JAKARTA, GRESNEWS.COM - Saksi ahli yang diajukan pasangan Prabowo-Hatta, Marwah Daud Ibrahim meminta Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mempertimbangkan mendiskualifikasi capres-cawapres terpilih Joko Widodo-Jusuf Kalla. Jikapun tidak, Marwah meminta MK untuk melaksanakan pemilihan presiden ulang dan kemudian membentuk Pansus DPR untuk memperlihatkan pelaksanaan pemilu jujur.

Permintaan itu dilayangkan Marwah saat bersaksi di sidang perselisihan hasil Pilpres 2014 di ruang sidang MK. Dia beralasan, Pilpres 2014 bukan hanya menyisakan persoalan, tetapi juga mengabaikan permasalahan mendasar dalam menegakkan kejujuran dan keadilan. "Kejahatan pemilu tidak terjadi pada saat pencoblosan, tapi bisa juga dilakukan pada sebelum dan sesudah pencoblosan," kata Marwah dalam kesaksiannya, Jumat (15/8) kemarin.

Menurut dia, kecurangan tersebut bisa terjadi karena intervensi, rekayasa administrasi, rekayasa konstitusi, penguasaan lembaga dan komisioner KPU, manipulasi aturan hingga manipulasi daftar pemilih tetap (DPT). "Kecurangan tersebut memenuhi unsur terstruktur, sistematis, dan masif dan hanya dapat dilakukan secara terorganisir yang melibatkan regulasi, dan pelaksana pemilu," kata Marwah menambahkan.

Selain itu, kata dia, demokrasi yang dilakukan harusnya tidak semata-mata prosedural, tapi juga substantif. "Karena itu, hasil pemilu tidak hanya semata-mata prosedural, tapi bagaimana angka-angka itu dihasilkan. Kemudian bagaimana perhitungan dilakukan dan dihasilkan. Jika hasil perhitungan itu terstruktur, sistematis, dan masif, maka perhitungan umum cacat secara yuridis," jelas Marwah.

Ia mengutip pernyataan Khofifah Indar Parawansa yang mengalami dan mengatakan, pemilu tergantung pemilihnya, pemilih tergantung DPT. Ketika diantara DPT itu banyak yang fiktif maka maka pejabat terpilih itu adalah pejabat fiktif dan palsu.

Dari hasil temuannya, Marwah Daud Ibrahim mengaku menemukan ada tambahan DPT lebih dari 6 juta orang dibandingkan Pileg 9 April 2014, menjadi lebih dari 190 juta DPT. Sementara data BPS menyebutkan, jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas dan sudah menikah sebanyak 176.662.097.

Padahal, kata Marwah Daud, undang-undang kita meneyebutkan yang berhak memilih adalah yang berusia 17 tahun saat pencblosan dan atau sudah menikah. "Kita membuat undang-undang dan melanggar sendiri aturan itu karena ada 12 juta lebih peserta pemilu dibawah umur, pemilih ganda atau sudah meninggal, dan ada juga 19 juta DPKTb fiktif," jelasnya.

Pertimbangannya itu, kata Marwah Daud bisa dilakukan setelah melakukan pembuktian lewat audit forensik. Audit forensik ini akan diketahui siapa yang memunculkan nama, kapan, dan kenapa dilakukan. "Ada jejak teknologi yang bisa ditelusuri, karena itu kami meminta MK untuk mempertimbangkannya," tutur Marwah Daud.

Uniknya Marwah tidak bisa menjawab pertanyaan dari kuasa hukum KPU, Bawaslu dan Jokowi-JK ketika dikonfrontir soal DPT bodong itu. Marwah dalam sidang itu ditanya mengenai pihak mana yang diuntungkan oleh banyaknya pemilih bodong dan DPT Oplosan.

"Bagi daerah tertentu itu jumlah oplosannya tinggi, seperti misalnya di Sumatera Selatan dan Riau. Di tempat ini oplosan tinggi, di tempat tertentu seperti Bali itu oplosannya sangat rendah," kata Marwah.

Doktor komunikasi internasional bidang satelit ‎ini tidak juga menjawab siapa yang diuntungkan hingga kuasa hukum termohon mencoba melakukan interupsi. Namun ketua MK Hamdan Zoelva menghentikan jawaban Marwah dan mengingatkan pertanyaan dari termohon.

"Tunggu dulu Ibu, tadi pertanyaan dari termohon pihak yang diuntungkan dari oplosan-oplosan itu tadi. Jadi ingat lagunya Soimah," ujar Hamdan sambil tertawa kecil.

Setelah diingatkan Hamdan, Marwah tak juga memberikan jawaban langsung pihak yang diuntungkan oleh DPT oplosan yang menurutnya berasal dari DPKTb. Ia malah melanjutkan keterangannya yang tak berhubungan dengan pertanyaan secara terbata-bata.

Hamdan tak lagi mengingatkan Marwah pertanyaan yang dimaksud termohon. Ia membiarkan Marwah menyelesaikan keterangannya. "Oplosan itu hanya 2 persen. Suara bodong ini menghilangkan hak memilih, namanya bisa kita search," ujar doktor dari Amerika Serikat ini. (dtc)

BACA JUGA: