Jakarta - Penyidikan terhadap hilangnya ayat tembakau dalam UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (UU Kesehatan) tetap dihentikan. Pasalnya, Koalisi Antikorupsi Ayat Rokok (KAKAR) gagal meyakini hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), kalau pihaknya berhak menggugat praperadilan adanya kesalahan dalam penyidikan kasus itu oleh Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri.

"Menyatakan permohonan praperadilan pemohon (KAKAR) tidak dapat diterima. Membebankan biaya perkara kepada pemohon sebesar Rp5 ribu," kata hakim tunggal Yonisman, dalam putusannya di PN Jaksel, Selasa (28/2).

Kedudukan KAKAR atau legal standing dalam mengajukan permohonan praperadilan ini dinilai tidak layak. Praperadilan, lanjut hakim, hanya berhak diajukan oleh saksi korban atau perwakilannya.

"Dengan kata lain, pemohon tidak memiliki legal standing. Hanya saksi korban meliputi anggota masyarakat yang diwakili oleh lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang mempunyai kepentingan," urai Yonisman.

Hakim Sorimuda Pohan selaku pemohon menilai bahwa putusan tersebut subyektif. Sorimuda merasa dirugikan oleh keputusan tersebut. Kerugian yang dimaksudnya juga meliputi kerugian warga akan kesehatannya.

Seperti diketahui, KAKAR mengajukan permohonan praperadilan itu karena polisi mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) terhadap kasus dugaan penghilangan  Pasal 113 Ayat (2) UU Kesehatan.

Padahal saat penyidikan polisi menetapkan tiga anggota DPR sebagai tersangka yakni Ribka Tjiptaning, Aisyah Salekan, Maryani A. Baramuli dan Faiq Bahfen terhadap kasus ayat tembakau tersebut.

BACA JUGA: