JAKARTA, GRESNEWS.COM - Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertembakauan masih terus diperjuangkan pengesahannya menjelang akhir masa bakti anggota legislatif periode 2009-2014. Wacana utama yang dikedepankan dalam RUU ini yakni terancamnya petani tembakau jika produk rokok dilarang sama sekali oleh pemerintah. Di sisi lain RUU ini bisa dikatakan bertentangan dengan Undang-Undang Kesehatan jika diloloskan.

Pasalnya, dalam RUU ini produk tembakau khususnya rokok jelas dinilai sebagai produk yang legal dan tidak membahayakan kesehatan manusia. Perdebatan keras soal inilah yang membuat proses lolosnya RUU ini ke paripurna masih sangat panjang. Perdebatan sangat alot di parlemen maupun lembaga yang terkait masih terjadi.

Pakar Hukum dari Indonesia Lawyers Association on Tobacco Control Muhammad Joni mengatakan, secara hukum RUU Pertembakauan dapat dikatakan inkonstitusional karena bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi tentang tembakau sebagai zat adiktif."RUU ini harus ditolak karena MK tidak akan membiarkan norma hukum bertentangan dengan UU Kesehatan," ujarnya dalam diskusi RUU Pertembakauan di Hotel Sahid Jaya, Jakarta, Selasa (26/8).

Joni menilai, dalam perkembangan pembahasan di DPR, RUU ini awalnya sempat ditolak. Anehnya, sekarang RUU ini diterima dan seakan dibutuhkan. "Dalam perkembangannya RUU yang diusulkan tidak punya naskah akademis. Ada yang bilang ada 3 sampai 5 naskah tapi ini bertentangan dengan prosedur yang seharusnya," katanya.

Ia menambahkan adanya perubahan sikap dari DPR untuk tetap mengajukan RUU pertembakauan merupakan upaya pemaksaan diri karena DPR telah membuat RUU ini menjadi RUU inisiatif yang dikirimkan langsung ke Presiden. Ia menilai hal itu membawa pada keadaan pemaksaan kekuasaan.

"Itu adalah bentuk sewenang-wenang yang terlarang dalam konstitusi. Yang perlu dilindungi adalah manusianya bukan pohon yang dalam variannya justru merugikan manusianya," jelasnya.

Joni menegaskan, merokok dapat mengancam kehidupan manusia. Menurutnya dalam hukum universal hak hidup adalah hak yang utama yang harus dilindungi. Hak hidup harus lebih utama dibandingkan hak menikmati kenyamanan nikotin. Ia melanjutkan, kalau dipilih antara hak hidup dibandingkan hak lain, akan lebih tinggi secara hukum normatifnya.

"Kalau kita kaitkan dengan hak atas kodrat manusia tentang hajat hidup orang banyak akan lebih utama dibandingkan dengan hak dari bahaya zat adiktif nikotin," tuturnya.

Lebih lanjut, ia mengatakan secara hukum positif normatif rokok memang produk legal. Namun ia melihat karena itu kita menjadi sangat abai untuk hal yang berkaitan dengan penanggulangan bahayanya. "Mungkin saat ini rokok memang produk legal tapi suatu saat bisa menjadi produk yang ilegal," kata Joni.

Menurutnya perlu ada pengendalian pengamanan terhadap konsumsi rokok. Ia menilai pengamanan penggunaan tidak sama dengan pemberangusan. "Jadi bukan menghapuskan petani di Indonesia tapi pengamanan penggunaan," katanya.

Dalam forum yang sama, Dina Kania dari National Professional for Tobacco Free Initiative WHO menjelaskan data tahun 2013 menunjukkan tembakau telah membunuh 6 juta manusia per tahun. Menurutnya, kalau tren konsumsi rokok terus berlanjut maka tahun selanjutnya bisa terdapat 8 juta orang yang terbunuh karena rokok.

Dina menilai, pelarangan rokok bukan untuk mematikan petani atau buruh industri tembakau tapi untuk melindungi generasi mendatang. "Dampak tembakau tidak hanya untuk kesehatan tapi juga sosial ekonomi," jelasnya.

BACA JUGA: