JAKARTA, GRESNEWS.COM - Aturan yang bagus tidak akan berjalan baik tanpa dibarengi pengawasan secara maksimal dan pembinaan secara berkelanjutan. Termasuk dalam hal perilaku amoral sejumlah hakim yang telah divonis bersalah oleh majelis kehormatan hakim (MKH) karena terbukti melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim. Seperti diketahui, dari 10 hakim yang disidang oleh MKH antara bukan Februari-Maret ini, 7 diantaranya dihukum karena melakukan tindakan asusila.

Rabu (5/3) MKH yang merupakan gabungan antara Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial menghukum pasangan selingkuh hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Surabaya Puji Rahayu dan Wakil Ketua PTUN Banjar Masin Jumanto. MKH menjatuhkan hukuman pemberhentian tetap dengan hak pensiun. Sehari sebelumnya, MKH menjatuhkan hukuman kepada hakim Pengadilan Negeri (PN) Tebo Jambi Elsadela dan dan hakim Pengadilan Agama Tebo Mastuhi.

Kedua hakim tersebut divonis pemberhentian tetap karena terbukti melakukan perbuatan amoral. Menurut majelis perbuatan kedua hakim tersebut telah mencederai pengadilan, perbuatan tercela dan tidak menjunjung harga diri, martabat dan keluhuran hakim. Hal yang memberatkan dari putusan ini karena hakim terlapor melakukan perbuatan tersebut berulang kali dan dilakukan di ruang kerja pengadilan negeri agama. Sebaliknya, penyesalan atas perbuatannya dan janji tidak akan mengulangi perbuatannya lagi meringankan Elsadela.

Sebelumnya, MKH juga tekah memvonis Hakim PN Ternate M Reza Latucosina. Reza dinonpalukan selama dua tahun karena terbukti berselingkuh dengan seorang panitera pengganti di PN Ternate. Selain terhadap hakim selingkuh, MKH juga menjatuhkan sanksi kepada Wakil Ketua PN Mataram Hakim Pastra Joseph Ziraluo. Pastra divonis menjadi hakim nonpalu selama enam bulan karena terbukti menerima suap sebesar Rp20 juta.

Kasus-kasus perbuatan asusila yang dilakukan para hakim itu menimbulkan pertanyaan terkait adanya krisis moral di dunia peradilan. Menyikapi kasus-kasus tersebut, MA mengaku akan semakin meningkatkan dan terus-menerus melakukan pengawasan, pembinaan dan memberdayakan aparat hakim di semua  pengadilan tinggi yang mencakup  empat lingkungan peradilan di Indonesia sebagai garda terdepan pengawasan dan pembinaan.

"Kalau dari persentase angka yang selingkuh dan diberi sanksi jumlahnya sangat kecil dibanding 8.434 hakim yang ada diseluruh Indonesia. Namun berkaca dari kasus-kasus itu kami tetap harus terus mengawasi agar hakim tetap selalu patuh pada pedoman prrilaku hakim sebagai code of conduct," kata Kepala Biro Hubungan Masyarakat MA Ridwan Mansyur kepada Gresnews.com Jumat (7/3).

Ridwan mengungkapkan pembinaan hakim di seluruh Indonesia di bawah wewenang dan tanggung jawab Bidang Pembinaan MA. Melalui Bidang Pembinaan MA akan mengedepankan pembinaan dan pengawasan secara berimbang dan berkelanjutan. "Kami akan terus meningkatkan kapasitas hakim, baik dari sisi integritas, moralitas dan proses peradilan secara umum," ujarnya.

Dari sudut pandang pakar kriminologi Universitas Indonesia (UI) Adrianus Meliala, kasus perselingkuhan itu dilatarbelakangi dorongan hasrat manusia yang lebih besar dibandingkan ketakutan pada kode etik dan pedoman perilaku hakim. "Kode etik adalah barang mati yang tergantung pada orangnya mau mematuhi atau tidak, tapi orang akan patuh jika mereka benar-benar merasa di awasi," kata Adrianus kepada Gresnews.com.

Ia berpandangan dorongan perselingkuhan dilatarbelakangi komunitas hakim pada umumnya eksklusif dan tertutup.  Mereka bergaul antara sesama hakim saja. Untuk bergaul dengan polisi dan jaksa atau petugas lembaga pemasyarakatan, hakim umumnya gengsi. "Karena komunitas kecil, maka affair  bisa terjadi. Kemungkinan lain karena jauh dari keluarga atau belum menikah," jelasnya.

Karena itu kata Adrianus MA memang sebaiknya melakukan pengawasan yang lebih ketat agar kasus-kasus memalukan semacam ini tidak terjadi lagi.

BACA JUGA: