JAKARTA, GRESNEWS.COM – Rapat Paripurna DPR telah mengesahkan Rancangan Undang-Undang Hak Cipta menjadi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 sejak 16 September 2014 lalu. Beleid baru itu menggantikan UU Nomor 19 Tahun 2002 yang menjadi obyek pengujian di MK. Karena UU yang diujikan sudah diganti UU baru, MK pun menolak gugatan tersebut.
 
"Amar putusan mengadili, menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima," tutur Ketua MK Hamdan Zoelva saat membacakan putusan perkara nomor 64/PUU-XII/2014  di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu (3/12).
 
Pertimbangan Mahkamah, dengan terbitnya UU Hak Cipta tahun 2014, maka secara otomatis UU No.19/2002 dicabut, dan dinyatakan tidak berlaku. Akibat tidak berlakunya undang-undang ini, maka objek pengujian dan kedudukan permohonan dinyatakan sudah tidak ada dan menjadi hilang.
 
"Karena objek permohonan sudah tidak ada (hilang) maka pokok permohoanan pemohon tidak dipertimbangkan," ujar Hakim Konstitusi Patrialis Akbar di saat membacakan pertimbangan Mahkamah.
 
Permohonan pengujian Pasal 18 ayat (1) UU 19/2002 ini dimohonkan Bernard Samuel Sumaraw. Ia mengajukan gugatan, karena merasa idenya berupa program priscard yang merupakan dana santunan sosial pribadi dicontek pemerintah dala bentuk program Jamsostek.

Bernard menilai ketentuan Pasal 18 Ayat (1) terkait pengumuman terhadap suatu ciptaan yang terdapat pada pasal tersebut tidak jelas dan multi tafsir. Khususnya pada frasa "untuk kepentingan nasional".

Ia juga berpendapat frasa "dapat dilakukan dengan tidak meminta izin kepada pemegang hak cipta" suatu tindakan yang diskriminatif, arogan dan menunjukkan tindakan kesewenangan pemerintah baik dari kekuasan legislatif maupun eksekutif.
 
Bernard mengaku, telah mengajukan surat penawaran atas proposal program priscard kepada Menteri Tenaga Kerja, Menteri Keuangan, Menteri Sosial dan Gubernur DKI Jakarta kala itu sejak 3 Juli 1991. Kemudian pada 1 Juli 1993 dikeluarkan surat imbauan yang menyatakan adanya sengketa hukum atas pelanggaran hak cipta antara program Jamsostek dan program priscard.

Selanjutnya, dikeluarkan juga surat jawab dari Ketua DPR pada 19 Desember 2000, Jaksa Agung pada 10 April 2001, dan Komnas HAM pada 2 Juni 1998 yang secara eksplisit menyatakan bahwa program Jamsostek telah melanggar hak cipta.
 
Sebagai pemegang hak cipta program priscard, Bernard mengaku tidak medapatkan haknya. Atas dasar ini, ia memohon kepada MK agar menyatakan Pasal 18 Ayat (1) UU Hak Cipta dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
 
Pasal tersebut berbunyi: "Pengumuman suatu ciptaan yang diselenggarakan oleh pemerintah untuk kepentingan nasional melalui radio, televisi dan atau sarana lain dapat dilakukan dengan tidak meminta izin kepada pemegang hak cipta dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari pemegang hak cipta, dan kepada pemegang hak cipta diberikan pembayaran yang layak".

BACA JUGA: