JAKARTA, GRESNEWS.COM – Tidak sedikit yang mendukung sikap Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva  yang menolak mengikuti wawancara (fit and proper tes), salah satu tahapan seleksi bagi calon hakim konstitusi. Sebab sikap demikian dianggap sejalan dengan kode etik MK yang tidak memungkinkan hakim konstitusi aktif  melakukan pendaftaran serta fit and proper test, sekaligus sebagai komitmen menjaga independensi dan marwah hakim  MK.

Namun konsekuensinya, Hamdan harus tersingkir dari proses dan tahapan seleksi calon hakim konstitusi untuk masa jabatab 2015-2020 dari unsur presiden. Bahkan dia harus benar-benar menanggalkan jabatan hakim konstitusinya pada 7 Januari 2015 mendatang lantaran peluang kembali menjabat sudah sangat tipis. Sebab Panitia Seleksi (Pansel) Hakim Konstitusi sudah mencoret nama Hamdan dari daftar calon dan sudah memilih lima orang untuk mengikuti tahapan seleksi selanjutnya.

"Menurut saya sikap Hamdan itu logis. Lima tahun jadi hakim dan lebih dua tahun jadi ketua lebih dari cukup untuk membuktikan bahwa Hamdan memenuhi semua kualifikasi menjadi hakim," kata Pengamat Hukum Tata Negara, Margarito Kamis kepada Gresnews.com, Kamis (25/12).

Dengan gambaran demikian, lanjut Margarito, tidak logis lagi Hamdan untuk diuji lewat seleksi wawancara. Hal lain yang tidak kalah pentingnya menurut dia adalah Pansel Hakim Konstitusi sudah mempunyai standing. Standingnya adalah orang partai akan dihabisi. Menurut Margarito, mundurnya Hamdan bukan hal yang mengagetkan. Sebab Hamdan masih orang yang berlatar belakang partai, sementara orang partai tidak diberi jalan.

"Disitu letak soalnya, itu saja masalahnya. Selebihnya tidak, isi otak dan perilaku Hamdan sudah terbukti oke," tegasnya.

Sayangnya, kata dia, Hamdan tidak menyadari bahwa dia bukan jagoan Pansel. Hamdan juga tidak menyadari bahwa Pansel itu bermakna mengakhiri statusnya sebagai hakim MK. Meski demikian, Margarito mengakui peluang Hamdan masih ada, tetapi sangat kecil. Secara konstitusional, Presiden Joko Widodo berhak memilih dan menentukan calon hakim terpilih diluar nama-nama yang akan direkomendasikan Pansel Hakim Konstitusi nanti. Sebab hasil Pansel tidak mengikat presiden.

"Hanya rasanya tidak etis presiden mengabaikan hasil kerja tim yang dibentuknya sendiri, tapi secara konstitusional Presiden sah mengabaikan hasil yang direkomendasikan Pansael," tegasnya.

Sebelumnya, Hakim Konstitusi Patrialis Akbar mengaku, semua hakim MK mendukung sikap Hamdan karena keputusan itu dinilai tepat. Menurutnya, sejatinya Hamdan masih dianggap layak dipertahankan sebagai hakim konstitusi dan tidak perlu mengikuti tahap wawancara.

"Kepemimpinan Hamdan sudah cukup terlihat, tetapi hal tersebut sepenuhnya adalah hak prerogatif presiden," kata Patrialis kepada wartawan di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (23/12) malam.

Seperti diketahui, seleksi wawancara yang digelar Pansel pada 22 dan 23 Desember di Gedung III Setneg, Jalan Majapahit, Jakarta Pusat ditolak Hamdan dengan berkirim surat ke Pansel Hakim Konstitusi.

Menyikapi hal itu, Ketua Pansel Saldi Isra menganggap penolakan Hamdan mengikuti seleksi wawancara dengan berkirim surat ke Pansel Hakim Konstitusi sebagai tanda Hamdan menarik diri dari proses seleksi. Sementara semua calon hakim konstitusi diperlakukan sama. Tidak ada perlakukan khusus sekalipun bagi Hamdan yang masih menjabat hakim MK.

Semua kandidat harus mengikuti semua  tahapan untuk bisa lolos menjadi hakim MK. "Hasil wawancara telah dikerucutkan dari 14 yang mengikuti wawancara menjadi lima orang dinyatakan lolos tahap berikutnya," kata Saldi kepada wartawan, Rabu (23/12).

Kelimanya adalah Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Udayana Bali, Dr. I Dewa Gede Palguna, SH. M.Hum; Komisioner Komisi Yudisial, Dr. Imam Anshori Saleh, S.H., M.Hum; Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Andalas Padang,Prof. Dr. Yuliandri, S.H., M.H.; Dosen Universitas Muhammadiyah Surakarta, Dr. Aidul Fitriacida Azhari, S.H., M.Hum dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjajaran, Dr. Indra Perwira, S.H., M.H.

BACA JUGA: