JAKARTA, GRESNEWS.COM - Gugatan terhadap hasil Pilpres 2014 yang dilayangkan pasangan Prabowo-Hatta dinilai mengandung cacat hukum. Kecacatan hukum itu adalah berupa ketiadaan legal standing atau kedudukan hukum yang mengesahkan hak pasangan itu untuk melakukan gugatan terhadap hasil Pilpres di Mahkamah Konstitusi. Pasalnya, pasangan nomor urut 1 itu dinilai sudah mundur dan menarik diri dari seluruh proses Pilpres 2014.

Penilaian itu dibantah saksi ahli yang diajukan pasangan Prabowo-Hatta, Irman Putra Sidin. Dalam kesaksiannya di persidangan perselisihan hasil Pilpres 2014 di MK, Jumat (15/8) Irman mengatakan Prabowo-Hatta tetap memliki legal standing untuk mengajukan gugatan ke MK.

Menurut Irman, permohonan yang diajukan Prabowo-Hatta tidak bisa dilihat hanya sebatas kepentingan keperdataan dua warga negara, yakin Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa semata. Sebab, kata dia, dua warga negara ini setelah hari Pemilihan Presiden 9 Juli 2014 telah berbeda dengan warga negara lainnya.

Setelah Pilpres, kata Irman, Prabowo dan Hatta sudah menjadi pranata badan hukum konstitusi sebagai pasangan calon presiden dan wakil presiden yang mendapatkan mandat dari lebih 63 juta warga negara yang belum pernah dicabut secara konstitusional oleh seluruh pemilih pasangan tersebut.

Karena itu, ia beranggapan sangat keliru tuduhan yang menyebut Prabowo-Hatta tidak lagi memiliki legal standing. Apalagi jika tuduhan itu didasarkan pada anggapan pasangan Prabowo-Hatta telah menarik diri dari proses rekapitulasi perolehan suara Pilpres 2014.

"Jikalau hak ini tetap diakui tidak memiliki kedudukan hukum, maka otomatis Pilpres 2014 adalah inkonstitusional karena hanya diikutu satu pasangan calon presiden-wakil presiden," jelas Irman di persidangan.

Sebab, kata Irman, tidak mungkin pilpres menjadi konstitusional ketika hanya diikuti hanya satu pasangan calon presiden-wakil presiden. Hal ini, kata dia, justru membuka ruang bagi MPR untuk menolak melantik capres-cawapres terpilih menurut KPU karena hanya diikuti satu pasangan calon.

"Apakah pelaksanaan Pilpres 2014 konstitusional atau tidak? Dalam hukum konstitusi, permohonan ini adalah memiliki denyut nadi dari hampir 70 juta warga negara," ujarnya.

Irman mengaku sengaja memulai dari pertayaan itu karena selama ini, kata dia, sebagian besar masyarakat terseret pada anggapan sidang PHPU Pilpres yang berlangsung di MK adalah sidang pengadilan pemilu (election court). Padahal kata dia adalah sidang pengadilan konstitusi.

Menurut dia, hal itu perlu dipertegas agar konstruksi yang dibangun dalam sidang PHPU Pilpres 2014 tidak sebatas berdasarkan hukum-hukum pemilu, apalagi semata-mata hukum-hukum kepala daerah. Kalau ini yang dijadikan dasar, maka kata Irman, pemikiran publik akan tercekoki dengan pemikiran apakah pelanggaran-pelanggarann yang terjadi dalam Pilpres Pemilu 2014 signifikan atau tidak mempengaruhi hasil Pilpres 2014.

Ia berpendapat, sidang MK bukan hanya menggunakan hitung-hitungan kalkulator semata, tapi menyangkut konstitusionalitas penyelenggaraan pemilu yang mempengaruhi hasil pemilu. Sebab, lanjut Irman, konstitusi akan hidup sesuai kehidupan bangsanya. "Tidak akan membeku pada satu bentuk yang abadi, tapi terus mencari bentuk sesuai dengan kebutuhan zamannya," kata ahli hukum tata negara ini.

Irman berpendapat, dalam pengujian konstitusionalitas undang-undang sebagai hasil keputusan mayoritas rakyat oleh wakilnya di DPR bersama Presiden, maka ketika ada satu orang warga negara merasa dirugikan hak konstitusionalnya dan terbukti, maka MK bisa membatalkan keputusan mayoritas tersebut.

Oleh karena itu, Irman berpendapat, bukan suatu hal yang aneh atau ganjil ketika MK membatalkan Keputusan KPU tentang  hasil Pilpres 2014 yang dinilai melanggar undang-undang meski hal itu keputusan mayoritas rakyat pelalui pencoblosan di bilik suara. "Yang pasti, dalam perkara konstitusi tidak ada istilah menang atau kalah seperti dalam perkara perdata," katanya.

Sebelumnya, kuasa hukum pasangan Jokowi-JK sebagai pihak terkait, Sirra Prayuna mengungkit legal standing Prabowo-Hatta. "Jelas sekali bahwa pemohon menarik diri dari kompetisi yang sedang berlangsung dan secara otomatis melepas haknya sebagai subjek hukum dalam Pilpres 2014 di forum MK yang mulia ini sehingga pemohon tidak lagi memiliki legal standing," kata Sirra dalam persidangan Jumat (8/8) lalu.

Karena itu, menurut Sirra, Prabowo tidak berwenang mengajukan gugatan ke MK. "Dengan demikian pemohon sudah tidak memiliki kedudukan hukum atau legal standing sebagai pemohon dalam sengketa pilpres," kata Sirra.

Sirra pun menilai MK tak punya hak memeriksa, mengadili, dan memutuskan gugatan Prabowo-Hatta tersebut. Sebab Prabowo tak punya legal standing untuk mengajukan gugatan sehingga gugatan pasangan capres nomor satu itu dinilait tidak sah. "Cukup bagi Mahkamah Konstitusi untuk menolak keseluruhan gugatan pemohon karena permohonan kabur," pungkasnya. (dtc)

BACA JUGA: