JAKARTA - Dinilai melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim, tiga hakim agung yaitu Mahdi Soroinda Nasution, Takdir Rahmadi, dan Abdul Kadir Mappong, dilaporkan ke Komisi Yudisial. Pelapor adalah Soehardjo Gondo dari PT Sani Mitra Lestari.

Kuasa hukum Gondo, Ahmad Riyadh, mengatakan, pelanggaran ketiga hakim agung itu berkaitan dengan aturan Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor: 017/KMA/SK/II/2012, tentang perubahan pertama SK KMA Nomor 142/KMA/SK/IX/2011 tentang pedoman penerapan sistem kamar pada Mahkamah Agung pada angka romawi VI mengenai pemeriksaan perkara dalam Majelis Hakim Agung.

"Putusan Peninjauan Kembali dengan nomor register 277 PK/Pdt/2012 yang telah diputus pada 28 November 2012 itu terdapat susunan Majelis Hakim hanya ada tiga hakim, sedangkan penambahan dua anggota baru dalam majelis hakim tersebut tidak pernah ada. Dengan demikian, terbukti telah terjadi diskriminasi yaitu adanya perlakuan yang tidak adil atau perlakuan yang tidak sama dalam penanganan perkara pada Mahkamah Agung RI. Khususnya dalam menerapkan keputusan Ketua MA Nomor 017/KMA/Sk/II/2012," papar Ahmad dalam keterangan pers di Jakarta, Senin (28/1).

Menurut Ahmad, permasalahan ini diawali dengan pembangunan hotel di Bali oleh ketiga orang, yakni, Soehardjo Gondo, Lie Thien Ping dan Hendy Setiawan dengan kepemilikan saham Soehardjo Gondo sebesar 45%, Lie Thien Ping sebesar 45% dan Hendy Setiawan sebesar 10%. Kemudian, hotel tersebut terkena bom dan selanjutnya telah direnovasi. Setelah direnovasi, Lie Thien Ping dan Hendy Setiawan menjual hotel tersebut dan hasilnya dibagi tiga.

Ahmad menegaskan, adanya pembagian hotel tersebut tidak benar. Menurutnya, masih ada PT (perseroan terbatas) yang berdiri di hotel tersebut. "Mereka harus memperhitungkan bahwa ada PT yang berdiri di hotel itu, jangan langsung saja dibagi tiga," ujar Ahmad.

Kasus tersebut semakin mencuat ketika Ketua Majelis Hakim Harifin Tumpa dan hakim anggota I Made Tara dan Hakim Muchsin dengan amar putusan mengabulkan pemohonan kasasi Soehardjo Gondo dan PT Sani Mitra Sejati, serta membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Denpasar No 78/Pdt/2009/PT DPS tertanggal 9 Agustus 2009 yang menguatkan putusan pengadilan Negeri Denpasar No.338 Pdt.G/2008/PN.DPS tanggal 14 Mei 2009.

Terhadap putusan tersebut, Lie Thien Ping dan Hendy Setiawan mengajukan Peninjauan Kembali yang diterima kepaniteraan MA dengan No. 277 PK/Pdt/2012.

Selanjutnya, dijelaskan Ahmad, putusan tersebut membuktikan bahwa antara sesama hakim dan majelis hakim yang memeriksa, mengadili dan memutuskan perkara terdapat perbedaan pendapat yang tajam dan tidak dapat disatukan. Dengan begitu terlihat adanya dissenting opinion atau perbedaan pendapat.

"Apabila dalam majelis suatu perkara terdapat perbedaan pendapat yang tajam yang tidak dapat disatukan, maka Ketua Kamar menambah dua anggota baru. Apabila telah ada penambahan anggota baru, perbedaan masih ada, maka pihak yang berbeda (minoritas) dapat membuat pendapat yang berbeda (dissenting opinion)."

BACA JUGA: