JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kejaksaan Agung didesak untuk tak terlalu lama membiarkan Labora Sitorus mengabaikan hukum, dengan menolak eksekusi. Kejaksaan diminta segera mengeksekusi terpidana kasus penimbunan bahan bakar minyak ke lembaga Pemasyarakatan Sorong untuk menjalani hukuman 15 tahun penjara, sesuai putusan pengadilan terakhir.  

Jaksa dan polisi hingga saat ini masih melakukan langkah persuasif dan berharap Labora menyerahkan diri. Namun pengamat hukuman dari Forum Advokat untuk Keadilan dan Demokrasi (Fatkadem), Erman Umar mengatakan kejaksaan harus tegas untuk melakukan eksekusi.

Menurutnya Kejaksaan harus memberikan limit waktu kepada Labora yang sudah berstatus terpidana untuk secara sukarela menyerahkan diri dalam rangka pelaksanaan eksekusi."jika limit waktu sudah terlewati, maka terlepas Labora merasa didzolimi, kepastian hukum harus ditegakan dengan cara mengeksekusi secara paksa Labora dengan bantuan aparat keamanan setempat,” kata Erman di Jakarta, Minggu (15/2).

Disisi lain, kata Erman, pihak Labora dapat melakukan permohonan Peninjauan Kembali (PK) untuk membatalkan putusan kasasi, atau mohon keringanan hukum jika putusan terhadap dirinya dirasakan tidak adil. Dia menilai sangat wajar jika kejaksaan saat ini masih melakukan langkah-langkah persuasif mengingat untuk setiap kasus tentu perlu memperhatikan kondisi dilapangan. Apalagi Labora mendapat perlindungan dari karyawan dan masyarakat setempat serta oleh pihak lainnya.

Sementara itu Kejaksaan Tinggi Papua terus melakukan langkah persuasif dengan bekerja sama dengan Polda setempat. Meskipun terus menolak, Kejaksaan mengaku belum perlu meminta bantuan TNI untuk menangkap Labora.

Jaksa Agung HM Prasetyo mengatakan, Kejati dan Polda Papua terus melakukan pendekatan kepada pihak Labora agar menyerahkan diri. Kejaksaan sebagai eksekutor tidak akan gegabah menangkap Labora untuk dijebloskan ke penjara sesuai putusan kasasi MA.

Oleh karena masih menempuh langkah persuasif, maka Prasetyo, mengharapkan terpidana Labora sitorus menyerahkan diri untuk menjalankan hukuman sesuai dengan putusan majelis hakim.‎"Makanya kita harapkan Labora Sitorus segera secara sukarela menyerahkan diri untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Putusan sudah ada. Hak-hak juga diberikan tak ada alasan untuk menyampaikan ini itu dan jaksa berkewajiban menjalankan putusan pengadilan," ungkapnya.

Disinggung soal apa kendala eksekusi tersebut, Prasetyo menegaskan Labora sitorus memanfaatkan masyarakat yang berada di wilayahnya yang juga mengaku sebagai buruh di perusahaan miliknya untuk menghalangi proses eksekusi.‎"Kita bisa pahamilah mungkin masyarakatnya tidak bisa memahami, mungkin mereka masyarakat awam. Tentunya gampang dipengaruhi dan gampang digerakkan, itu yang perlu disadarkan. Makanya dilakukan langkah persuasif," tegasnya.

Melihat adanya masyarakat yang dijadikan tameng untuk menghalangi eksekusi apakah Kejaksaan Agung akan melakukan eksekusi paksa, politisi Nasdem itu mengatakan hingga saat ini belum dilakukan eksekusi paksa, namun tidak menutup kemungkinan hal tersebut dilakukan.‎

Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) sendiri terus melakukan investigasi terkait adanya dugaan sindikat yang mengeluarkan ‎surat keterangan bebas terhadap terpidana Labora Sitorus‎ dari Lapas Sorong.

Surat pembesan Laboran sitorus ini terungkap saat jaksa ingin mengeksekusi yang bersangkuta dari Lapas Sorong (tempat Labora di tahan). Namun ternyata Labora tidak berada di Lapas Sorong Papua. Eksekusi dilakukan berdasarkan putusan Mahkamah Agung pada 17 September 2014  yang menjatuhkan vonis 15 tahun penjara dan denda Rp 5 miliar subsider 1 tahun kurungan kepada Labora. Vonis ini sesuai dengan permohonan kasasi jaksa, sekaligus menolak permohonan Labora Sitorus.

Sekadar diketahui, Labora Sitotus merupakan terpidana kasus kepemilikan rekening gendut sebesar Rp 1,5 triliun. Labora ditangkap Bareskrim Polri dalam kasus dugaan penimbunan bahan bakar minyak dan kayu di Raja Ampat pada 19 Mei 2013 lalu, Penangkapan ini berdasarkan Laporan Hasil Analisis Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang mencurigai transaksi keuangan Labora.

Menurut Ketua PPATK Muhammad Yusuf, uang Labora mengalir ke sejumlah pihak. PPATK menemukan lebih dari 1.000 kali transaksi penarikan dan penyetoran dana oleh Labora dan pihak terkait lainnya untuk kepentingan Labora.

Mahkamah Agung pada 17 September 2014  menjatuhkan vonis 15 tahun penjara dan denda Rp 5 miliar subsider 1 tahun kurungan kepada Labora. Vonis ini sesuai dengan permohonan kasasi jaksa, sekaligus menolak permohonan Labora Sitorus, polisi pemilik rekening gendut senilai Rp 1,5 triliun.

Pada sidang di Pengadilan Negeri Sorong, majelis hakim meloloskan Labora dari dakwaan kasus pencucian uang. Labora hanya dinyatakan melanggar Undang-Undang Migas dan Undang-Undang Kehutanan karena menimbun bahan bakar minyak serta melakukan pembalakan liar.

Di tingkat pertama, Labora divonis 2 tahun penjara dan denda Rp 50 juta subsider 6 bulan kurungan. Upaya banding jaksa ke Pengadilan Tinggi Papua membuahkan hasil. Pengadilan Tinggi Papua memperberat hukuman Labora menjadi 8 tahun penjara karena terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang.Namun dalam putusan kasasi yang diajukan pihak jaksa Labora dihukum 15 tahun penjara.

BACA JUGA: