JAKARTA, GRESNEWS.COM - Entah "kesaktian" apa yang dimiliki Direktur Utama PT Comradindo Lintasnusa Perkasa Tri Wiyasa yang diduga terlibat dalam kasus korupsi pengadaan unit kantor T-Tower Bank Jabar Banten (BJB) sehingga Kejaksaan Agung pun seolah tak berani menyentuhnya. Gara-gara ketidakberdayaan Kejagung menyentuh Tri Wiyasa, kasus yang disidik sejak tiga tahun lalu ini jalan di tempat.

Padahal dalam kasus ini, satu tersangka lainnya, yakni mantan Kepala Divisi Umum BJB Wawan Indrawan berkasnya sudah masuk ke pengadilan dan akan segera disidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung. Nasib Wawan jauh berbeda dengan Tri Wiyasa yang hingga kini masih berkeliaran menghirup udara bebas.

Terkait hal ini, pihak Kejagung hanya bisa berjanji bakal menindak tegas adik Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Tri Wisaksana itu. "Kita tunggu fakta-fakta persidangan, kita akan ambil tindakan tegas," kata Kepala Subdirektorat Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Sarjono Turin, kepada gresnews.com, Sabtu (29/8).

Tri Wiyasa beberapa kali dipanggil untuk menjalani pemeriksan oleh KPK namun tak hadir. Alamat tinggal Tri Wiyasa yang kerap berpindah-pindah jadi alasan Kejagung sulit melakukan penyidikan terhadap Tri.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Tony Spontana sempat menyatakan Tri Wiyasa masuk Daftar Pencarian Orang (DPO). Namun hasil pelacakan atau pengejaran terhadap sosok Tri Wiyasa juga tak pernah diumumkan Kejagung.

Alih-alih menangkap Tri Wiyasa, penyidik malah memilih untuk menyeriusi berkas Wawan saja dan segera melimpahkan kasus itu ke pengadilan.

Sebuah sumber di Kejaksaan Agung menyebutkan, sebetulnya mudah saja bagi Kejaksaan Agung menemukan Tri Wiyasa. Ada peralatan canggih melacak keberadaan seorang yang dinyatakan buron. Namun anehnya langkah itu tidak dilakukan.

Sumber itu menyebutkan, Tri Wiyasa dilindungi oleh mantan Jaksa Agung Muda Intelijen yang kini menjadi kuasa hukumnya sehingga para penyidik segan untuk menyidik Tri. Informasi ini segera dibantah pihak Kejaksaan Agung.

Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung Maruli Hutagalung menegaskan tidak ada yang bisa melindungi tersangka. "Ini sudah komitmen. Siapapun yang menjadi tersangka pasti akan ditahan. Tidak isitilah ornag kuat, orang besar. Bagi saya semua sama di depan hukum," tegas Maruli beberapa waktu lalu.

MANGKRAK TIGA TAHUN - Perkara T-Tower BJB  telah disidik sejak 2013 oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati)  Jawa Barat. Lantaran tak ada perkembangan berarti, kasus ini lalu diambil alih oleh Kejaksaan Agung pada tahun 2014 lalu. Namun kasus ini sempat mandek di Gedung Bundar, Kejagung,  setelah bolak balik dari penuntutan ke penyidikan.

Proyek berawal ketika BJB berniat membeli 14 dari 27 lantai di T-Tower untuk gedung kantor cabang khusus di Jakarta pada 2006. Lahan ini milik PT Comradindo dan disepakati harga tanah sebesar Rp543,4 miliar.

BJB membayar uang muka Rp217,36 miliar. Sisanya dibayar secara mengangsur sebesar Rp27,17 miliar yang dibayar per bulan selama 1 tahun. Belakangan diketahui tanah yang hendak dipakai untuk pembangunan gedung T-Tower diduga milik perusahaan lain serta adanya dugaan penggelembungan harga tanah. Akibatnya negara diperkirakan mengalami kerugian senilai Rp217 miliar lebih.

Penanganan kasus T-Tower BJB yang maju-mundur ini pun menjadi perhatian Komisi Kejaksaan. Para komisioner Komjak yang baru dilantik mengaku tengah mendalami sejumlah kasus yang menjadi perhatian masyarakat.

Ketua Komisi Kejaksaan Sumarno menegaskan, sebagai pengawas eksternal, Komisi Kejaksaan akan mengawal kerja-kerja Kejaksaan Agung termasuk penangangan perkara. Ada sejumlah kasus yang disorot masyarakat karena kasusnya dinilai lambat, termasuk penanganan korupsi T-Tower BJB.

"Komisi akan mengkajinya. Jika memang ditemukan ada yang tidak patut akan dibuatkan rekomendasi dengan fakta dan data kuat. Kalau rekomendasi tidak dilaksanakan maka kita tanyakan kenapa," kata Sumarno.

PANGGIL PAKSA CUMA WACANA - Terkait pemeriksaan atas Tri Wiyasa, pihak Kejaksaan Agung sebenarnya sudah mengeluarkan ancaman untuk memanggil paksa yang bersangkutan. "Jadi, TW akan dihadirkan secara paksa, jika pada panggilan Kamis (9/4) depan tidak hadir (memenuhi panggilan ketiga)," kata Tony Spontana di Jakarta, Minggu (5/4) lalu.

Hanya saja sudah lima bulan sejak ancaman itu ditebar, tak ada aksi nyata dari pihak Kejagung. Pemanggilan paksa atas Tri Wiyasa pun terancam sekadar wacana saja. Padahal pemeriksaan atas Tri sudah diagendakan sejak bulan April silam. Namun terus tertunda karena "keberanian" Tri mengangkangi surat panggilak Kejagung.

Tri tidak memenuhi panggilan tanpa keterangan secuil pun. "Tidak ada keterangan sama sekali atas ketidakhadiran memenuhi panggilan tim penyidik," terang Tony.

Kabarnya, Tri memang takut diperiksa Kejagung lantaran bakal langsung ditahan. Tri takut bernasib sama seperti Wawan Indrawan yang sejak akhir Maret lalu sudah meringkuk di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung.

Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman meminta Kejaksaan tegas terhadap tersangka yang mangkir pemanggilan. Hal itu dinilai mengganggu upaya penuntasan kasus korupsi. "Panggil paksa dan segera tahan. Masak satu sudah ditahan tapi sisanya tidak," kata Boyamin kepada gresnews.com.

Dia mengatakan, langkah tegas ini akan menepis dugaan Kejaksaan terkesan tebang pilih terhadap tersangka. "Apalagi diketahui TW salah satu adik anggota dewan di DKI Jakarta," ujar Boyamin.

Kasus dugaan korupsi pengadaan Tower BJB ini disidik sejak 2013 oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat, tapi karena jumlah uang  yang diduga dikorupsi sangat besar maka diambil alih oleh Kejagung, sejak 2014. Namun pengambilalihan penanganan kasus itu juga bukan lantas membuat kasusnya cepat selesai. Justru kasusnya hampir dipetieskan. Beberapa kali bolak-balik setahun lebih disidik sampai akhirnya berkas perkara itu dinyatakan lengkap (P21).

Karena tidak ada kejelasan atas bolak-balik perkara, Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) R Widyopramono dikabarkan sampai mengeluarkan nota dinas agar kasus itu segera dituntaskan. Namun itu juga tak lantas membuat kasus ini tuntas, karena butuh hampir lima bulan untuk menyatakan berkasnya lengkap.

BACA JUGA: