JAKARTA, GRESNEWS.COM - Sidang Majelis Kehormatan Hakim yang sedianya berlangsung hari ini di Mahkamah Agung, urung dilaksanakan. Sebab, hakim ad hoc tipikor Bandung Ramlan Comel yang akan disidang terkait kasus suap bansos di Bandung, tidak hadir. Ramlan hanya mengirimkan surat pengunduran diri sebagai hakim karena terlibat kasus tersebut.

"Saya yang bertanda tangan di bawah ini Ramlan Comel. Pekerjaan hakim ad hoc tipikor Bandung dengan ini menyatakan mundur sebagai hakim ad hoc tipikor Bandung," kata Ketua Badan Pengawas Sunarto, saat membacakan surat Ramlan di sidang etik, di gedung MA, Jakarta, Kamis (6/3).

Surat pengunduran diri tersebut ditulis tangan oleh Ramlan sendiri. Kuasa hukum Ramlan, Disiplin M Manau mengatakan, kliennya sudah tidak bisa dihubungi sejak Kamis (6/3) pagi. "Kemarin masih sempat bertemu. Tapi sejak tadi pagi nomor telepon yang dia kasih tidak bisa lagi dihubungi," ujarnya.

Alasan pengunduran diri Ramlan karena ia merasa telah melanggar kode etik. Hal tersebut ia lakukan saat pergi berkaraoke dengan hakim Setyabudi Tedjocahyono dengan uang dari Toto Hutagalung yang kini telah diseret ke penjara oleh KPK. "Saya terbukti tidak terkait dengan korupsi atau suap tersebut. Kendati demikian saya atas ketidaktahuan saya, saya pernah ke tempat karaoke atas ajakan pimpinan (Setyabudi-red), apabila dikaitkan dengan pedoman perilaku hakim," baca Sunarto.

Surat pengunduran diri tersebut tidak langsung diterima majelis hakim. Ramlan masih diberi kesempatan hingga minggu depan untuk menyampaikan pembelaannya hingga Rabu (12/3) mendatang. Setyabudi telah divonis 12 tahun penjara karena korupsi dengan modus menerima uang suap guna memberikan putusan ringan. Setyabudi sendiri menerima hukuman 12 tahun tersebut.

Ramlan hanyalah salah satu dari sepuluh hakim yang dihadapkan ke majelis sidang etik sepanjang Februari-Maret ini karena dinilai telah melakukan berbagai pelanggaran etika. Rabu (5/3) kemarin MKH kembali menghukum pasangan selingkuh Hakim PTUN Surabaya Puji Rahayu dan Wakil Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Banjar Masin Jumanto. MKH menjatuhkan hukuman pemberhentian tetap dengan hak pensiun.

Selasa lalu, Majelis Kehormatan Hakim yang merupakan gabungan antara Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial juga menjatuhkan hukuman kepada dua hakim. Mereka adalah hakim PN Tebo Jambi Elsadela dan dan hakim Pengadilan Agama Tebo Mastuhi.

Kedua hakim tersebut divonis pemberhentian tetap karena terbukti melakukan perbuatan amoral. Menurut majelis perbuatan kedua hakim tersebut telah mencederai pengadilan, perbuatan tercela dan tidak menjunjung harga diri, martabat dan keluhuran hakim. Hal yang memberatkan dari putusan ini karena hakim terlapor melakukan perbuatan tersebut berulang kali dan dilakukan di ruang kerja pengadilan negeri agama. Sebaliknya, penyesalan atas perbuatannya dan janji tidak akan mengulangi perbuatannya lagi meringankan Elsadela.

Perbuatan Elsadela dan Mastuhi tersebut melanggar melanggar surat keputusan bersama Ketua MA dan Ketua KY tahun 2009 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) dan Peraturan Bersama (PB) Ketua MA dan Ketua KY tahun 2012 tentang Panduan Penegakan KEPPH. "Menjatuhkan hukum disiplin berat berupa pemberhentian tetap dengan hak pensiun kepada terlapor," kata Ketua MKH Andi Syamsu Alam saat membacakan putusan di gedung MA Jakarta, Selasa (4/3).

Sambil menunggu keputusan presiden (Kepres) pemberhentian Elsadela, MKH merekomendasikan agar Elsadela langsung dibebastugaskan dari PN Tebo.

Dalam pembelaannya, Elsadela meminta hakim memberikan sanksi disiplin ringan karena  dirinya baru lulus tes hakim setelah 4 kali gagal, memiliki anak, dan khilaf. Elsadela mengaku sejak menikah dirinya sudah terlibat pertengkaran dengan suaminya. Bahkan sempat mengajukan permohonan cerai. Saat itulah Elsa bertemu dengan Mastuhi. Keduanya bertukar ´PIN BB´ untuk berkonsultasi terkait tata cara pengajuan permohonan cerai. Tapi, Mastuhi malah menggunakan kesempatan ini untuk mendekati Elsa.


Sebelum itu, MKH juga tekah memvonis dua hakim yakni Wakil Ketua PN Mataram Hakim Pastra Joseph Ziraluo dan Hakim PN Ternate M Reza Latucosina. Pastra divonis menjadi hakim nonpalu selama enam bulan karena terbukti menerima suap sebesar Rp20 juta pada. Sementara Reza dinonpalukan selama dua tahun karena terbukti berselingkuh dengan seorang panitera pengganti di PN Ternate.

MKH juga menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap  kepada hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Pekanbaru Pahala Shetya Lumbanbatu karena terbukti mengkonsumsi narkoba.

Penegakan hukum berupa penjatuhan sanksi disiplin ini di satu sisi memang layak diapresiasi. Ini merupakan langkah baik bagi penegakan hukum agar para hakim benar-benar mampu menjalankan profesinya dengan baik. Namun di sisi lain, banyaknya jumlah hakim yang diseret ke sidang etik dalam rentang waktu satu bulan ini juga menimbulkan banyak pertanyaan terkait proses pembinaan hakim terutama dari sisi moralitas.

Bayangkan saja dari sepuluh kasus yang disidang MKH, tujuh kasus diantaranya disidang karena kasus perselingkuhan. Ini tentu menambah kekhawatiran para pencari keadilan karena selama ini integritas para hakim sendiri banyak dipertanyakan. Kini setelah integritas dipertanyakan, moralitas hakim juga dipertanyakan. Ada apa dengan dunia peradilan Indonesia?

Hakim Agung Gayus Lumbuun mengakui fenomena ini terjadi karena MA telah gagal melakukan pembinaan. "MA gagal dalam melakukan pembinaan hakim," kata Gayus beberapa waktu lalu. Menurut ketua Ikatan Hakim Indonesia cabang MA ini, temuan KY yang berujung pada digelarnya MKH hanyalah akibat dan bukan sebab mengapa para hakim berlaku menyimpang baik perbuatan pelanggaran susila maupun penyimpangan dalam memberikan putusan.

Saat ini pembinaan hakim di seluruh Indonesia di bawah wewenang dan tanggung jawab Ketua Muda MA bidang Pembinaan yaitu hakim agung Widayatno Sastro Hardjono. Otokritik Gayus kepada lembaga peradilan tertinggi di Indonesia bukan pertama kalinya dan atas semua itu dia juga menerima "konsekuensi" yang tidak mengenakkan. Sebelumnya Gayus juga mengkritik kinerja Sekretaris MA Nurhadi dalam mengelola keuangan. Bahkan Gayus sempat diusir oleh Ketua Muda Bidang Pidana Khusus Djoko Sarwoko saat meminta transparansi pengelolaan MA.

Menurut hakim agung itu, persoalan yang mendasar adalah perlunya perhatian MA untuk memulai dari hulu persoalan pelanggaran oleh hakim. Yaitu tidak efektifnya bidang pembinaan hakim yang di MA. Juga ada kamar pembinaan tetapi lebih banyak melakukan pembinaan dengan mengirim hakim-hakim agung atau hakim tertentu melakukan studi banding. "Perlu dilakukan pembinaan yang seimbang dengan pengawasan, bagai sekeping mata uang yang berbeda sisi tetapi merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan," ujar Gayus yang duduk di kamar pidana itu.

Bidang Pembinaan MA dan jajarannya pengadilan tinggi di daerah-daerah perlu segera meningkatan pembinaan secara berkala ke daerah pengadilan di pelosok-pelosok untuk meningkatkan kualitas hakim dan perilaku hakim," papar Gayus memberikan masukan ke MA.

Di sisi lain dari kacamata penegakan hukum, penjatuhan sanksi terhadap para hakim nakal itu itu juga dinilai tidak memberikan efek jera. LBH Keadilan menilai penjatuhan hukuman oleh MKH masih bersifat diskriminatif. Dalam kasus hakim Elsadela dan Mastuhi yang berselingkuh misalnya, MKH menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap dengan hak pensiun. Di sisi lain hakim yang melakukan perbuatan tercela menerima suap, M. Reza hanya dijatuhi hukuman nonpalu selama dua tahun.

Hukuman ini menurut Sekretaris Pengurus LBH Keadilan Ahmad Muhibullah patut disayangkan, karena tidak akan memberikan efek jera bagi hakim-hakim lain. Terlebih meneria suap termasuk tindak pidana korupsi yang layak dihukum berat. Demikian pula hukuman untuk hakim yang melakukan perbuatan amoral dinilai tak akan maksimal karena masih diberikan hak pensiun. "Seharusnya para ´Wakil Tuhan´ itu sama sekali tidak layak mendaoatkan hak pensiun. Perbuatan mereka telah merontokkan wibawa peradilan," kata Muhibullah kepada Gresnews.com, Kamis (6/3).

Dalam kasus perselingkuhan, kata dia, menunjukkan hakim sebagai seorang individu yang seharusnya menjadi contoh teladan justru tidak mampu mengendalikan nafsunya. "Ini memang persoalan watak masing-masing hakim," ujar Muhibullah. Karena itu dalam melakukan rekruitmen hakim, dia menilai perlu ada rekam jejak calon hakim dan tes psikologi agar karakter menyimpang itu bisa diketahui secara dini sebelum diloloskan menjadi hakim. Muhibullah juga mengingatkan kembali pentingnya melibatkan KY dalam rekrutmen hakim. (dtc)

BACA JUGA: