JAKARTA, GRESNEWS.COM - Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri terus mengusut kasus dugaan korupsi proyek pembayaran paspor secara elektronik atau yang dikenal dengan payment gateway (PG). Setelah menetapkan mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana sebagai tersangka, polisi terus menggali pihak lain yang diduga terlibat.

Dalam pengembangan penyidikan kasus, penyidik memastikan ada pihak lain yang diduga ikut terlibat. Hal itu didasari dari keterangan 21 saksi yang telah diperiksa. Termasuk memeriksa mantan Menkumham Amir Syamsudin yang telah dua kali diperiksa sebagai saksi. Lalu, apakah ada kemungkinan Amir terlibat dan dijadikan tersangka?
 
"Kami lihat hasil pemeriksaannya dulu, termasuk hasil pemeriksaan DI (Denny Indrayana) apa ada yang mengarah ke sana (keterlibatan Amir)," kata Kepala Bagian Penerangan Umum Humas Mabes Polri Kombes Rikwanto di Mabes Polri, Selasa (31/3).

Namun, terhadap Amir, saat ini penyidik telah menilai cukup untuk mendapatkan keterangan dari politisi Partai Demokrat itu. Penyidik, lanjut Rikwanto, belum membutuhkan lagi keterangan dari Amir.

Sebelumnya, dalam pemeriksaan terhadap Amir, polisi telah meminta keterangan proyek PG ini. Penyidik mencecar politisi Partai Demokrat ini soal adanya benturan aturan.

"Kegiatan ini dinilai kurang serasi dengan aturan-aturan dari Kemenkeu. Itulah yang saya jelaskan tadi," jelas Amir usai diperiksa beberapa waktu lalu.

Terkait jabatan Amir sebagai menteri yang dinilai mengetahui proyek itu dipegang dua vendor yakni PT Nusa Satu Inti Artha dan PT Finnet Indonesia, Rikwanto belum bisa memberikan banyak keterangan. Menurutnya, hal itu ada di dalam materi penyidikan sehingga belum didapat disimpulkan dan disampaikan kepada publik. "Itu masuknya materi penyidikan ya," singkatnya.

Bareskrim Mabes Polri telah menetapkan Denny atas dugaan korupsi proyek payment gateway. Kasus dugaan korupsi dalam program ini bermula atas laporan Andi Syamsul Bahri pada 10 Februari 2015.

Denny diduga melanggar Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 dan Pasal 23 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 421 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Polisi baru menetapkan satu tersangka. Namun Kabareskrim Komjen Budi Waseso menyampaikan dalam kasus ini ada beberapa tersangka tidak hanya Denny. Semua terus disidik oleh penyidik.

Apalagi proyek ini diduga punya kepentingan untuk pendanaan pemilu. Seperti disampaikan mantan Ketua Komisi III DPR Gede Pasek Suardika. Pasek mengungkapkan, program PG dilaksanakan saat akhir jabatan sang Wamenkumham pada sekitar bulan Maret 2014. "Idenya itu menjelang pemilu, pelaksanaannya pertengahan tahun, dan saya sudah pindah ke Komisi IX," aku pasek.

Proyek ini dianggap sebagai ongkos menjelang pergantian kekuasaan. Sebab, dilihat dari awal, kebijakan ini tak termasuk dalam program aksi Kemenkumham 2014. Dikerjakan dengan ngebut, Kemenkumham dianggap membangun pelindung dengan Rapat bersama Kemenkeu, KemenPANRB, Kemen Kominfo, Ombudsman, KPK, BI dan LKPP.Setelah rapat usai, semua pihak memberi saran agar berhati-hati dengan proyek ini. Bahkan KPK mengingatkan risiko hukum dalam penerapan PG, dimana jangan sampai swasta dilibatkan secara dominan.

Program PG pun diluncurkan pada tanggal 7 Juli 2014 di Kanim Jaksel bersamaan dengan terbitnya aturan Permenkumham Nomor 18 Tahun 2014 yang dijadikan landasan hukum pemberlakuan PG. "Aturan ini melanggar aturan-aturan lainnya. Betapa ironisnya, kementerian hukum buat aturan hukum yang melanggar," papar Pasek.

Akibatnya usia PG hanya berlangsung selama tiga bulan. Karena pada 17 September 2014 keluar Surat Menkumham No.M.HH.KU.02.03-14 perihal penghentian PG. "Hanya bermain tiga bulan saja sudah lumayan, pantas ngotot menjelang masa jabatannya berakhir," kata Pasek.

BACA JUGA: