Hary Tanoesoedibjo memenuhi panggilan penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung). Usai diperiksa, dia menjelaskan telah memenangkan praperadilan kasus yang sama yaitu restitusi pajak Mobile8.

Dalam putusan praperadilan itu, hakim memutuskan kasus tersebut bukan wewenang kejaksaan. Oleh karenanya dia menyebut kasus ini tidak bisa dilanjutkan penyidik.

"Bahwa mobile8 telah memenangkan praperadilan pada 29 November 2016. Di situ putusan hakim praperadilan bahwa kasus ini merupakan ranah perpajakan, jadi bukan kewenangan kejaksaan. Dan itu saya sampaikan dan jelaskan," kata Hary Tanoe, usai diperiksa di Kejaksaan Agung, Kamis (6/7).

Hary Tanoe diperiksa sekitar 7,5 jam dan dicecar 30 pertanyaan. Ia menyebut, saat diperiksa banyak menjelaskan statusnya secara rinci sebagai komisaris di mobile8 hingga Juni 2009.

Ia berpendapat apapun barang bukti yang dipakai kejaksaan selama dalam kasus ini akan tetap gugur di pengadilan. Hal itu karena menurutnya wewenang perpajakan.

"Semua bukti-bukti ada disampakan termasuk surat dari BPK. Dan surat keterangan dari Kemenkeu tanggal 18 November 2016 itu sudah dipakai jadi barang bukti. Tapi hakim praperadilan bilang ini ranah perpajakan. Jadi disampaikan alat bukti apapun yang di bawa selama objeknya sama restitusi pajak ini tetap kewenangan perpajakan," kata Hary.

Sebelumnya, Kejagung menerbitkan surat perintah penyidikan atas kasus ini pada awal 2017. Terkait dengan kasus tersebut, dugaan korupsi PT Mobile-8 muncul setelah penyidik Kejagung menemukan transaksi palsu antara perusahaan tersebut dan PT Djaya Nusantara pada periode 2007-2009.

Dalam kasus ini, Kasubdit Penyidikan pada Jampidsus Yulianto menyebut hasil audit BPK pada 2016 terhadap kerugian negara sebesar Rp 86 miliar. (dtc/mfb)

BACA JUGA: