Jakarta - Pelanggaran monopoli frekuensi penyiararan yang dilakukan konglomerasi media selama ini terjadi lantaran pemerintah membiarkan pengusaha bersembunyi di balik UU Pasar Modal, untuk mengangkangi UU Penyiaran. Padahal UU Pasar Modal seharusnya tunduk pada UU Penyiaran.

Analis ekonomi dan pasar modal Yanuar Rizky menilai, seharusnya UU Pasar Modal tunduk pada UU Penyiaran, karena usaha di bidang penyiaran sangat diproteksi oleh UU yang tergolong high regulated industry dalam ini  UU No 32 Tahun 2002.

"Interpretasi praktisnya adalah satu entitas ekuitas hanya berhak memiliki satu badan usaha penyiaran," tegas Yanuar.
 
Lebih lanjut Yanuar menjelaskan, praktik monopoli penyiaran oleh para konglomerat media dilakukan dengan bersembunyi di investment holding, sehingga terkesan tidak melanggar UU Penyiaran. Investment holding mengedepankan pengendalian.

"Jika dikaitkan dengan Pasal 18 Ayat 1 UU No 32 Tahun 2002, maka badan usaha penyiaran memiliki kendala teknis bawaan untuk dapat menjadi perusahaan terbuka, yang sahamnya dapat diperjualbelikan di bursa. Tetapi beberapa usaha penyiaran telah melantai di Bursa Efek Indonesia dalam bentuk investment holding," tutur Yanuar.

Unsur pengendalian
Dengan demikian, tegas Yanuar, unsur pengendalian jelas menunjukkan bahwa investment holding media yang dibentuk harus taat asas kepada UU Penyiaran.

"Artinya, sesuai Pasal 18 Ayat 1 dan Pasal 34 Ayat 4, Investment Holding Media hanya bisa dilakukan jika perusahaan investment holding media hanya melakukan kepemilikan pengendalian di satu perusahaan penyiaran," pungkas Yanuar.

Dan entitas ekuitas (pemegang saham perorangan dan atau badan hukum) yang memiliki hak pengendalian terhadap perusahaan investment holding media, tidak diperkenankan dimiliki atau dengan mudah dipindahtangankan, karena dapat menyebabkan terjadi perpindahan kepemilikan izin siaran.

BACA JUGA: