JAKARTA, GRESNEWS.COM - Mantan anggota polisi Raja Ampat Aiptu Labora Sitorus akhirnya menyerahkan diri setelah dua pekan buron. Dipastikan dia segera menjadi penghuni Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cipinang, Jakarta untuk menjalani eksekusi badan atas putusan kasasi Mahkamah Agung (MA). Bagaimana dengan eksekusi asetnya?

MA mengabulkan kasasi Jaksa dan menghukum Labora dengan hukuman kurungan 15 tahun penjara dan denda Rp5 miliar subsider satu tahun kurungan sesuai dengan nomor perkara 1081/K/Pid.Sud/2014. Dalam putusan MA majelis kasasi MA memutus seluruh aset dan harta kekayaan Labora dirampas untuk negara.

Dan hingga saat ini eksekusi atas aset Labora yang dilakukan Kejaksaan Negeri Sorong masih belum tuntas. Harta dan aset yang dirampas untuk negara di antaranya uang hasil lelang Rp6,4 miliar, enam truk tronton, satu kapal LCT Euro, satu unit kapal penampung BBM dengan muatan maksimal 20 ton solar, kayu olahan Merbau sebanyak 5 ribu batang dan satu juta liter solar.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Amir Yanto mengaku belum mengetahui rinci aset apa yang telah dieksekusi. Namun Amir mengatakan jaksa telah melaksanakan putusan MA tersebut.

"Saya cek ke Kejari Sorong dulu," kata Amir di Kejaksaan Agung, Senin (7/3).

Gresnews.com mencoba menghubungi Kejaksaan Tinggi Papua untuk mengonfirmasi pelaksanaan sita eksekusi aset Labora tersebut. Namun Kajati Papua Herman Da Silva maupun Kasi Penkum Kajati Papua Victor Mamoto tak bisa dihubungi.

Sebelumnya, Kejaksaan Tinggi (Kajati) Papua dan Kejaksaan Negeri Sorong mengaku kesulitan mengeksekusi sita aset milik mantan anggota polisi Raja Ampat Aiptu Labora Sitorus sesuai putusan Mahkamah Agung. Banyak kendala saat menyita aset Labora, dari dijadikan barang bukti dipinjam pakai oleh oknum hakim Pengadilan Negeri Sorong, Papua Barat sampai aset yang masih dikuasai anak buah Labora.

Kepala Kejaksaan Tinggi Papua Herman Da Silva mengatakan, tim jaksa Kejati dan Kejari akan terus mengejar sita aset Labora, termasuk yang dipinjam pakai oleh oknum hakim PN Sorong yang menyidangkan perkara mantan anggota Polres Raja Ampat itu.

Menurutnya pada awalnya barang bukti disimpan di PN Sorong semenjak sidang awal Labora. Dalam persidangan itu, majelis hakim memutuskan Labora hanya dinyatakan bersalah atas ilegal logging. Sementara ilegal mining dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dinyatakan tidak terbukti.

Diakui Herman sejak sidang di PN, barang bukti banyak dipinjam pakai. Pinjam pakai tersebut merupakan kewenangan Ketua Majelis Hakim Sorong padahal barang bukti tersebut terus dijadikan barang bukti hingga MA. Setelah berkuatan hukum tetap, jaksa kesulitan untuk mengeksekusi.

"Ketika sudah mempunyai kekuatan hukum tetapi mau cari barang bukti, agak repot sekarang," jelas Herman.

Beberapa barang bukti yang sudah dipinjam pakai oleh hakim PN Sorong diantaranya kendaraan berat, truk dan kapal bermuatan solar. "Truk dipinjam pakai, ada kapal, ada minyak, didalam kapal itu termasuk truk dan minyak solar sebagai barang bukti. Tapi karena kapalnya keluar, solarnya sekaligus terbawa karena didalam kapal itu. Sekarang kami mau cari kemana, kami lacak terus," tandas Herman.

Herman mengaku telah melaporkan kendala itu ke Jaksa Agung M Prasetyo. Saat ini tim jaksa Kejati dan Kejari terus mengecek dokumen pinjam pakai tersebut.

Sementara Jaksa Agung HM Prasetyo meminta jaksa untuk menelusuri keberadaan aset yang dipinjam pakai tersebut. Jika tak cepat dikhawatirkan aset tersebut akan hilang.

AKHIR KISAH LABORA - Nama Labora mencuat setelah Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang mengendus transaksi tak wajar. Labora diduga memiliki rekening yang fantastis hasil dari penimbunan BBM dan illegal logging. Transaksi di rekeningnya mencapai Rp1,5 triliun. PPATK berkoordinasi dengan Mabes Polri pada 2013 silam.

Direktorat II Ekonomi Khusus Bareskrim ketika itu, mengidentifikasi dana terkait aktivitas penimbunan BMM dan penebangan hutan secara illegal. Direktur II Eksus Bareskrim saat itu, Brigjen Arief Sulistyanto pun berkoordinasi dengan Polda Papua. Kapolda Papua yang saat itu dijabat Irjen Tito Karnavian pun merespon penyelidikan tersebut.

Kepolisian lantas membentuk tim gabungan Mabes Polri dan Polda Papua. Lewat penyelidikan, kepolisian menemukan adanya dugaan penyelewengan oleh Aiptu Labora Sitorus. Namun, tindakan kepolisian tersebut mendapat perlawanan.

Labora berusaha membawa perkara yang melilitnya ke Jakarta. Dia melaporkan tindakan kepolisian yang dinilai sewenang-wenang ke Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas). Labora merasa, dana di rekeningnya diperoleh lewat usaha yang sah. Dia juga merasa tidak layak dijadikan sebagai buronan kasus ini. Namun upaya Labora kandas.

Pada 19 Mei 2013, Labora ditangkap dan ditahan di Bareskrim. Kasus ini pun kemudian berlanjut hingga disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Sorong. Pada sidang putusan, Februari 2014, PN Sorong memvonis Labora bersalah.

Hakim menyatakan, terdakwa terbukti melang­gar UU Migas lantaran menimbun BBM serta melanggar UU Kehutanan/Lingkungan lantaran perusahaannya melakukan penebangan liar. Atas bukti-bukti tersebut, pengadilan memutus hukuman penjara dua tahun serta denda Rp 50 juta subsider kurungan selama enam bulan.

Putusan pengadilan tingkat pertama ini tak membuat jaksa puas. Tim jaksa lantas berupaya banding. Jaksa menganggap, hakim pengadilan tingkat pertama kurang cermat dalam menentukan pelanggaran hukum. Hakim tidak menjerat Labora dengan pasal pencucian uang yang semestinya bisa menjerat terdakwa dengan hukuman berat.

Putusan banding di Pengadilan Tinggi (PT) Papua memperberat hukuman Labora menjadi delapan tahun penjara. Putusan pada 30 April 2014 itu, dibacakan dalam sidang terbuka pada 2 Mei 2014.

PT Papua pada putusannya menyatakan, Labora terbukti melakukan pencucian uang. Selain hukuman penjara, Labora dijatuhi hukuman denda Rp 50 juta subsider kurungan enam bulan.

Labora tak terima dan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Namun, amar putusan MA yang ditetapkan pada 17 September 2015 menolak keberatan terdakwa. MA menetapkan, Labora Sitorus divonis 15 tahun penjara lantaran terbukti melakukan kejahatan kehutanan, pencucian uang dan penyelundupan bahan bakar minyak melalui perusahaan yang dikendalikannya. Majelis kasasi pun memerintah seluruh aset Labora disita untuk negara.

BACA JUGA: