JAKARTA, GRESNEWS.COM - Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana akhirnya memenuhi panggilan penyidik Bareskrim Polri sebagai tersangka. Denny akan menjalani pemeriksaan dalam kasus korupsi proyek paspor elektronik (payment gateway) pada Tahun Anggaran 2014 di Kemenkumham.

Denny yang didampingi dua kuasa hukumnya bersikukuh tidak ada kerugian negara dalam proyek Payment Gateway yang dicetuskannya. Denny datang sekitar pukul 13.45 WIB mengenakan kemeja batik berwarna merah dan menegaskan dirinya datang untuk memenuhi panggilan penyidik dan juga untuk menghormati proses hukum yang sedang dijalaninya.

"Saya memenuhi undangan penyidik untuk hadir sebagai tersangka, ini bentuk penghormatan dalam proses hukum yang sedang berjalan," ujar Denny di Bareskrim Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Jumat (27/3).

Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada itu berharap di hari Jumat ini mendapatkan berkah saat menjalani pemeriksaan oleh penyidik seputar kasus korupsi pembuatan paspor melalui pembayaran elektronik itu.

"Saya berdoa ini hari baik, Jumat penuh berkah semoga ada saat penyidik menyampaikan pertanyaan sehingga penjelasan yang saya berikan dapat mengungkap pembuatan paspor yang pada dasarnya memenuhi publik agar tidak ada calo dan anti pungli-pungli lagi serta dimudahkan dalam mengurus pembuatan paspor," harapnya.

Dalam kesempatan tersebut, pihak Denny lagi-lagi membantah ada indikasi korupsi yang merugikan keuangan negara. Salah satu kuasa hukumnya Heru Widodo menuturkan, setelah mempelajari dokumen terkait kasus ini termasuk laporan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan Desember 2014,  tidak ada kerugian negara Rp 32,4 miliar lebih dalam program sistem pembayaran pembuatan paspor secara elektronik.

"Itu (Rp 32,4 miliar) disetorkan ke kas negara, bukan kerugian," kata Heru di Bareskrim Polri, Jumat (27/3).

Bahkan, uang sebesar Rp605 juta yang disebut pungutan tidak sah juga tak benar. Menurutnya, itu biaya transaksi elektronik yang dikeluarkan pemohon paspor. "Kalau tidak mau itu bisa bayar di loket," tegasnya.

Lebih lanjut, Heru juga menepis anggapan bahwa dalam proyek yang bergulir sejak Juli hingga Oktober 2014 lalu itu menguntungkan vendor yaitu PT Nusa Satu Inti Artha dan PT Finnet Indonesia. Menurutnya, setelah dipelajari, dua vendor malah menderita kerugian. "Nilai investasi dengan biaya masuk ke mereka jauh lebih besar dari nilai investasi yang dikeluarkan," jelasnya.

Perkara yang dimulai penyelidikan sejak Desember 2014 lalu itu ternyata diduga kuat melibatkan dua vendor yaitu PT Nusa Satu Inti Artha sebagai penyedia payment switch dan payment aggregator-dengan nama produk Doku. Serta, PT Telkom Indonesia melalui anak perusahaannya PT Finnet Indonesia selaku payment aggregator-dengan nama produk Delima Kios.

Kepala Divisi Humas Polri Brigjen Anton Charliyan mengatakan, Denny berperan untuk menginstruksikan penunjukan dua vendor dalam pelayanan sistem paspor secara elektronik, sekaligus fasilitator untuk mengoperasikan sistem tersebut.

"Satu rekening dibuka atas nama dua vendor itu. Uang disetorkan ke sana, baru disetorkan ke bendahara negara. Nah, ini yang menyalahi aturan, harusnya langsung ke bendahara negara," ujar Anton di Mabes Polri beberapa waktu lalu.

Namun, saat disinggung apakah ada aliran dana dari rekening itu ke rekening pribadi Denny, Anton mengakui hal itu masih dalam penyelidikan lebih lanjut. Begitu juga soal apakah ada keterkaitan antara dua vendor tersebut dengan pribadi Denny. Anton juga mengatakan bahwa kemungkinan akan ada yang dijadikan tersangka lagi setelah Denny.

"Bukan hanya satu tersangka, tapi baru satu. Karena tersangka ini akan merembet ke yang lain," ujar Anton.

Penyidik Direktorat Tindak Pidana Korupsi menetapkan Denny sebagai tersangka. Denny diduga kuat menyalahgunakan wewenang dalam program sistem pembayaran pembuatan paspor secara elektronik.

Penyidik mengenakan Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 dan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 421 KUHP Juncto Pasal 55 ayat (1) ke satu KUHP tentang penyalahgunaan wewenang secara bersama-sama.

Apakah pemeriksaan sebagai tersangka akan langsung menjebloskan Denny ke tahanan? Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Rikwanto mengatakan soal penahanan merupakan kewenangan penyidik. "Itu urusan penyidik," kata Rikwanto.

BACA JUGA: