JAKARTA - Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mendesak agar pemerintah melakukan pembaruan dalam penanganan dan penerapan pemidanaan bagi tindakan penghinaan dengan berbasis pada nilai-nilai hak asasi manusia (HAM).

Dalam siaran pers yang diterima redaksi, Minggu (2/12), ICJR meminta lembaga-lembaga penegak hukum untuk melakukan upaya rekodifikasi atau penyatuan kembali delik-delik penghinaan yang tersebar di luar KUHP, agar kebijakan tersebut dapat sinkron dengan KUHP dan realitas peradilan di Indonesia.

ICJR juga meminta supaya penegak hukum lebih mengedepankan penggunaan ketentuan Pasal 14 a-14 f KUHP dalam menjatuhkan pidana bersyarat agar dapat meminimalisir kemungkinan terjadinya penderitaan ganda (double jeopardy) dalam perkara penghinaan.

Selain itu, melakukan upaya menyelaraskan ketentuan penghinaan dalam KUHP dan KUHPerdata dengan ketentuan dan norma hukum internasional.

"Pemerintah dan DPR dapat mempertimbangkan penghapusan pidana penjara dan/atau memperketat syarat-syarat untuk dapat diajukannya perkara penghinaan ke pengadilan," terang Sekretaris Eksekutif ICJR, Adiani Viviana.

Terakhir, ICJR menilai perlu terus diupayakan paradigma restorative justice dalam perkara penghinaan, yaitu mengutamakan penyelesaian perdamaian terhadap para pihak sehingga tidak harus melalui proses hukum di pengadilan.

Seperti diberitakan sebelumnya, kajian ICJR terhadap 275 putusan pidana dan 77 putusan perdata perkara penghinaan menunjukkan bahwa hukum pidana penghinaan masih efektif digunakan untuk melindungi kepentingan pejabat publik.

"Hal tersebut terlihat dari jumlah korban dengan latar belakang pejabat publik menduduki peringkat tertinggi, yaitu sebanyak 63 perkara, sedangkan posisi terdakwa atau pelaku tertinggi adalah masyarakat biasa, yaitu sebanyak 160 perkara," terang Diani dalam siaran pers yang diterima redaksi, Minggu (2/12).

Setidaknya terdapat tujuh pasal dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang setiap waktu dapat menjerat kebebasan berekspresi seseorang, yaitu Pasal 310, 311, dan 316, Pasal 207 dan 208, hingga Pasal 156 dan 161.

BACA JUGA: