JAKARTA, GRESNEWS.COM - Nama Wakil Menteri Agama Nasaruddin Umar ikut disebut dalam dakwaan terhadap mantan Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Direktorat Jendral Bimas Islam Kementerian Agama Ahmad Jauhari yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Senin (6/1).

Dalam dakwaan yang dibacakan JPU KPK KMS. A. Roni menyebutkan terdakwa Ahmad Jauharo bersama dengan Abdul Karim, Mashuri dan Nasaruddin Umar serta bersama-sama dengan Zulkarnaen Djabar, Fahd El Fouz, Ali Djufrie dan Abdul Kadir Alaydrus telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan melawan hukum dalam pengadaan kitab suci Alquran di Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam (Ditjen Bimas Islam) Kementerian Agama.

Dakwaan setebal 47 halaman yang dibacakan secara bergantian oleh 4 orang JPU KPK juga disebutkan terdakwa dianggap telah melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi. Diantaranya dinilai memperkaya terdakwa sendiri sebesar Rp 100 juta dan 15 ribu dollar Amerika Serikat (AS), Mashuri sebesar Rp 50 juta dan 5 ribu dollar AS, PT Perkasa Djaja Abadi Nusantara (PT PJAN) milik keluarga mantan Wakil Ketua Komisi VIII DPR  Zulkarnaen Djabar dan anaknya Dendy Prasetia Zulkarnaen Putra sejumlah Rp 6,75 miliar. Juga dinilai memperkaya PT Adhi Aksara Abadi Indonesia dengan Direktur Utamanya Ali Djufrie untuk pekerjaan pengadaan kitab suci Alquran sebesar Rp 5, 82 miliar dan memperkaya PT Sinergi Pustaka Indonesia (PT SPI) dengan Direktur Utamanya Abdul Kadir Alaydrus untuk pengadaan kitab suci Alquran Tahun Anggaran 2012 sejumlah Rp 21,23 miliar. Perbuatan tersebut menurut Jaksa Roni dapat merugikan keuangan negara sebesar Rp 27,05 miliar.

Disebutkan oleh jaksa dalam dakwaannya,  sebelum proses pelelangan pengadaan kitab pada tahun 2011 ,  sekitar Juli atau Agustus 2011 Zulkarnaen Djabar sebagai anggota Komisi VIII dan selaku anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR-RI telah berperan memperjuangkan anggaran di Kemenag memanggil Fahd El Fouz ke ruang kerjanya. Zulkarnaen kemudian menginformasikan kepada Fahd bersama rekannya Dendy Prasetia Zulkarnaen Putra, Vasco Ruseimy, Syamsurachman dan Rizky Moelyoputro bahwa ada sejumlah dana on top yang akan dikucurkan pada Kemenag diantaranya proyek pengadaan Kitab Suci Alquran yang akan dilaksanakan oleh Ditjen Bimas Islam. "Kemudian Zulkarnaen menyuruh Fahd dan Dendy melakukan pengecekan di Kemenag," kata Jaksa Roni.

Selanjutnya Fahd bersama Dendy, Vasco, Syamsurachman dan Rizky berangkat ke kantor Ditjen Bimas Islam dan bertemu dengan Nasaruddin Umar selaku Dirjen Bimas Islam, Abdul Karim selaku Sesdirjen Bimas Islam dan terdakwa selaku Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Ditjen Bimas Islam. "Pertemuan dilakukan di ruang kerja Nasaruddin Umar," kata Jaksa Roni.

Menurut Jaksa Titik Utami dalam pertemuan tersebut Fahd dan kawan-kawannya memperkenalkan diri sebagai utusan Zulkarnaen Djabar dan memperkenalkan Dendy sebagai anak kandung Zulkarnaen. Selain pertemuan tersebut pada sekitar Agustus 2011 Fahd dan kawan-kawannya kembali melakukan pertemuan dengan Nasaruddin di Hotel Bidakara Jakarta Selatan dengan tujuan untuk memastikan agar pekerjaan pengadaan kitab dikerjakan oleh rekanan yang dibawa oleh Fahd.

Pada pertemuan tersebut datang juga Ali Djufrie yang kemudian diperkenalkan terdakwa kepada Nasaruddin dengan mengatakan "Ini pak perusahaan pemenang sebelumnya", kemudian Nasaruddin mengatakan " Ya baguslah kalau yang ngerjain Alquran itu muslim kalau non muslim agak repot nanti". Selanjutnya Fahd melihat dan mendengar terdakwa berkata kepada Ali agar mempersiapkan segala sesuatunya untuk ikut pelelangan.

Perbuatan terdakwa menurut Jaksa Titik  diatur dan diancam pidana dalam pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 tahun 1999 jo pasal 55 ayat (1) ke -1 KUHPidana jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana. Antara lain berbunyi, “setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara”.

BACA JUGA: