JAKARTA, GRESNEWS.COM - Untuk ketiga kalinya, berkas perkara  dugaan korupsi pembangunan T-Tower milik Bank Jawa Barat-Banten (BJB) dikembalikan dari penuntutan ke penyidikan. Padahal tim penyidik telah melengkapi catatan dari jaksa penuntutan. Kuat dugaan tak kunjung dilimpahkan kasus ini karena gesekan di internal kejaksaan.

Bolak-baliknya berkas  berkas BJB Tower ini sampai Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) R Widyopramono telah turun pun belum juga rampung. Padahal nota dinas percepatan kasusnya sudah dikeluarkan. Namun tetap saja, setiap kali disampaikan ke jaksa penuntutan, berkas dikembalikan. Ada beberapa yang masih perlu dilengkapi.

"Iya, kami masih diminta melengkapi keterangan ahli lagi," ungkap Kasubdit Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Sarjono Turin, Kamis (12/2).

Kasus yang merugikan negara sekitar Rp217 miliar lebih itu telah dikembalikan lagi dari penuntutan ke penyidikan. Saat ini tim penyidik sedang melengkapi untuk bisa segera dilimpahkan.

Dengan pengembalian berkas perkara tersebut disayangkan penggiat antikorupsi. Sebab agenda percepatan penuntasan perkara korupsi, yang menjadi komitmen Jaksa Agung HM Prasetyo dengan membentuk Satgassus TP3K, awal Januari 2015 masih jauh dan butuh waktu.

Jaksa penyidik juga mengaku heran dengan masih bolak-baliknya berkas. Sebab sejak beberapa bulan lalu berkasnya masik dinyatakan belum lengkap. "Entah, ada apa kok berkas perkara ini sulit dinyatakan lengkap (P21)," kata jaksa yang meminta namanya dirahasiakan.

Meski perkara ini sudah disidik sejak 2013 oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat dan telah ditetapkan dua orang tersangka, namun karena jumlah dugaan yang dikorupsi sangat besar, maka diambil alih oleh Kejagung, sejak 2014. Dua tersangka tersebut dan hingga kini belum ditahan, adalah Kepala Divisi Umum BJB Wawan Indrawan dan Direktur Comtalindo Lintasnusa Perkasa (CLP) Tri Wiyasa.

Seperti diketahui, kasus ini berawal saat manajemen Bank BJB setuju membeli 14 dari 27 lantai T-Tower yang akan dibangun di Jalan Gatot Subroto Kaveling 93, Jakarta sebagai Cabang Khusus BJB di Jakarta, 2006.  Lahan ini milik PT Comtalindo, yang bergerak di bidang teknologi informasi.

Tim BJB menegosiasikan dengan Comtalindo dan sepakat harga tanah sebesar Rp543,4 miliar. Bank pelat merah itu lalu membayar uang muka sebesar Rp217, 36 miliar atau 40 persen dari nilai proyek, 12 November 2012. Sisa dicicil sebesar Rp27,17 miliar per bulan selama setahun.

Belakangan, ditemukan aneka soal, mulai tanah yang diklaim milik orang lain, harga tanah yang digelembungkan (mark up) sehingga pembayaran uang muka dinilai menyalahi perundangan. Akibat perbuatan "ceroboh" manajemen Bank BJB dirugikan sekitar Rp217 miliar lebih.

Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI)  Boyamin Saiman menyayangkan lambannya penanganan kasus ini. Dia mendesak Jaksa Agung turun tangan. Sebab jika dibiarkan berlarut-larut, kepercayaan publik yang saat ini mulai membaik terhadap kerja Kejaksaan akan kembali luntur. "Jaksa Agung harus tegas, segera limpahkan ke pengadilan," kata Boyamin dihubungi Gresnews.com.

BACA JUGA: