JAKARTA, GRESNEWS.COM - Direktur Utama PT Comradindo Lintasnusa Perkasa (CLP), Tri Wiyasa akhirnya mengajukan gugatan praperadilan atas penetapan dirinya sebagai tersangka oleh penyidik pidana khusus Kejaksaan Agung. Tri Wiyasa merupakan tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan T Tower Bank Jawa Barat-Banten (BJB) di Jalan Gatot Subroto Kaveling 93 Jakarta pada 2013 silam.

Gugatan praperadilan itu didaftarkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Pihak Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah menetapkan jadwal sidang 16 Februari 2016 lalu. Namun pihak tergugat tidak datang.

"Praperadilan dengan No 07/pid.prap/2016 pemohonTri Wiyasa terhadap Kejagung ditunda untuk pemanggilan Kejagung pada Selasa 23 Februari," kata Kapala Humas PN Jakarta Selatan Made Sutrisna saat dikonfirmasi gresnews.com, Kamis (18/2).

Made mengatakan untuk memproses sidang gugatan tersebut Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah menunjuk hakim tunggal Efendi Muhtar untuk memimpin sidang.  

Dalam kasus korupsi T-Tower Tri Wiyasa ditetapkan tersangka bersama mantan Kepala Divisi Umum BJB Wawan Indrawan sejak 2013 silam. Wawan sendiri telah dinyatakan tidak terbukti melakukan korupsi dan divonis bebas oleh Pengadilan Tipikor Bandung beberapa waktu lalu. Namun Jaksa mengajukan kasasi atas vonis bebas itu. Karena alasan putusan bebas Wawan itu, Tri mempraperadilankan Kejaksaan Agung.

Sementara pihak Kejaksaan Agung menyatakan telah menyiapkan tim jaksa untuk menghadapi gugatan tersebut. Direktur Penyidikan Fadil Zumhana mengatakan, tim terdiri dari jaksa senior yang menangani kasus ini untuk mematahkan dalil-dalil penggugat Tri Wiyasa.

"Tim sudah ada, kita siap di praperadilan," kata Fadil Zumhana di Gedung Bundar Kejaksaan Agung, Kamis (18/2).

BURONAN - Tersangka Direktur Utama PT Comradindo Lintasnusa Perkasa (CLP) Tri Wiyasa merupakan satu-satunya tersangka yang hingga kini belum juga dilakukan penahanan. Bahkan Kejaksaan Agung telah memasukkan Tri Wiyasa sebagai buronan. Meski terus dicari, Tri tak bisa disentuh.  

Tri Wiyasa merupakan adik dari Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Tri Wicaksana atau Bang Sani. Kasus ini berawal dari keinginan Direksi BJB untuk memiliki kantor cabang BJB di Jakarta. Mereka, lalu membeli 14 dari 27 lantai T-Tower yang rencananya dibangun di Jalan Gatot Subroto Kaveling 93, Jakarta.

Tim BJB bernegosiasi dengan Comradindo, perusahaan teknologi informasi yang mengklaim sebagai pemilik lahan Kaveling 93. Lalu disepakati harga pembelian tanah sebesar Rp 543,4 miliar, dalam rapat direksi mereka setuju membayar uang muka 40 persen atau sekitar Rp 217,36 miliar pada 12 November 2012 dan sisanya, dicicil senilai Rp 27,17 miliar per bulan selama setahun.

Namun dalam praktiknya ditemukan kejanggalan transaksi, mulai status tanah yang diduga milik perusahaan lain sehingga rawan sengketa, harga tanah yang jauh di atas harga pasar sampai pembayaran uang muka yang menyalahi ketentuan. Akibat tindakan tidak profesional Bank BJB itu, negara diduga dirugikan sekitar Rp217,36 miliar. Sehingga pihak Kejaksaan turun melakukan penyidikan dan menetapkan sejumlah pihak yang bertanggung jawab sebagai tersangka.

BACA JUGA: