JAKARTA, GRESNEWS.COM - Saksi pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla, Ferry Mursyidan Baldan menegaskan Formulir DD-2 (catatan keberatan saksi) di tingkat rekapitulasi perolehan suara tingkat nasional selalu diberikan setiap satu provinsi selesai dibahas. Pernyataan Ferry itu membantah kesaksian Azis Subekti, saksi tingkat nasional pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.

Azis sebelumnya mengaku tidak diberikan form DD-2 oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) sepanjang mereka mengikuti rekapitulasi tingkat nasional.

"Setiap selesai pembahasan, maka keberatanya dipersilakan diisi ke formulir yang disediakan dan setahu saya sudah ada petugas KPU yang akan memberikannya. Tinggal kita kedipin mta, petugas akan mengantarkannya," tutur Ferry saat menyampaikan kesaksianya dalam sidang lanjutan perkara Perselisihan Hasil Pipres 2014 dengan agenda pembuktian (VI), Kamis (14/8).

"Ada itu?" tanya Ketua Mahakamah Konstitusi Hamdan Zoelva.

"Ada itu, ada, kalau saya boleh tambahkan informasi, saat Pileg kita masih punya kesempatan setelahnya," jawab Ferry tanpa meneruskan keterangannya karena dipotong Hamdan.

"Kalau Pileg iya, yang saya tanya Pilpres," tegas Hamdan.

"KPU tidak menutup ruang itu," jawab Ferry.

Memastikan jawaban Ferry itu, Hakim Konstitusi menayakan, apakah formulir DD-2 itu diberikan pada akhir pembahasan rekapitulasi tingkat provinsi, setiap hari, atau diakumulasi secara keseluruhan pada saat akhir rekapitulasi nasional sudah selesai dilakukan.

Menurut Ferry, Formulir DD-2 diberikan ketika pembahasan salah satu provinsi selesai. "Per provinsi yang mulia," terangnya.

Selanjutnya Patrialis menanyakan apakah setiap keberatan-keberatan yang disampaikan saksi sepanjang rekapitulasi berlangsung langsung diisikan ke Formulir DD-2, atau terakumulasi pada akhir pembahasan per provinsi.

Ferry menjelaskan, setelah selesai pembahasan satu provinsi, KPU akan memberi kesempatan kepada saksi untuk menyampaikan keberatannya sampai beberapa putaran (giliran). Ketika masih ada keberatan, maka KPU mengarahkan agar mengisi di form keberatan tersebut. "Apakah saksi pasangan nomor urut dua pernah menyatakan keberatan?" tanya Patrialis.

"Kami tidak pernah menyampaikan keberatan sampai rekapitulasi nasional selesai," terang Ferry.

Patrialis kembali menanyakan, apakah keberatan per provinsi itu kemudian menjadi satu-kesatuan dengan keberatan-keberatan dalam menetapkan pasangan calon terpili. Ferry menjawab, tidak.

"Artinya, keberatan-kebertan setiap provinsi itu tetap merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan hasil penetapan KPU secara nasional," tegas Patrialis.

"Jika itu disampaikan," tutur Ferry.

Patrialis menanyakan, ketika keberatan itu disampaikan, keberatan itu akan melekat pada dokumen KPU di dalam menetapkan perolehan suara maupun pasangan calon terpilih.

Kali ini, Ferry mengiyakan. Ia menjelaskan, para saksi diberikan kesempatan secara lisan berulangkali. Pada akhir rekapitulasi provinsi akan disahkan (ketok palu) sebagai penetapan hasil rekapitulasi per provinsi, maka keberatan lisan tadi dipersilakan dituangkan dalam Form DD-2.

Seperti diketahui, dalam sidang sebelumnya, Selasa (12/8), saksi Prabowo-Hatta mempersoalkan tidak diberikannya Form DD-2 ini sebagai bukti legalisasi telah menyampaikan keberatan.

"Saya menemukan kejanggalan berita acara penetapan rekapitulasi perolehan suara secara nasional, dalam poin 2 KPU menyebutkan dalam pelaksanaan kegiatan rekapitulasi hasil perhitungan suara secara nasional, tidak ada kejadian khusus dan atau keberatan dari saksi. Padahal kami kerap menyampaikan keberatan," jelas Azis.

Menurut Azis, pada pelaksanaan rekapitulasi hasil perhitungan suara nasional pemilu legislatif, para saksi selalu diberikan form DD-2 untuk mengisi keberatan-keberatan. Akan tetapi, pada tiga hari proses rekapitulasi. Yang kami ikuti, KPU tidak pernah memberikan form DD-2 itu," ujarnya.

Sementara Komisioner KPU Ida Budarti menyatakan sebaliknya. "Sejauh yang kami ikuti dari tim sekretariat, form DD-2 itu tidak pernah diisi oleh pasangan calon hingga menyatakan walk out dari ruang pleno,´ jelasnya.

"KPU memberikan form itu, tapi tidak diisi saksi nomor urut satu?" tanya Hakim Konstitusi Patrialis Akbar.

"Iya yang mulia," jawab Ida Budiarti.

Menurut Ida Budiarti, ada perbedaan antara permohon I dengan permohonan II yang dimohonkan pemohon. Yakni dalam permohonan I, pemohon mendalilkan mengisi form DD-2, tapi dalam permohonan II, dalil tersebut sudah tidak ada. "Kalimat itu sudah dihapus," jelasnya

Menyikapi hal itu, Patrialis menegaskan, dua keterangan yang berbeda tersebut menjadi penting sebagai bahan penilaian Mahkamah Konstitusi.

BACA JUGA: