JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) dan Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI-FHUI) mendesak Presiden Joko Widodo konsisten menolak nama Komjen Polisi Budi Gunawan jika diusukan kepolisian sebagai calon Wakapolri. Pengangkatan Kepala Lembaga Pendidikan Polri (Lemdikpol) yang proses hukumnya masih berjalan untuk menduduki jabatan publik dinilai bertentangan dengan moralitas hukum.

"Presiden Jokowi tidak sepatutnya mengangkat Budi Gunawan sebagai Wakapolri maupun jabatan-jabatan lainnya," kata Peneliti PSHK Miko Susanto Ginting, di Jakarta, kamis (9/4).

Pasalnya, kata Miko, pengangkatan calon tunggal Kapolri yang sempat disetujui DPR melalui paripurna atas usulan presiden, bertentangan dengan Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.

Ketentuan itu menyatakan salah satu asas umum pemerintahan yang baik adalah norma kepatutan. Ketentuan tersebut menjadi kewajiban bagi penyelenggara negara sesuai dengan Pasal 8 Ayat (2) huruf b UU Nomor 30 Tahun 2004 tentang Administrasi Pemerintahan.

"Presiden bertanggungjawab terhadap pembenahan dan reformasi kepolisian," tegasnya. Reformasi Kepolisian, menurutnya, akan berhasil dimulai dari memilih pimpinan yang tidak diragukan integritasnya.

Pendapat seupa juga disampaikan Peneliti MaPPI Dio Ashar Wicaksana. Menurut Dio, wacana pengangkatan calon tunggal Kapolri yang sempat disetujui DPR melalui paripurna atas usulan presiden ini menjadi calon Wakapolri mengemuka ke publik. Bahkan isu ini diikuti dengan adanya isu kompromi antara Partai yang termasuk Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dengan Presiden Jokowi.

"Pengalaman ketika pengusulan nama BG sebagai calon kapolri sangatlah menuai kontroversi dan debat berkepanjangan di publik," kata Dio, Kamis (9/4).

Bahkan katanya, pengajuan nama Budi Gunawan ditolak oleh para kalangan aktivis antikorupsi, karena adanya dugaan kasus suap yang diikuti dengan penetapan BG menjadi tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Menurutnya, pasca putusan Sarpin Rizaldi yang membatalkan status tersangka Budi Gunawan, bukan berarti perkara itu sudah benar-benar selesai atau BG sama sekali tidak melakukan tindak pidana korupsi. Sebab isi putusannya hanyalah mendelegitimasi kewenangan KPK terhadap pemeriksaan perkara Budi Gunawan.

Sementara penyelidikan perkara ini masih dilanjutkan oleh pihak Kejaksaan dan kini dilimpahkan lagi ke polisi. "MaPPI-FHUI menolak nama Budi Gunawan sebagai calon Wakapolri," tuturnya.

Sebagai masyarakat sipil, MaPPI-FHUI kata Dio, mengharapkan adanya pimpinan Kepolisian yang benar-benar baik secara kualitas maupun integritas. Dengan adanya penyelidikan perkara Budi Gunawan dilimpahkan ke Kejaksaan dan ke Mabes Polri, menandakan belum berhentinya proses pemeriksaan perkara BG.

"Oleh karena itu, seharusnya posisi strategis seperti wakapolri diisi dengan nama yang memiliki integritas baik di mata publik," ujar Dio.

MaPPI-FHUI juga meminta Kapolri terpilih nanti untuk tidak mengajukan nama Budi Gunawan sebagai calon Wakapolri. "Kapolri mempunyai hak prerogratif untuk menolak nama yang diusulkan oleh Dewan Kepangkatan dan Jabatan Tinggi (Wanjak) Polri," jelasnya.

Selanjutnya, kata Dio, MaPPI-FHUI juga meminta Presiden Jokowi tidak menyetujui nama Budi Gunawan, ketika nanti Kepolisian tetap memilih nama Budi Gunawan sebagai calon wakapolri.

"Kami meminta konsistensi sikap Presiden membatalkan pelantikan Budi Gunawan sebagai Kapolri karena adanya polemik di masyarakat. Sudah seharusnya beliau juga tidak sepakat jika nama Budi Gunawan diajukan sebagai calon wakapolri.

Sebelumnya, setelah batal dilantik menjadi Kapolri, Koalisi Indonesia Hebat (KIH) menggadang-gadang Komisaris Jenderal Polisi Budi Gunawan, mengisi posisi Wakapolri ketika Komjen Polisi Badrodin Haiti sudah terpilih dan dilantik menjadi Kapolri.

Pilihan itu, menurut Sekretaris Jenderal Partai Nasional Demokrat (Nasdem) Patrice Rio Capella, didasari pemikiran untuk menjaga harga diri, mengembalikan kehormatan dan hak Budi Gunawan setelah dinyatakan bebas oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Menurut Patrice, KIH sangat menghormati keputusan Presiden yang menganulir Budi Gunawan sebagai calon Kapolri. Namun, karena sudah menjalani proses di DPR dengan baik, maka KIH mencari solusi mengusulkan menjadi Wakapolri. Selanjutnya KIH meminta kepada Presiden merestui Budi Gunawan satu paket dengan Badrodin Haiti yang saat ini menjadi calon tunggal Kapolri.

"Meski demikian, peluang Pak Budi Gunawan menjadi Wakapolri tergantung dari Wanjakti dan Kompolnas. Namun, usulan BG jadi Wakapolri sudah disampaikan KIH pada Presiden Jokowi," kata Patrice di Ruang Paripurna Nusantara II, Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (6/4).

Seperti diketahui, Presiden mengajukan nama Budi Gunawan sebagai calon tunggal Kapolri pada 9 Januari lalu dalam surat kepada pimpinan DPR. Namun keputusan tersebut menuai penolakan sehingga Presiden Jokowi menyampaikan pidato resmi pembatalan Budi Gunawan sekaligus menunjuk nama baru Badrodin  Haiti, kepada DPR pada (18/2), bersamaan dengan masa reses DPR.

Kepastian nama Badroin Haiti pun belum jelas lantaran sampai saat ini, Komisi III DPR belum juga melaksanakan fit and proper test (uji kelayakan dan kepatutan). Padahal surat Presiden tentang pengajuan nama calon Kapolri itu sudah dibacakan di rapat paripurna pembukaan masa sidang III pada Senin (23/3) lalu.

Sesuai ketentuan UU Kepolisian, DPR memiliki waktu 20 hari kerja untuk membahas surat Jokowi tersebut sejak surat itu dibacakan di paripurna. Ketika belum ada sikap DPR sampai tenggat waktu itu berakhir, otomatis Presiden berhak mengangkat Badrodin Haiti. Artinya, Badrodin Haiti akan menjadi Kapolri tanpa fit and profer test, apabila dalam tiga hari kedepan DPR tidak menggelar uji kelayakan dan kepatutan.

BACA JUGA: