JAKARTA, GRESNEWS.COM - Mahkamah Agung telah memutuskan menolak pengajuan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan pihak Harry Tanoesoedibjo (HT) atas putusan kasasi MA yang memenangkan pihak Siti Hardiyanti Rukmana sebagai pemilik sah stasiun televisi TPI. Dengan demikian, Mbak Tutut sudah sah dan resmi secara hukum sebagai pemilik TPI. Karena itu kubu HT diminta legowo menyerahkan TPI ke kubu Mbak Tutut dan tidak melakukan tindakan yang bisa merugikan pihak HT sendiri.

Kuasa hukum Mbak Tutut, Harry Ponto, mengatakan, pihaknya saat ini membaca ada langkah-langkah melangar hukum yang diambil pihak HT untuk mendiskreditkan pihak Mbak Tutut. Salah satunya dengan mengeluarkan isu seolah-olah pihak Mbak Tutut telah menyuap majelis hakim MA agar PK yang diajukan PT Berkah ditolak. Kemudian, pihak HT juga menghembuskan isu seolah-olah putusan MA menolak PK melanggar hukum karena  sengketa TPI ini juga tengah berproses di Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI).

Menanggapi aksi melanggar hukum dari pihak HT ini, Harry Ponto mengatakan, pihak Mbak Tutut tidak terlalu merisaukannya. Hary mengatakan, Mbak Tutut tetap akan konsisten melaksanakan putusan MA dengan meminta HT menghormati putusan MA yang telah berkekuatan hukum tetap.

Dia meminta HT untuk berhenti menghembuskan isu tak benar yang mendiskreditkan Mbak Tutut dan Mahkamah Agung. Menurutnya, MA memiliki kewenangan penuh untuk mengadili kasus ini. "Itu satu putusan dan kami harap untuk hormati putusan pengadilan. Jangan ada fitnah baru lewat media," kata Ponto kepada Gresnews.com, Kamis (13/11).

Terkait gugatan di Badan Arbitrase, Ponto mengatakan langkah yang diambil HT itu tidak tepat karena seolah ingin mengadili putusan MA di BANI. PT Berkah, kata Ponto, ingin menjadikan BANI sebagai lembaga banding atas putusan MA. "Pengajuan gugatan di BANI dilakukan setelah putusan kasasi," kata Ponto.

Kasasi terbit pada 2 Oktober 2013, sementara gugatan di BANI diajukan pada 19 November 2013. Ponto mengatakan saat ini, pihak Mbak Tutut tengah menunggu salinan putusan MA. Setelah menerima, Mbak Tutut akan segera menentukan langkah untuk mengambil alih TPI.

Ponto menegaskan dengan ditolaknya PK PT Berkah Karya Bersama, maka kepemilikan TPI yang sah adalah di tangan Mbak Tutut. "Betul, betul itu menegaskan TPI milik Mbak Tutut," kata Hary.

Dengan penolakan PK tersebut, Ponto mengimbau pihak HT untuk menghormati putusan pengadilan yang telah berkuatan hukum tetap. "Pihak Hary Tanoe dihimbau tidak perlu melakukan upaya lain yang tidak diperlukan," kata Ponto.

Menanggapi permintaan itu, kuasa hukum PT Berkah Karya Bersama Andi F Simangunsong mengatakan putusan MA terkait PK tidak berpengaruh kepada kepemilikan PT Berkah, karena hal itu terkait soal RUPS dan pencatatan di Kemenkumham. Sementara untuk sengketa kepemilikan dan sengketa atas hak saham saat ini sedang berlangsung di Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI).

Kata dia, putusan MA seharusnya menunggu hasil dari sidang arbitrase. "Nggak ada pengaruhnya karena ini masalah saham bukan kepemilikan," kata Andi kepada Gresnews.com.

Andi berkelit, dalam kasus TPI ada dua sengketa yang saat ini bergulir. Pertama sengketa soal RUPS dan pencatatan di Kemenkumham yang berproses di pengadilan hingga muncul putusan PK. Kedua, sengketa di BANI terkait perjanjian arbitrase dan kepemilikan saham. Proses sengketa di BANI tengah berlangsung.

Kisruh perebutan TPI itu berlangsung sejak 2005 silam. PT Berkah sempat menang di PN Jakpus dan tingkat banding. Namun di tingkat kasasi, keadaan berubah 180 derajat. Pada 2 Oktober 2013, ketua majelis hakim kasasi I Made Tara dengan anggota Prof Dr Takdir Rahmadi dan Sofyan Sitompul membatalkan RUPS LB TPI pada 18 Maret 2005 dan mengembalikan TPI kepada posisi semula yaitu kepada Tutut.

Tidak terima, kubu PT Berkah lalu mengajukan PK dan kandas. "Menolak permohonan pemohon PK PT Berkah Karya Bersama," demikian lansir panitera MA dalam websitenya, Selasa (11/11).

PK itu diregister dengan nomor perkara 238 PK/PDT/2014. Duduk selaku ketua majelis Dr M Saleh dengan hakim anggota Hamdi dan Prof Dr Abdul Manan. PK ini diputus pada 29 Oktober 2014.

Kepemilikan TPI sah milik Mbak Tutut juga diperkuat dengan didaftarkannya pencatatan perubahan data perizinan di Kementerian Komunikasi dan Informatika dan Kementerian Hukum dan HAM. Itu sesuai surat dari Kementerian Komunikasi dan Informatika Nomor B-455/M.KOMINFO/PI.03.02/06/2014 yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Pos dan Penyelenggaraan Informatika (PPI) Bapak Prof Dr Kalamullah Ramli.

Kuasa hukum PT CTPI, Dedy Kurniadi, mengatakan pemilik TPI yang sah adalah Mbak Tutut. TPI Mbak Tutut telah melakukan perubahan pencatatan yang telah ditandatangani pihak Kominfo dan tercatat resmi di database perizinan lembaga penyiaran di Kemenkominfo.

Tercatat sebagai dirut sah PT Citra Televisi Pendidikan Indonesia (PT CTPI) adalah Dandy Nugroho Hendro Mariyanto Rukmana yang juga merupakan putra dari Mbak Tutut. Sedangkan sebagai direktur tecatat ada nama Mohamad Jarman dan Dany Bimo Hendro Utomo sebagai komisaris.

Pencatatan perubahan data perizinan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika tersebut merupakan legalitas yang menguatkan keabsahan PT CTPI sebagai pihak sah pemilik TPI yang saat ini bersiaran dengan nama MNC TV. Untuk dapat dicatat dan dimasukkan dalam database Kemenkominfo, terlebih dahulu PT CTPI harus mendapat persetujuan perubahan direksi dari Kementerian Hukum dan HAM.

Kemenkumham juga sudah menyetujuinya melalui Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor AHU-11989.AH.01.02 Tahun 2014 tentang persetujuan perubahan anggaran dasar perseroan.  

Kini, lanjut Dedy, sudah ada tiga pihak, yaitu satu lembaga negara MA dan dua kementerian, yakni Kemenkum dan HAM serta Kemenkominfo, yang secara resmi mengakui kepemilikan TPI oleh PT CTPI. "Tidak hanya pemerintah, pihak swasta seperti perbankan dan biro iklan sudah mulai menjalin kerja sama dengan TPI. Jadi ini sudah final. Kalau ada yang mengklaim TPI dimiliki oleh PT MNC itu cuma klaim, tidak benar," ujarnya.

Sengketa TPI ini bermula dari perebutan TPI oleh pihak Hary Tanoesoedibjo (pemilik Grup MNC) dari Mbak Tutut. MNC sempat menggugat Surat Dirjen Administrasi Hukum Umum (AHU) ke PTUN. Surat itu berisi pemberitahuan tentang pembatalan perubahan anggaran dasar TPI tertanggal 18 Maret 2005. Kubu Mbak Tutut menilai ada kejanggalan dalam rapat perubahan anggaran dasar TPI yang digelar oleh kubu MNC tersebut.

Berdasarkan surat itu, kubu Mbak Tutut menunjuk komisaris dan direktur utama versi mereka. Hingga akhirnya kasus ini menggelinding sampai Mahkamah Agung. Putusan Mahkamah Agung RI No 862 K/Pdt/2013 tanggal 2 Oktober 2013 telah memutuskan sah dan sesuai hukum keputusan Rapat Umum Pemegang Saham yang tertuang dalam akta Nomor 114 Tahun 2005 yang diselenggarakan oleh kubu Mbak Tutut. Hal itu berarti TPI kembali kepada Mbak Tutut.‬

BACA JUGA: