JAKARTA, GRESNEWS.COM - Dinilai mengandung ´standar ganda´ Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan kembali diajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi. Selain memuat potensi unbundling (pemisahan usaha) yang menyiratkan semangat liberalisasi, mekanisme pasar bebas, berakhirnya monopoli PLN dan privatisasi. Di sisi lain, ada pasal-pasal yang mencegah unbundling karena tarif listrik diatur negara.


"´Standar ganda´ UU Ketenagalistrikan sengaja diciptakan untuk kebutuhan yang berbeda-beda. Pada saat pemangku kepentingan berhasrat ‘menjual’ aset negara (privatisasi), maka diajukanlah argumentasi bahwa di sana ada pasal-pasal unbundling. Sebaliknya, undang-undang tersebut menyiapkan pasal-pasal yang menghindarkan unbundling sehingga tidak bisa dikatakan melanggar UUD 1945," kata Ahmad Daryoko dari Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Konfederasi Serikat Nasional (KSN) selaku pemohon uji materi UU Ketenagalistrikan, kemarin.

Namun DPP Konfederasi Serikat Nasional (KSN) yang mengajukan gugatan atas UU No. 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistriskan harus melakukan perbaikan gugatannya karena permohonan yang sama pernah diuji oleh MK, melalui putusan MK bernomor 001-021-022/PUU-I/2003 dan No. 149/PUU-/2009. Permohonan tersebut diajukan oleh Serikat Pekerja PT PLN. Putusan MK kala itu menolak permohonan ini.

Daryoko mengajukan uji materi terhadap Pasal 10, Pasal 11, Pasal 20 hingga Pasal 56 dan ayat (4) UU Ketenagalistrikan. Namun pengujian terhadap pasal 10, 11 dan  Pasal 20 itu telah ditolak MK, sehingga KSN harus melakukan perbaikan terhadap gugatan tersebut .  Perbaikannya telah disampaikan mereka pada sidang pemeriksaan pendahuluan, Rabu (29/1).

Menurut Daryoko, UU Nomor 20 Tahun 2002 maupun UU Nomor 30 tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan mempunyai naskah kebijakan yang sama,  yaitu restrukturisasi sektor ketenagalistrikan, departemen pertambangan dan energi yang diterbitkan pada Agustus 1998.

Naskah kebijakan tersebut menggariskan antara lain Perusahan Listrik Negara (PLN) akan mengalami unbundling (pemisahan usaha) secara vertikal, juga secara geografis atau unbundling secara horisontal. Unbundling vertikal diterapkan di Jawa Bali yaitu dengan melakukan privatisasi pembangkit, transmisi dan distribusi yang saat ini sudah dipersiapkan. Caranya dengan merevisi daftar investasi negatif, yaitu dengan menawarkan pembangkit, transmisi, dan distribusi kepada investor asing untuk membelinya dengan penguasaan saham antara 95 sampai 100 persen. “Selanjutnya, tarif listrik akan mengalami liberalisasi dengan mengikuti mekanisme pasar bebas,” tutur Daryoko, saat menyampaikan perubahan gugatannya di Ruang Sidang Pleno Gedung MK.

Daryoko menilai Undang Undang Ketenagalistrikan itu terbukti telah diintervensi kekuatan asing, di antaranya International Monetary Fund (IMF). Dalam petitumnya Pemohon menyampaikan agar MK mengabulkan permohonan mereka, serta menyatakan UU Nomor 30 Tahun 2009 bertentangan dengan Pembukaan UUD 1945.  Menyatakan UU tentang Ketenagalistrikan ini tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat sejak diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi.

Pemohon antara lain juga meminta Mahkamah Konstitusi untuk menghadirkan mantan Menteri Pertambangan dan Energi Kuntoro Mangkusubroto yang saat ini menjadi Staf Ahli Presiden RI. Pemohon juga meminta Mahkamah menghadirkan mantan Direktur Utama PLN Adi Satria, mantan Direktur Utama PLN Edi Widiono. Permintaan Pemohon ini terkait keterlibatan para pejabat tersebut dengan UU Ketenagalistrikan.

Dalam putusan MK terhadap gugatan UUini pada tahun 2003 disebutkan MK berpendapat cabang produksi dalam Pasal 33 ayat (2) UUD 1945 di bidang ketenagalistrikan harus ditafsirkan sebagai satu-kesatuan antara pembangkit, transmisi, dan distribusi. Menurut MK hal ini mencerminkan satu kesatuan usaha yang diprioritaskan dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Sementara dalam putusan tahun 2009 membuka kemungkinan unbundling dalam bidang ketenagalistrikan. Namun, dengan adanya Pasal 3 dan Pasal 4 UU itu, sifat unbundling-nya berbeda dengan unbundling menurut Undang-Undang Ketenagaistrikan yang lama (UU No. 20 Tahun 2002). Sebab, tarif dasar listrik masih ditentukan negara.

Pada sidang pemeriksaan pendahuluan, Rabu (8/1), Pemohon menyampaikan pasal-pasal yang diuji adalah Pasal 10 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4), serta Pasal 11 ayat (3), ayat (4), juga Pasal 20, Pasal 33 ayat (1) dan ayat (2), maupun Pasal 56 ayat (1), ayat (2) dan ayat (4)  UU No. 30/2009 tentang Ketenagalistrikan.

Menurut KSN  sejumlah pasal tersebut menjadi instrumen modal untuk mengeruk keuntungan pribadi. Rakyat hanya dipandang sebagai konsumen yang akan menyengsarakan rakyat disebabkan terjadinya mekanisme pasar bebas. KSN meminta agar pasal-pasal yang esensinya memuat unbundling itu dibatalkan karena bertentangan dengan Pasal 33 ayat (2) UUD 1945.

BACA JUGA: