JAKARTA, GRESNEWS.COM - Perseteruan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan Polri tak kunjung usai punya pesan penting yang patut jadi perhatian. Pesan itu adalah makin merosotnya lembaga kepresidenan. Polri selalu tidak mengindahkan perintah dari Presiden Jokowi sebagai panglima tertinggi.

"Ini soal kewibawaan presiden yang mulai tak dihargai. Kapolri tak terlalu mengindahkan titah Jokowi sebagai seorang Presiden," kata peneliti dari The Political Literacy Institute Adi Prayitno kepada Gresnews.com, Minggu (3/5).

Kenapa ini bisa terjadi? Menurut Adi, saat ini posisi Presiden Jokowi tidak terlalu mendapat dukungan memadai dari partai politik. Koalisi Indonesia Hebat (KIH) sebagai poros utama pendukungnya tak bisa diharapkan. Komunikasi politik KIH dengan Jokowi sedikit terganggu. Peran para menterinya di bidang Politik Hukum dan Keamanan (Polhukam) tidak banyak membantu untuk menyelesaikan persoalan KPK dan Polri.

Sejak terjadi ketegangan dua lembaga ini, Jokowi berulang kali meminta untuk menghentikan kriminalisasi. Tapi nyatanya, ketegangan KPK dan Polri terus terjadi. Dan Jokowi sendiri seperti acuh tanpa mengambil sikap tegas.

Seperti diketahui ketegangan Polri dan KPK pecah ketika Komjen Budi Gunawan dijadikan tersangka oleh KPK. Polisi seperti tak terima, Budi yang saat itu menjadi calon tunggal Kapolri itu dijadikan tersangka. Polisi kemudian menetapkan Wakil Ketua KPK nonaktif Bambang Widjojanto sebagai tersangka setelah menangkapnya saat mengantar putrinya sekolah. Lalu berlanjut dengan penyidikan kasus Rumah Kaca yang melibatkan Ketua KPK nonaktif Abraham Samad.

Hingga Presiden Jokowi turun tangan agar perseteruan tidak makin dalam dan mengganggu pemberantasan korupsi. Pesan Presiden Jokowi saat itu jelas terhadap pimpinan sementara yang ditunjuknya adalah memperbaiki kondisi yang ada. Mantan Ketua KPK Taufiequrrahman Ruki dipercaya untuk mengembalikan situasi agar kembali membaik. Begitu juga ketika Jenderal Badrodin Haiti dilantik sebagai Kapolri, pesannya jelas untuk memperbaiki hubungan antarlembaga khususnya dengan KPK.

Namun setelah Komjen Budi Gunawan dilantik sebagai Wakil Kapolri, Polri kembali menyulut bara. Dua pimpinan KPK nonaktif ditahan meskipun akhirnya tidak jadi. Peristiwa terakhir kasus penangkapan penyidik senior KPK Novel Baswedan.

Presiden Jokowi memerintahkan Kapolri untuk melepaskan Novel dan tidak membuat langkah yang kontroversial. Namun Polri seperti enggan patuh. Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Anton Charliyan mengatakan bahwa proses hukum terhadap Novel tidak bisa diintervensi. Meskipun akhirnya Polri melepaskan Novel setelah pimpinan KPK memberikan jaminan.

Pengamat Kepolisian dari Universitas Andalas Ismansyah menyayangkan kekisruhan ini terjadi. Pakar hukum pidana ini melihat perseteruan KPK dan Polri ini lebih banyak dilatari kepentingan politik tertentu. Akibatnya kasus-kasus hukum yang ditangani masing-masing lembaga tidak diselesaikan dengan proses hukum acara pidana yang sepatutnya.

Mulai kasus Budi Gunawan hingga kasus pimpinan KPK nonaktif banyak didekati dengan penyelesaian politik. "Ini bukan menghancurkan Polri atau KPK, tetapi hukum pidana itu sendiri," kata Ismansyah kepada Gresnews.com.

BACA JUGA: