JAKARTA, GRESNEWS.COM - Saksi kasus korupsi proyek Hambalang mengaku mendapat ancaman saat akan memberikan kesaksiannya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta.   Aksi pengancaman itu diungkapkan Bertha Herawati,  politisi Partai Demokrat yang diminta untuk bersaksi untuk terdakwa mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum.

Namun Bertha yang juga seorang notaris itu kemudian nekat menghadiri sidang karena alasan ingin  menaati hukum. Sebelum ia memberikan keterangannya dalam persidangan yang berlangsung hingga tengah malam itu, Jaksa Penuntut Umum KPK Yudi Kristiana sempat mengatakan kepada majelis hakim, bahwa ada sepucuk surat dari Bertha yang ingin disampaikan kepada hakim. Dalam suratnya Bertha mengungkap adanya ancaman terhadap dirinya jika bersaksi.  

"Saya dapat pesan dari Maya Suroso ´demi keamanan, Mbak Bertha supaya besok tidak usah hadir dan tidak dipanggil lagi karena waktunya sudah habis´, pesan dari mana mbak, jawab Maya Suroso ´grupnya AU (Anas Urbaningrum)´. Mereka sudah punya bukti-bukti transaksi tapi mereka niatnya baik karena kita teman baik, untuk itu pesan yang diminta supaya disampaikan ke mbakku sayang" kata ketua Majelis Hakim Haswandi membaca surat Bertha, di depan sidang Selasa (25/8) dini hari.

Bertha menjelaskan Maya Suroso merupakan salah satu koleganya. Menurut Bertha, Maya mengatakan bahwa jika dia datang untuk bersaksi, maka akan ada yang membuntuti dia. Bertha mengaku was-was setelah memberikan kesaksian, untuk itu ia meminta perhatian dari majelis tentang keselamatan dirinya.  

Majelis Hakim pimpinan Haswandi mengaku akan memberikan pehatian terhadap ancaman tersebut. Majelis mengingatkan agar tidak boleh ada ancaman terhadap saksi. Hakim meminta Jaksa KPK memberikan perhatikan kepada maslah tersebut, apalagi saksi Bertha dihadirkan oleh Jaksa KPK

Sidang yang juga menghadirkan saksi lainnya yakni Munadi Herlambang dan Indrajaya Manopol berlangsung hingga hampir pukul 24.00 WIB. Sidang sempat akan ditunda dengan adanya kasu s pengancaman tersebut, namun Bertha kemudian meminta hakim untuk meneruskan sidang.

Bertha menyampaikan bahwa kehadirannya di sidang itu karena permintaan pihak KPK, dan selaku orang yang taat hukum, dia pun hadir. Dia mengaku tidak mengetahui kepastian siapa yang mengirimkan pesan ancaman tersebut, apakah memang benar dari pihak Anas atau hanya mengatasnamakan saja.

Bertha menuturkan sebenarnya dia merasa khawatir dengan ancaman bahwa dia akan dibuntuti seusai memberi kesaksian dalam sidang kali ini. Oleh karena itu dia meminta kepada Majelis Hakim agar sidang tetap dilanjutkan agar hal-hal yang tidak diinginkan tersebut tidak terjadi.

Sementara menanggapi tudingan adanya ancaman dari pihaknya, Anas Urbaningrum mengatakan bahwa surat tersebut hanya mengatasnamakan dirinya saja. "Saya tidak pernah punya rekam jejak melakukan kekerasan pada siapapun, bahkan marah saja bisa dihitung dengan jari," ujar Anas.

Majelis Hakim sendiri setuju dengan usulan dari Bertha. Sidang kemudian sempat ditutup pada tepat pukul 24.00 WIB dan kemudian dibuka kembali pada pukul 00.10 WIB, Selasa tanggal 26 Agustus 2014.
---
Dalam kesaksiannya Bertha mengakui pernah mengurus pembelian perusahaan tambang PT Arina Kota Jaya, untuk operasi di Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. Namun ia mengungkapkan pengubahan akta perusahaan itu tak pernah rampung hingga saat  ini. Sebelumnya dalam dakwaanya jaksa menyebut perusahaan itu menjadi salah satu sarana pencucian uang oleh Anas.

Bertha yang juga kader Partai Demokrat mengungkapkan pembelian perusahaan itu atas perintah Nazaruddin. Nazaruddin meminta dicarikan perseroan yang sudah lama tidak beroperasi dan mau dijual. "Kebetulan saat itu ada kliennya di Cilegon mau menjual perusahaannya, karena butuh uang. Lalu dibeli sama Pak Nazaruddin. Diproses pengubahan aktanya, tapi sampai hari ini belum selesai," kata Bertha.

Bertha mengaku sempat tak menyarankan Nazar membeli perusahaan tersebut, karena aktanya belum beres. Namun   Nazar meminta dibeli saja karena akan diurus Izin Usaha Pertambangan PT Arina Kota Jaya itu secepatnya. "Pak Nazaruddin bilang beli saja, saya mau langsung urus IUP-nya. Saya bilang sama Pak Nazaruddin bagaimana bisa, ini kan aktanya belum ada. Pak Nazaruddin bilang gampang, kepala daerahnya teman Pak Anas," ujar Bertha.

Saat pengurusan IUP itulah, Bertha mengaku diperkenalkan Nazaruddin dengan seseorang bernama Khalilur Rahman. Menurut Nazaruddin, dia adalah rekan Anas dan bakal mengurus PT Arina Kota Jaya. Tetapi di kemudian hari, pemegang saham dan pemilik perusahaan itu bukan Anas, melainkan dua anak buah Nazaruddin, Saripah dan Nur Fauziah. "Saripah dan Nur Fauziah, yang masing-masing memiliki saham 5 persen atau Rp 50 miliar. Itu pegawai Pak Nazaruddin," ungkap Bertha.

BACA JUGA: