JAKARTA, GRESNEWS.COM - Hari ini, Selasa (24/6) adalah hari dimulainya pemberlakuan kewajiban bagi para produsen rokok untuk mencantumkan gambar peringatan kesehatan (pictorial health warning--PHW) yang menyeramkan pada produk tembakau. Pemerintah melalui Badan Pengawas  Obat dan Makanan (BPOM) juga akan mulai melakukan razia terkait pemasangan peringatan bergambar di kemasan rokok. Razia dilakukan di sejumlah importir besar dan swalayan-swalayan penjual rokok.

Importir maupun perusahaan rokok selaku produsen dan swalayan yang kedapatan belum melaksanakan ketentuan pemasangan gambar seram itu, akan diberi peringatan. "Nggak ada penyitaan dan penarikan ya. Akan tetapi kita tegur saja nanti kepada produsen sekaligus ke swalayan yang menjual. Karena kan mereka melanggar peraturan pemerintah, undang-undang kesehatan juga peraturan menteri kesehatan," kata Kepala Balai Besar POM Jakarta Dra Dewi Prawitasari, Apt, Mkes, Selasa (24/6).

Berdasarkan data yang dimiliki BPOM sudah ada 208 merk dagang dari 41 perusahaan rokok di Indonesia yang sudah mendaftarkan rancangan desain bungkus rokok yang memiliki peringatan bergambar. Namun angka tersebut hanya sekitar 6 persen dari total 3363 merk rokok di Indonesia, yang berasal dari 672 industri rokok di Indonesia.

Keputusan pemerintah memberlakukan aturan pemasangan gambar seram di bungkus rokok inipun segera mendapatkan reaksi negatif dari Masyarakat Pemangku Kepentingan Kretek Indonesia (MPKKI). Manajer Riset dan Advokasi MPKKI, Zamhuri, mengemukakan, pencantuman PHW pada bungkus produk hasil tembakau yang mengadopsi dari pemerintah asing, mengindikasikan ada tekanan dari pihak lain.

"Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kesehatan (Kemenkes), mestinya tidak mengadopsi gambar dari luar, tetapi membuat kebijakan atas hasil riset sendiri dan tanpa terpengaruh oleh tekanan pihak mana pun. Dengan begitu, ada independensi dalam membuat regulasi," ujar Zamhuri dalam keterangan pers yang diterima redaksi Gresnews.com, Selasa (24/6).

Namun faktanya, sambung Zamhuri, sampai sekarang Kemenkes belum membuat kajian ilmiah, khususnya terkait dampak kretek nasional bagi kesehatan. "Harus ada kajian tersendiri. Saat ini, yang ada dalam lampiran Kemenkes adalah gambar-gambar dari negara lain, sehingga tidak tepat diberlakukan di Indonesia," tegasnya.

Di sisi lain, pemberlakuan Pasal 14, 15, dan 17 PP Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan, justru mengaburkan nilai historis kretek sebagai warisan bangsa yang memiliki nilai jual tinggi selama ratusan tahun.

"Sampai kini belum pernah dibuktikan bahwa produk hasil tembakau (rokok kretek) ini mengakibatkan penyakit. Fakta di masyarakat justru memperlihatkan, banyak orang yang mengonsumsi kretek, berusia lanjut dan tidak mengidap penyakit," jelas penulis buku Kretek Indonesia ini.

MPKKI menilai, dengan adanya regulasi yang diskriminatif ini, pemerintah semakin terlihat tidak peduli terhadap nasib petani tembakau dan buruh pabrik. "Aturan PHW yang mengerikan dalam label rokok kretek akan menimbulkan dampak psikologis pada konsumen. Ini merugikan konsumen dalam memperoleh produk legal," tukas Zamhuri.

Terhadap keberatan itu, Menteri Perindustrian MS Hidayat mengatakan, sejauh ini tidak ada kendala dari pelaku industri rokok di dalam negeri. "Belum ada keluhan, belum ketemu mereka juga, tapi biasanya kalau ada persolan mereka datang, jadi mereka belum ada permasalahan," kata Hidayat di Plaza Industri Kantor Kementerian Perindustrian, Jalan Gatot Soebroto, Jakarta, Selasa (24/6).

Menurutnya Hidayat pelaku industri rokok sudah menyanggupi dan telah mempersiapkan diri untuk menghadapi penerapan aturan ini. Untuk itu, penerapan aturan peringatan bahaya rokok hari ini menurutnya dapat berjalan lacar. "Saya kira asosiasi rokok juga sudah menyanggupinya kan dicantumkan hari ini," tegasnya.

Aturan ini mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) No 109/2012 mengenai pengendalian tembakau yang diturunkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No 28 Tahun 2013 tentang pencantuman peringatan kesehatan dan informasi kesehatan pada kemasan produk tembakau ini efektif dilaksanakan 24 Juni 2014.

Dalam aturan tersebut disebutkan besaran gambar peringatan bahaya merokok itu ini akan mengambil 40 persen dari bungkus rokok. Bagi yang secara sengaja tidak mencantumkan ketentuan tersebut, maka akan dikenai sanksi lima tahun penjara atau denda Rp500 juta.

Diharapkan, dengan pencantuman gambar peringatan yang lebih jelas ini, remaja dan perokok pemula bisa menghentikan kebiasaannya. Selain itu, menurut Menko Kesra, ketentuan ini diharapkan mengurangi jumlah perokok dan mencegah keinginan individu yang hendak merokok. (dtc)

BACA JUGA: