JAKARTA, GRESNEWS.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memang telah melimpahkan kasus Budi Gunawan ke Kejaksaan Agung. Meskipun begitu, ternyata lembaga antirasuah ini tetap mengupayakan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung (MA). Namun sayang, niat tersebut sepertinya sirna karena MA mengisyaratkan akan menolak PK tersebut.

Terkait hal ini, Komisioner Komisi Yudisial Taufiqurrahman Syahuri mengatakan seharusnya MA tidak boleh menolak jika memang KPK mengajukan upaya hukum PK. Karena, pengadilan seharusnya menerima semua perkara yang diajukan meskipun dalam putusan pengadilan, perkara tersebut ditolak.

"Nggak boleh ngomong begitu, hakim nggak boleh nolak perkara dengan alasan hukum nggak ada, alasan hukum nggak jelas," kata Taufiq saat menyambangi Gedung KPK, Jakarta, Selasa (10/3).

Menurut Taufiq, jika memang MA mengatakan hal tersebut itu sama saja lembaga pimpinan Hatta Ali itu tidak menghormati hukum yang berlaku. Artinya, lanjut Taufiq, MA mendahului putusan pengadilan yang perkaranya sendiri belum diputuskan.

Ia melanjutkan, posisi para pimpinan MA dalam hal ini hanyalah bersifat administratif dan tidak berwenang menentukan suatu perkara. Taufiq pun berkaca pada proses praperadilan Budi Gunawan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. "Nanti BG bilang Jubir mengatakan ditolak di UU KUHAP Pasal 77 karena nggak ada penetapan tersangka, boleh gitu ngomongnya?" tegasnya.

Jika memang melakukan hal itu, para pimpinan MA bisa dikenakan sanksi kode etik. "Kalau itu terjadi ya (pelanggaran kode etik), tapi saya enggak yakin MA ngomong begitu," ujar Taufiq.

Pada Jumat (6/3) lalu, Lima pimpinan KPK telah menemui Ketua MA, Hatta Ali. Salah salah satu agenda yang dibicarakan yaitu terkait rencana KPK mengajukan PK atas putusan praperadilan Komjen Budi Gunawan. Dari informasi yang didapat dalam pertemuan itu terjadi perbincangan alot antara pimpinan KPK dengan Ketua MA. Hal itu dikarenakan Hatta Ali mengisyaratkan tak akan menerima permohonan PK yang diajukan KPK. MA berpegangan pada peraturan bahwa yang bisa mengajukan PK adalah terpidana atau ahli waris dari terpidana.

Dalam pandangan MA, KPK sebagai instansi penegak hukum tak berhak mengajukan PK, meskipun PK bertujuan untuk memperbaiki kesalahan putusan hakim praperadilan. Pimpinan KPK sempat menanyakan apakah MA bisa mengeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) agar membuka peluang KPK bisa mengajukan PK atas putusan ´aneh´ hakim Sarpin Rizaldi yang mencabut status tersangka Komjen Budi Gunawan.

Namun, Ketua MA yang juga didampingi beberapa hakim agung, mengungkapkan tak bisa menerbitkan SEMA seperti yang diminta KPK. Hal itu semakin diperkuat dengan pernyataan Juru Bicara MA Suhadi saat dikonfirmasi wartawan.

"Kalau PK Mahkamah Agung sesuai dengan aturan hanya terpidana atau ahli waris yang bisa mengajukan," kata Suhadi.

Dalam Pasal 263 Ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang berhak mengajukan PK adalah terpidana atau ahli warisnya. Sedangkan dalam SEMA yang dimaksud adalah nomor 4 Tahun 2014 yang memungkinkan diajukan kasasi jika ada penyelundupan hukum oleh hakim.

KPK memang mendapat desakan dari berbagai pihak untuk segera mengajukan PK atas putusan praperadilan Komjen Budi Gunawan. Bahkan, para pegawai KPK sempat melakukan aksi protes dan meminta agar pimpinan segera mengajukan PK.

BACA JUGA: