JAKARTA, GRESNEWS.COM - Hampir setiap tahun majelis kehormatan hakim (MKH) memberi sanksi nonpalu hingga pemberhentian tetap bagi hakim yang terbukti berselingkuh. Sayangnya, para hakim yang memiliki latar belakang integritas sangat rendah masih bisa lolos menjadi hakim. Karena itu, Komisi Yudisial (KY) mendesak proses seleksi hakim dievaluasi. Proses seleksi tidak cukup hanya memeriksa dan menilai dari sisi administrasi saja, tetapi harus dibarengi dengan menelisisk kualitas dan latar belakang para calon hakim secara mendalam, transparan dan terbuka.

Menurut KY, banyaknya hakim yang diberi sanksi karena terbukti melakukan selingkuh disebabkan moral dan kepribadian hakim yang bermasalah. Bukan terkait dengan jarak yang jauh antara suami atau istri dan keluarganya. "Mencari kualitas hakim yang bermoral dan berkepribadian baik dapat dilakukan sejak proses seleksi yang dilakukan secara baik dan terbuka," kata Ketua KY Suparman Marzuki Senin (10/3).

Suparman menungkapkan, sejak dirinya bekerja pada 2005, hampir selalu ada kasus hakim selingkuh yang dilaporkan dan dibawa ke MKH. Sepanjang Februari-Maret 2014 saja ada sepuluh kasus yang disidang MKH karena dinilai melanggar surat keputusan bersama Ketua MA dan Ketua KY tahun 2009 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) dan Peraturan Bersama (PB) Ketua MA dan Ketua KY tahun 2012 tentang Panduan Penegakan KEPPH.

Dari kesepuluh kasus itu pelanggran etika paling paling dominan adalah kasus hakim melakukan perselingkuhan. Rabu (5/3) Majelis Kehormatan Hakim yang merupakan gabungan antara Mahkamah Agung (MA) dan KY menghukum pasangan selingkuh Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Surabaya Puji Rahayu dan Wakil Ketua PTUN Banjarmasin Jumanto. MKH menjatuhkan hukuman pemberhentian tetap dengan hak pensiun.

Sehari sebelumnya, MKH menjatuhkan hukuman kepada hakim Pengadilan Negeri (PN) Tebo Jambi Elsadela dan dan hakim Pengadilan Agama Tebo Mastuhi. MKH juga memvonis Hakim PN Ternate M Reza Latucosina. Reza dinonpalukan selama dua tahun karena terbukti berselingkuh dengan seorang panitera pengganti di PN Ternate.

Sosiologi FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Musni Umar menilai banyaknya kasus selingkuh tersebut merupakan puncak gunung es, yang mungkin lebih banyak lagi yang melakukan tetapi belum terungkap atau diungkapkan.

Menurut Musni, selingkuh dikalangan para hakim mendapat respon negatif dari masyarakat, paling tidak disebabkan tiga faktor. Pertama, hakim adalah pejabat negara, sama kedudukannya dengan para anggota DPR. Mereka mendapat gaji dan fasilitas dari negara yang lumayan besar sekarang. Bukan saja mendapat penghasilan yang lumayan besar, tetapi juga sebagai PNS (Pegawai Negeri Sipil) mendapat hak pensiun.

Kedua, hakim manusia istimewa yang merupakan wakil Tuhan di muka bumi untuk mengadili dan menghukum mereka yang diduga melakukan kejahatan. Kalau prrilaku hakim bobrok, maka akhirnya masyarakat tidak percaya para hakim dan putusan yang diambil ketika mengadili perkara di pengadilan. Dampaknya sangat negatif karena akhirnya masyarakat memilih pengadilan jalanan. Itu yang banyak terjadi di berbagai daerah di sekuruh Indonesia.

Ketiga, hakim sejatinya harus menjadi contoh teladan di masyarakat agar marwah dan kehormatannya tegak ditengah-tengah masyarakat. Hakim bukan lagi menjadi milik dirinya sendiri dan keluarga, tetapi sudah menjadi bagian dan milik masyarakat, sehingga tutur kata, perbuatan, tindakan dan pergaulannya disorot oleh masyarakat.

"Karena itu, hakim harus selalu menjaga, memelihara dan mempertahankan kehormatan dirinya," kata Musni Umar kepada Gresnews.com, Senin (10/3).

Untuk mencegah maraknya perselingkuhan di kalangan hakim, menurut Musni, juga ada tiga hal.  Pertama, proses rekrutmen para hakim harus sangat selektif.  Mereka harus ditelusuri rekam jejaknya (track record) dari keluarga, sekolah dan di lingkungan pergaulan.

Kedua, harus dilakukan pembinaan yang terus-menerus dengan selalu mengingatkan tentang posisi hakim yang sangat mulia. Posisi itu harus dijaga, dipelihara dan dipertahankan dengan sebaik-baiknya dihadapan masyarakat dan Tuhan.

Ketiga, menghukum tanpa ampun bagi mereka yang melakukan perbuatan tercela dan melanggar hukum seperti memecat tanpa hormat bagi mereka yang melakukan kesalahan.

Sebaliknya, para hakim yang baik, tidak tercela,  jujur, adil dan profesional dalam menjalankan tugas, harus diberi apresiasi dan penghargaan (reward) dengan memberi jabatan yang tinggi dan dipublikasikan sebagai contoh yang dapat ditiru oleh para hakim dan masyarakat luas.

Menyikapi kasus-kasus tersebut, MA mengaku akan semakin meningkatakan dan terus-menerus melakukan pengawasan, pembinaan dan memberdayakan aparat hakim di semua  pengadilan tinggi yang mencakup  empat lingkungan peradilan di Indonesia sebagai garda terdepan pengawasan dan pembinaan.

"Kalau dari prosentase angka yang selingkuh dan diberi sanksi jumlahnya sangat kecil dibanding 8.434 hakim yang ada diseluh Indonesia, namun berkaca dari kasus-kasus itu kami tetap harus terus mengawasi agar hakim tetap selalu patuh pada pedoman prilaku hakim (PPH) sebagai code of conduct," kata Kepala Biro Hubungan Masyarakat MA Ridwan Mansyur kepada Gresnews.com Jumat (7/3) kemarin.

BACA JUGA: