata Taufik.

Menurutnya, kekhawatiran bocornya data pelanggan operator seluler berangkat dari asumsi. Kalau pun nantinya ada operator seluler yang membocorkan atau memperjualbelikan data pelanggan, konsekuensi yang bakal diterima operator cukup berat. "(Konsekuensinya) mulai dari peringatan sampai pencabutan izin, itu ada," jabarnya.

Karenanya, BRTI optimistis setiap operator seluler akan menjaga kerahasiaan setiap data pelanggan. Kalau pun nantinya ada pelanggan yang merasa datanya dibocorkan atau diperjualbelikan, mereka bisa melaporkan kejadian tersebut ke pemerintah. "Kalau memang itu terjadi bisa saja (perkaranya) dibawa ke pengadilan," ucapnya.

Taufik melanjutkan, sebenarnya pihak pengelola operator seluler tidak memiliki banyak data yang berkaitan dengan pelanggan. Pihak operator seluler hanya memiliki memiliki data Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan nomor Kartu Keluarga (KK). "Provider hanya punya NIK dan nomor KK. (Data) itu hanya untuk divalidasi. Jadi pihak operator seluler tidak berbuat apa-apa," ungkapnya.

Supaya data pelanggan terjamin keamanannya, pemerintah sudah menetapkan standardisasi keamanan yang harus dijalankan pihak operator seluler. Perlindungan data pelanggan yang dimaksud harus sesuai standar ISO 27001. "Harus secara teknis (sesuai) ISO tentang sistem keamanan data, operator harus menggunakan itu," tegasnya.

Sebagaimana diketahui, pemerintah mengharuskan pemilik kartu SIM prabayar melakukan registrasi ulang, mulai tanggal 31 Oktober 2017 sampai 28 Februari 2018. Data yang harus dimasukkan dalam registrasi ulang tersebut yakni NIK dan nomor KK. (dtc/mag)

BACA JUGA: