JAKARTA, GRESNEWS.COM - Tim penyidik pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) telah mengetahui keberadaan Direktur Utama PT Comradindo Lintasnusa Tri Wiyasa , tersangka kasus dugaan korupsi pembelian dan pembangunan T-Tower milik Bank Jawa Barat-Banten (BJB). Namun  Kejaksaan tak kunjung memanggil paksa Tri. 

Tri merupakan tersangka terakhir yang belum ditahan dan kerap mangkir saat dipanggil. Satu tersangka lain, mantan Kepala Divisi Umum Bank Jawa Barat - Banten Wawan Indrawan telah ditahan di Rumah Tahanan Salemba cabang Kejaksaan Agung.

Tapi rupanya, penyidik Kejaksaan Agung punya alasan Tri, tersangka kasus BJB ini tak ditahan. Adik Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Tri Wicaksana ini kerap berpindah-pindah tempat sehingga menyulitkan Kejaksaan.

"Tim terus mengejar yang bersangkutan, sudah diketahui akan kami tindak tegas," kata Direktur Penyidikan pada Jampidsus Maruli Hutagalung, Minggu (17/5).

Tak dijelaskan kapan Tri Wiyasa ini akan dijemput paksa oleh tim penyidik. Penyidik sendiri juga seperti tak ingin terburu-buru memanggil Tri, tersangka kasus korupsi BJB ini. Maruli menyampaikan agar publik bersabar.

Dalam kasus ini penyidik menetapkan dua tersangka yakni mantan Kepala Divisi Umum BJB wawa Indrawan dan Direktur Utaman PT Comradindo Lintasnusa Perkasa (CLP) sesuai Surat Perintah Penyidikan Nomor: Print-66/F/F.2/Fd.1/05/2013 dan Nomor: Print-67/F.2/Fd.1/05/2013, tanggal 17 Mei 2013. Kedua tersangka tersebut terancam 20 tahun penjara sesuai UU Tipikor No 31/1999 yang diubah dengan UU No 20/2001.

Penyidik juga telah memeriksa sejumlah tokoh penting mulai Direktur Utama Bank Jabar Banten Bien Subiantoro, mantan komisaris dan mantan Direktur Utama Bank Jabar Agus Ruswendi. Lalu, Betty Rahmawaty dan David Kurniawan (anggota Penitia Lelang Proyek Bank BJB).

Kasus ini berawal dari keinginan Direksi BJB untuk memiliki kantor cabang BJB di Jakarta. Mereka lalu membeli 14 dari 27 lantai T-Tower yang rencananya dibangun di Jalan Gatot Subroto Kaveling 93, Jakarta. Tim BJB bernegosiasi dengan Comradindo, perusahaan teknologi informasi yang mengklaim sebagai pemilik lahan Kaveling 93.

Lalu disepakati harga pembelian tanah sebesar Rp543,4 miliar, dalam rapat direksi setuju membayar uang muka 40 persen atau sekitar Rp217,36 miliar pada 12 November 2012 dan sisanya dicicil senilai Rp27,17 miliar per bulan selama setahun.

Namun dalam praktiknya ditemukan kejanggalan dalam transaksi tersebut, mulai status tanah yang diduga milik perusahaan lain sehingga rawan sengketa, harga tanah yang jauh di atas harga pasar sampai pembayaran uang muka yang menyalahi ketentuan. Negara diduga dirugikan sekitar Rp217,36 miliar.

Belumnya ditahannya Tri Wiyasa membuat Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman geram. Dia meminta Kejaksaan tegas terhadap tersangka yang mangkir pemanggilan. Langkah tegas jaksa akan menepis dugaan Kejaksaan terkesan tebang pilih terhadap tersangka. "Apalagi diketahui Tri salah satu adik anggota dewan di DKI Jakarta,"kata Boyamin.

BACA JUGA: