JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kejaksaan Agung memastikan bakal mengeksekusi putusan Mahkamah Agung terhadap tiga terpidana perkara korupsi proyek bioremediasi PT Chevron Pasific Indonesia (CPI). Selain uang pengganti Rp100 miliar, tim eksekutor juga akan menyita 18 unit mobil dan truk di Riau.

Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) Kejaksaan Agung, R Widyopramono mengaku telah memerintahkan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta dan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan untuk mengeksekusi sesuai putusan Mahkamah Agung (MA). Putusan MA menghukum terdakwa Ricksy, Herland Bin Ompo dan Bactiar Abd Fatah dengan kurungan penjara dan mewajibkan terdakwa membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp100 miliar.

"Saya sudah perintahkan Kejati dan Kejari selatan untuk melaksanakan ekseusi, tim telah bergerak ke Riau," kata Widyo ditemui usai Pisah Sambut Jaksa Agung di Kejaksaan Agung Jakarta, Kamis (27/11).

Selain itu, Widyo juga memerintahkan menyita aset-aset dalam proyek milik CPI termasuk sejumlah alat-alat begerak berupa mobil dan truk di Pekanbaru, Riau sebanyak 18 unit mobil. Eksekusi akan tetap dilakukan meskipun belum semua tersangka divonis.

Disinggung adanya dugaan keterlibataan unsur pemerintah yakni Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dan BP Migas dalam proyek dugaan korupsi proyek Bioremediasi senilai US$270 juta itu, Widyo meminta awak media untuk bersabar menunggu proses."Tunggulah proses berikutnya, yang dikerjain nggak cuma itu, tunggu saatnya yang terbaik," ungkapnya.

Widyo belum dapat memastikan penyelidikan kasus dugaan korupsi dimulai, karena masih ada satu tersangka lagi dalam kasus tersebut, yang belum diseret ke pengadilan, sebab masih bersebunyi di Amerika Serikat (AS), yakni Alexia Tirtawidjaja. Sedangkan enam tersangka lain sudah terbukti bersalah. "Tentu, semua yang terkait akan diminta pertanggungjawaban," pungkasnya.

Penyelidikan unsur pemerintah dipertanyakan keberlangsungannya, setelah enam tersangka dari unsur swasta terbukti. Apalagi, praktik korupsi tidak mungkin bisa terjadi tanpa ada unsur pemerintah dan sebaliknya.

Apalagi ada sampel Tph (Total Petroleum Hidrokarbon) temuan tim penyidik yang tenyata tidak bisa diuji, karena tiada alat pengujinya. Namun, justru KLH tetap merekomendasikan ke BP Migas untuk tetap membayar proyek yang bersifat cost recovery (dikerjakan, baru dibayar).

Sementara, Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, M Adi Toegarisman menegaskan pihaknya tengah melakukan kordinasi dengan intasi terkait, agar pelaksaan eksekusi  tidak menimbulkan dampak yang negatif. "Chevron uang pengganti kami proses untuk melaksanakan eksekusi itu, lagi proses, koordinasi dengan instansi terkait biar lancar," singkatnya.

Diketahui, Dalam perkara ini, Selain Ricksy Prematuri ada Herland bin Ompo sudah dipidana bersama Bachtiar Abd Fatah. Sedangkan tiga lainnya dalam proses kasasi, yakni Endah Rumbiyanti, Kukuh Kertasafari dan Widodo.

Perkara Bachtiar telah berkekuatan hukum tetap setelah kasasinya ditolak Mahkamah Agung (MA) pada Oktober 2014.  Bachtiar sendiri ditersangkakan Kejagung pada 2012 bersama dua kontraktor bioremediasi yakni, Ricksy Prematuri selaku Dirut PT Green Planet Indonesia, dan Direktur PT Sumigita Jaya Herlan bin Ompo kemudian, empat pihak dari unsur PT Chevron yakni, Endah Rubiyanti, Widodo, Kukuh, dan Alexia Tirtawidjaja

Pada awal Februari lalu, Mahkamah Agung (MA) mengabulkan kasasi jaksa penuntut umum (JPU) dan memperberat hukuman terdakwa Ricksy. MA membatalkan putusan PT dan menyatakan kembali kepada putusan Pengadilan Tipikor dengan menjatuhkan pidana 5 tahun penjara. Putusan itu sekaligus membatalkan putusan Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta yang meringankan hukuman terdakwa menjadi tiga tahun.

Di Pengadilan Tipikor, Ricksy yang merupakan Direktur PT Green Planet Indonesia, salah satu perusahaan kontraktor bioremediasi, divonis bersalah dan dijatuhi hukuman 5 tahun dalam kasus yang dinilai merugikan negara Rp100 miliar. Chevron sendiri mengaku proyek ini masih sepenuhnya dibiayai Chevron dan tak menggunakan sepeserpun uang negara.

Selain Ricksy, MA juga telah memutus sidang kasasi atas terdakwa Herland bin Ompo, Direktur PT Sumigita Jaya, pada April 2014. Herland dijatuhi hukuman 6 tahun penjara, denda ratusan juta rupiah, dan diwajibkan membayar yang pengganti kerugian negara sebesar US$6,9 juta.

Dalam kasus ini, Presiden Director PT CPI Albert Simanjuntak mengaku kecewa dengan putusan MA tersebut. Dalam perkara ini, dia menyatakan tidak ada bukti yang kredibel soal korupsi, tindakan kriminal ataupun keuntungan pribadi yang dilakukan pegawainya.

Bahkan Chevron mengaku telah menanggung semua biaya proyek ini dan tidak penggantian dari pemerintah Indonesia. "Jadi, tidak ada unsur kerugian negara terkait proyek ini sebagai alasan tuduhan," jelas Albert beberapa waktu lalu.

BACA JUGA: