JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pemerintahan Joko Widodo sedang giat-giatnya mendorong pendapatan negara lewat pajak. Sejumlah strategi untuk memenuhi target pajak sekitar Rp 1.439,7 triliun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015 pun digelar.

Bermacam rupa pajak diadakan, dari nilai belanja lebih dari Rp250 ribu wajib bermeterai Rp3000 hingga melintasi jalan tol pun dipajaki. Padahal ada pilihan lainnya yang lebih mudah dijalankan lantaran sudah dinaungi aturan. Misalnya meningkatkan pendapatan dari cukai rokok.

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengklaim pemerintah belum konsisten menjalankan aturan konstitusi dimana menaikan cukai rokok ke level 57 persen. "Cukai rokok harus dinaikan setinggi mungkin sesuai Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai (UU Cukai)," kata Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi.

Berdasarkan UU Cukai, barang kena cukai berupa hasil tembakau dikenai cukai berdasarkan tarif paling tinggi dimana untuk produksi nasional dan impor dikenakan pajak 57 persen dari harga dasar jual eceran.

Tulus mengatakan, lemahnya penerapan kebijakan amanat UU tersebut menyebabkan harga rokok dapat diakses oleh seluruh kalangan masyarakat termasuk anak-anak di bawah umur. Sebelumnya pemerintah akan menaikkan cukai rokok pada 2015. Persentase kenaikan cukai rokok itu baru mencapai 27 persen. Kendati angka ini jauh lebih tinggi dari cukai 2014 yang hanya sebesar 12 persen namun belum optimal.

Selain itu, YLKI pun turut menanggapi protes kenaikan cukai yang dilakukan asosiasi dan pengusaha rokok. Dalam protes tersebut, para asosiasi dan pengusaha mendesak perlu dilakukan pembahasan bersama pemerintah sebelum menaikan cukai rokok.

Namun Tulus menilai langkah tersebut tidak perlu dilakukan karena kalangan pengusaha hanya mengejar profit. "Mereka mau harga cukai rokok tetap rendah supaya produksinya tetap stabil dan mudah dijangkau masyarakat," ujar Tulus.

Seperti diketahui, tahun lalu pemerintah hanya berhasil memungut cukai sebesar Rp 112 triliun dari target APBN 2014 sebesar Rp 116,28 triliun.

Sebelumnya, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengatakan target cukai rokok sesuai Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBNP) 2015 yaitu sebesar Rp 141,7 triliun. Jumlah target itu cukup fantastis karena naik menjadi 27 persen dari penerimaan cukai rokok sebesar Rp 112 triliun tahun 2014.

Sebelumnya Ketua Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) Ismanu Soemiran mengatakan tingginya kenaikan cukai berdampak pada pemutusan hubungan kerja (PHK). Pada tahun 2014, dengan kenaikan cukai kurang dari 12 persen, telah terjadi PHK 10 ribu buruh rokok kretek, hampir semua perempuan.

Dia menyesalkan, keputusan kenaikan tarif cukai itu sama sekali tidak melibatkan pihak industri. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai maupun melalui Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan dinilai enggan mendengarkan suara industri.

Ia mengingatkan, jika ini dipaksakan berpotensi melanggar Undang-Undang Cukai Nomor 39 Tahun 2009. "Dalam UU Cukai disebutkan syarat harus melihat situasi industri dan mendengar aspirasi dunia usaha," ungkap Ismanu.

BACA JUGA: