JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kejaksaan Agung menegaskan akan membuka kembali bioremediasi PT Chevron Pasific Indonesia (CPI) untuk menyeret unsur pemerintah. Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) salah satu yang dibidik mengaku siap menjelaskan kembali proyek ini.

Kepala Humas SKK Migas Rudianto Rimbono mengatakan, SKK Migas siap menjelaskan proyek ini. Ia mendukung sepenuhnya langkah penegak hukum mengusut tuntas kasus ini jika ditemukan unsur pidana.

"Kami support penegakan hukum, jika dipanggil siap jelaskan," kata Rudianto ketika disoal langkah Kejagung untuk membuka kembali proyek bioremediasi, di Jakarta, Selasa (20/1).

Kejaksaan Agung memastikan kembali menyidik dugaan korupsi proyek Bioremediasi milik PT Chevron Pasific Indonesia (CPI). Kali ini Kejaksaan Agung menyelidiki keterlibatan orang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan SKK Migas. Sebab tak mungkin korupsi dilakukan pihak swasta tanpa melibatkan unsur pemerintah.

Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Raden Widyopramono mengatakan, dalam perkara ini, Korps Adhyaksa terus berupaya menelusuri dugaan keterlibatan pihak lain. Koordinasi dengan dua lembaga tersebut pun telah dibangun guna menelisik dugaan korupsi yang merugikan negara senilai Rp100 miliar itu.

"Kami sudah melakukan koordinasi dengan KLHK dan SKK Migas. Semuanya akan berproses," kata Widyo di Jakarta, Selasa (20/1).

Menurut dia, dalam membidik unsur pemerintah, penyidik perlu melakukan pengakajian mendalam. Sehingga tindakan yang dilakukan jajaran kejaksaan dipastikan sesuai prosedur yang berlaku berdasarkan undang-undang.
"Tunggu saja proses berikutnya. Karena kita perlu pengkajian mendalam menuntaskan perkara ini," ujarnya.

Sebagai pucuk pimpinan, Widyo akan menurunkan Satuan Petugas Khusus Penanganan dan Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Korupsi (Satgassus P3TPK) guna menuntaskan kasus Bioremediasi ini. Pasalnya, usai dilantik, Satgassus diberikan wewenang menangani segala tumpukan perkara korupsi di kejagung, khususnya pidana khusus.

Kasubdit Penyidikan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Kejagung Sarjono Turin menyampiakan hal senada. Dia memastikan, penyidikan dugaan korupsi proyek Bioremediasi masih terus berjalan. Seiring perkembangannya kata dia, penyidik tengah menyelidiki dugaan keterlibatan pihak pemerintah.

"Kami terus selidiki dugaan keterlibatan pihak pemerintah dalam kasus korupsi proyek Bioremediasi di Duri Riau ini," kata Turin.

Menurut Turin tak menutup kemungkinan, bakal ada tersangka baru dalam kasus ini. Meski begitu, pihaknya masih menunggu buronan Alexiat Tirtawidjaja selaku eksekutif PT CPI dari Amerika Serikat yang merupakan tersangka dalam kasus ini.

Penelusuran terhadap KLH dan SKK Migas tak lain terkait dugaan pemberian rekomendasi bahwa proyek Bioremediasi sudah sesuai ketentuan perundangan. Padahal, dalam proyek itu ada sampel Total Petroleum Hidrokarbon (Tph) yang tidak bisa diteliti di Indonesia, lantaran tidak ada alatnya. Sebaliknya, SKK Migas memberikan rekomendasi KLH membayar proyek cost recovery (dikerjakan dahulu, baru dibayar) sebesar US$ 270 juta.

Praktik ini terungkap dalam upaya penyidikan yang dibangun Kejagung. Sejumlah fakta lain yang muncul di persidangan, juga menjadi bahan acuan pengungkapan kasus ini. Namun, Kejagung baru dapat membuktikan sampel tersebut setelah membeli langsung alatnya dari Singapura.

Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan tujuh orang tersangka lainnya. Lima diantaranya adalah karyawan PT CPI, yaitu Kukuh Kertasafari, Endah Rumbiyanto, Widodo dan Bachtiar Abdul Fatah. Keempatnya telah divonis berjalan dan harus menjalani hukuman dua tahun penjara serta denda berkisar Rp 100-200 juta.

Sedangkan dua tersangka lainnya berasal dari pihak kontraktor yaitu  Herland bin Ompo (Direktur PT Sumigita Jaya) dan Ricksy Prematuri (Direktur PT Green Planet Indonesia. Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memvonis Herland dua tahun penjara dan Ricksy dengan lima tahun penjara.

Sementara tersangka Direktur CPI Alexiat saat masih buron. Berdasarkan informasi terakhir, keberadaan Alexiat diketahui berada di Amerika Serikat. Alexiat melarikan diri, ketika kasus ini mulai disidik awal 2012. Alexiat meminta izin kepada Kejagung dengan dalih untuk menemani perawatan suaminya di AS selama enam bulan.

Setelah dua tahun diburu, tersiar kabar Alexiat masih berada di AS lantaran mendapat promosi jabatan baru. Sejak ditetapkan sebagai tersangka, Alexiat belum pernah sekalipun menjalani pemeriksaan di Kejagung. Dia selalu mangkir dengan alasan tengah menemani sang suami berobat di Amerika.

Jaksa Agung HM Prasetyo berkomitmen, pihaknya bakal melakukan segala upaya guna memulangkan para buronan korupsi yang berada di luar negeri. Dia mengaku telah menggandeng otoritas di luar negeri sebagai bentuk koordinasi guna menyusun strategi pemulangan terhadap para koruptor itu.

"Kami sudah bicarakan semua kendala penuntasan kasus. Termasuk upaya pemulangan buronan korupsi," kata Prasetyo.

BACA JUGA: