JAKARTA,GRESNEWS.COM - Kejaksaan Agung segera melanjutkan penyidikan kasus dugaan korupsi bioremediasi senilai US$270 juta. Dalam waktu dekat tim penyidik bakal memanggil Deputi Perizinan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH).

Penyidikan kasus bioremediasi  oleh Kejaksaan Agung selama  ini baru menyentuh pihak swasta dan belum menyentuh dari unsur pemerintah. Seperti KLH dan SKK Migas. Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) R Widyopramono yang dikonfirmasi soal  rencana pemanggilan salah satu deputi dari KLH, membenarkan rencana tersebut. "Tunggulah, semua sedang proses (pemanggilan)," kata Widyo di Kejaksaan Agung, Senin (5/1).

Namun Widyo enggan menjelaskan lebih lanjut soal rencana pemeriksaan unsur dari pemerintah dalam kasus ini. Ia hanya menyebutkan Unsur pemerintah yang dimaksusd adalah KLH dan BP Migas (sekarang SKK Migas).

Dalam kasus ini, keterlibatan KLH terkait pemberian rekomendasi kepada BP Migas menyangkut pengerjaan Bioremediasi. SKK Migas yang membayar proyek Bioremediasi yang bersifat cost recovery (dikerjakan dahulu, baru dibayar). Dalam proyek ini ada unsur Tph (total petroleum hidrokarbon) yang tidak dapat diuji di tanah air, karena tiadanya alat tersebut.

Kejaksaan sejatinya segera menindaklanjuti perkara dengan menyeret unsur pemerintah karena telah ada payung hukumnya. Payung hukum dimaksud terkait telah adanya putusan pengadilan terhadap enam tersangka dari unsur swasta, yang dinyatakan bersalah dan telah dipidana dua sampai empat tahun di lembaga pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat.

Keenam terdakwa dan sebagian terpidana tersebut, adalah Endah Rumbiyanti, Kukuh Kertasafari, Widodo (masih berstatus terdakwa) dan Bachtiar Abd Fatah (terpidana). Semua dari PT Chevron Pasific Indonesia (CPI), pemilik proyek Bioremediasi.

Dua lain dari kontraktor, yakni Ricksy Prematuri (PT Green Planet Indonesia-CPI) dan Herlan bin Ompo (PT Sumigita Jaya). Mereka semua berstatus terpidana. Bersama Bachtiar, telah dieksekusi di Lapas Sukamiskin, Bandung.

Satu tersangka lagi, Alexia Tirtawidjaja (PT CPI) masih buron di AS. Kejagung telah meminta Interpol, yang berpusat di Lyon, Perancis untuk menguber tersangka. Pemeriksaan Alexiat penting karena dinilai kunci untuk memperkuat keterlibatan unsur pemerintah. Namun sayangnya Alexiat tak kunjung diperiksa.

Sebelumnya, Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (PUKAT) UGM Hifdzil Alim menyayangkan sikap Kejaksaan Agung tak bisa bertindak tegas dalam kasus ini hanya karena alasan belum bisa memeriksa Alexiat. Dia mengatakan, tak berkutiknya Kejakgung bukan tanpa sebab. "Diduga Kejagung ada main dalam kasus ini," ujarnya.

PT Chevron Pasific Indonesia juga membantah adanya tindak pidana korupsi dalam kasus tersebut. Hal itu disampaikan Presiden Director PT CPI Albert Simanjuntak. Albert mengaku kecewa dengan putusan MA tersebut. Dalam perkara ini, dia menyatakan tidak ada bukti yang kredibel soal korupsi, tindakan kriminal ataupun keuntungan pribadi yang dilakukan pegawainya.

Bahkan Chevron mengaku telah menanggung semua biaya proyek ini dan tidak penggantian dari pemerintah Indonesia. "Jadi, tidak ada unsur kerugian negara terkait proyek ini sebagai alasan tuduhan," jelas Albert beberapa waktu lalu.

BACA JUGA: