JAKARTA, GRESNEWS.COM - Klaim Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri yang menyatakan telah melakukan gelar perkara kasus Komjen Budi Gunawan dibantah. Dua dari tiga ahli hukum pidana yang diundang Bareskrim Polri menyatakan belum ada gelar perkara terhadap kasus Komjen Budi Gunawan, yang ada sekadar informal meeting.

Bareskrim mengklaim mengundang tiga ahli hukum dalam gelar perkara Komjen Budi Gunawan yang dilaksanakan April 2015 lalu. Mereka adalah yakni Chairul Huda, Teuku Nasrullah dan Yenti Ginarsih.  Chairul Huda pernah menjadi saksi ahli yang dihadirkan oleh Kuasa Hukum Komjen Budi Gunawan saat mempraperadilankan KPK di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Chairul menyatakan KPK tidak profesional menetapkan Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka karena tidak mempunyai dasar yang cukup. Huda pun menyebut beberapa alasan tidak profesionalnya KPK. "Baru setelah penetapan tersangka (Komjen Budi Gunawan) ada pemeriksaan beberapa orang saksi dari pihak bank, itupun hanya berisi konfirmasi adanya transaksi. Juga penyitaan terhadap slip bank. Sama sekali tidak ada pemeriksaan terhadap pentransfer atau untuk apa transfer itu dilakukan," kata Huda saat dikonfirmasi Gresnews.com, Selasa (19/5).

Namun dua ahli hukum lainnya yakni Teuku Nasrullah dan Yanti Ganarsih menyebutkan penyidik Bareskrim hanya menggelar pertemuan untuk dimintai pendapatnya atas berkas hasil penyelidikan dan penyidikan kasus dugaan gratifikasi Budi Gunawan oleh KPK. Nasrullah mengaku diundang Bareskrim untuk dimintakan pendapatnya atas berkas Budi Gunawan setelah berkas dilimpahkan dari Kejaksaan Agung ke Bareskrim Polri.

Dalam pertemuan tersebut, Nasrullah berpendapat agar Bareskrim Polri melakukan konfirmasi kembali kepada KPK terhadap berkas perkara Budi Gunawan yang diterima Bareskrim Polri . Sebab berkas yang ada minim data dan terkesan seadanya, hanya sekitar 15 halaman menurut keterangan Chairul Huda. Sehingga ketika dimintakan pendapat, namun berkas seadanya nanti memunculkan pendapat yang bias.

"Saya minta ke Bareskrim, tolong konfirmasikan lagi ke KPK, jika berkas final maka kami memberikan pendapat. Jangan sampai kami salah memberikan penilaian," kata Nasrullah kepada Gresnews.com, Selasa (19/5).

Bahkan saat itu Nasrullah meminta Bareskrim untuk menghadirkan banyak pihak, dari KPK, Kejaksaan Agung untuk duduk bersama. Namun hingga saat ini, dirinya belum menerima konfirmasi berkas dari KPK seperti yang dimintakan kepada Bareskrim.

Nasrullah menegaskan, dirinya belum memberikan pendapat final atas berkas perkara Budi Gunawan, jika tidak ada jawaban dari KPK.

Hanya saja, salah seorang penyidik mengajukan pertanyaan lain. Penyidik meminta pendapatnya bagaimana kalau berkas perkara Budi Gunawan yang diberikan KPK ke Kejaksaan Agung dan diterima Bareskrim minim, (hanya 15 halaman, red).

""Kalau" memang berkas (BG) seadanya, saya katakan kalau memang begitu berkasnya tidak benar penyelidikan KPK," jelas Nasrullah.

Senada dengan Nasrullah, ahli hukum pidana Yanti Genarsih membantah ada gelar perkara kasus Budi Gunawan. Bahkan menurut Yenti, ia tidak mengetahui jika Bareskrim melakukan gelar perkara dalam kasus dugaan gratifikasi Budi Gunawan. "Tidaaak hadir...mungkin juga gak diundang. Gak apa-apa kan gak diundang," tutur Yenti, Selasa (19/5).

Menurut Yenti, ia memang pernah diundang Bareskrim, awalnya untuk diskusi dan tidak secara spesifik mengenai perkara Budi Gunawan. Dan dalam rapat, kemudian ia dimintai pendapat apakah gelar perkara diperlukan dalam kasus ini. "Dan sedianya gelar akan dilakukan hari Selasanya tanggal 23 April (2015) apa ya? Itupun undangan pada saya untuk  diskusi bukan gelar perkara. Ternyata siangnya dibatalkan, sampai sekarang," ucap Yenti.

Yenti menyebut itu hanya informal meeting. "Saya diundang untuk memberikan masukan di Bareskrim, tapi waktu saya tidak mengerti apa masalahnya," kata Yenti kepada Gresnews.com.

Diakuinya, waktu itu dirinya diperlihatkan berkas Budi Gunawan sekilas. Yenti berpendapat berat jika langsung mengatakan bahwa KPK dalam menetapkan Budi Gunawan tersangka tidak tepat dan tidak cukup bukti.

Karena itu, Yenti mengusulkan untuk dilakukan gelar bersama dan terbuka dengan mengundang semua pihak terkait. "Undang semua, termasuk LSM baru kita aman. Dan KPK harus hadir," kata Yenti.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Trisakti ini memang mengakui sering diundang Bareskrim. Tetapi tidak dalam konteks gelar perkara apalagi kasus dugaan gratifikasi perkara Budi Gunawan. "Kalau ke Bareskrim mah sering tapi bukan gelar perkara, hadir BAP ahli, rakernis (rapat kerja teknis) dan lain-lain," ujarnya.

Namun keterangan dua ahli ini berbeda dengan keterangan Bareskrim Polri. Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri Brigjen Victor E. Simanjuntak menyebut gelar perkara kasus tersebut dilaksanakan April 2015 lalu dengan dihadiri oleh tiga pakar hukum, yakni Chairul Huda, Teuku Nasrullah dan Yenti Ginarsih. Gelar perkara juga dihadiri penyidik dari direktorat lain di Bareskrim.

Dalam gelar perkara tersebut, keterangan ahli hukum dan penyidik menyampaikan dari laporan hasil penyelidikan dan penyidikan kasus mantan pimpinannya di Lemdikpol itu dianggap tidak layak dilanjutkan karena proses penyidikannya dinilai tak memenuhi syarat.

Sementara itu KPK sendiri mengaku pernah diundang untuk melakukan gelar bersama kasus Budi Gunawan. Namun gelar perkara tersebut dibatalkan. "Iya pernah, tapi kan itu dibatalkan," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Priharsa Nugraha. (Aji Prasetyo/Gresnews,com)

BACA JUGA: